Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tangisan Pulang Sekolah

28 Januari 2023   13:00 Diperbarui: 28 Januari 2023   13:00 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tangisan Pulang Sekolah
Cerpen Yudha Adi Putra
Mendung dan cahaya matahari masih bertarung. Berjuang untuk merayakan siang. Pasar mulai sepi pengunjung. Sekolah di dekat pasar. Mulai ramai anak pulang sekolah.
"Nanti kita main ya !" seru Bonny. Cerita sulitnya ujian seketika terlupa. Namun, kertas contekan dalam genggaman. Kelak, itu menjadi sampah. Lama menanti jemputan.
"Sebentar. Aku sakit perut !" balas Dani. Besar semangat bertemu. Sudah membuat perjanjian bermain. Anak kelas lima berlarian keluar. Pedagang makanan tersenyum. Harapan supaya dibeli muncul.
"Kita beli es dulu saja. Tadi, Doni malah sakit perut."
Ajakan Rully itu membuat kawan senang. Wajar saja. Rully siswa terkaya di antara mereka. Pulang sekolah saja dijemput mobil. Teman lain masih naik sepeda. Sepeda butut milik kakek dulu. Mau pakai motor, belum boleh. Masa anak SD sudah pakai motor. Itu hanya aturan. Tetap ada siswa dengan motor. Parkir di dekat rumah warga. Sedikit diskusi, nanti menjadi beres.
"Kadang aku juga mau naik sepeda."
Harapan Doni itu tak pernah jadi nyata. Orangtuanya pejabat. Tidak memperbolehkan naik sepeda. Pulang dijemput. Pagi diantar. Begitu sampai Doni akrab dengan sopir.
***
Pulang sekolah memang selalu dinantikan. Hari Sabtu menjadi hari pendek. Jam sepuluh sudah pulang. Anak kelas lima nampak senang. Mereka berlarian ke luar sekolah. Membeli makanan. Apa saja. Ada gulali. Tidak jarang masih ada yang menangis. Bukan karena tidak punya uang. Makanan dirampas mereka yang nakal.
"Jangan mengambil makanan !" bentak Dony. Makanan di tangan Doni memang enak. Tidak dijual di depan sekolah. Itu bekal dari rumah. Ada sekotak kue. Manisan enak untuk anak SD. Dony tak mau berbagi. Melihat hal itu, Rommy merampas. Berlarian mereka mengejar makanan. Dony menuju jalan depan sekolah. Ada mobil lewat. Klakson panjang terdengar.
"Dasar anak-anak. Kalau lari-larian jangan di jalan. Nanti tertabrak !" bentak sopir truk.
Dony pucat. Makanan enaknya tersebar di jalan. Ia tidak jadi makan. Ada teman tertawa, terlebih Rommy. Ia tampak tersenyum bahagia. Akhirnya, anak orang kaya merasakan derita.
"Makan itu makananmu ! Siapa suruh jadi anak pelit !" teriak Rommy. Sorak anak SD lain terdengar. Ada jeweran mendarat di telinga Rommy. Mereka menuju ruang guru. Atas kenakalan Rommy, guru marah. Tapi, guru tidak tahu kepelitan Dony. Memang, kadang mereka yang peling lebih beruntung. Kalau menjadi pelit, bisa mendapatkan keuntungan ? Setidaknya, itu membuat orangtua Dony ke sekolah. Mereka juga marah, bukan karena Dony terjatuh. Kemarahan karena tak ada pelajaran berbagi.
"Memangnya. Anak ibu mau membagikan makanannya ?" tanya seorang guru.
Dony menggeleng. Ia meninggalkan ruangan dengan wajah muram.
***
Setelah pelajaran berbagi, Dony jadi mau berbagi makan. Bukan hanya menyisakan, tapi ada yang disisihkan. Ia seolah malu. Sebagai anak pejabat. Tidak tega melihat teman sekarat. Belum makan dari pagi. Supaya bisa ikut pelajaran di kelas. Perut keroncongan menjadi musik. Teramat merdu untuk bernyanyi, tapi sakit dirasakan. Siapa yang tahan dengan kelaparan ? Apalagi anak-anak !
"Kemarin. Aku melihat kamu dan keluargamu bersepeda. Kalian mau pergi ke mana ?" tanya Dony.
Pertanyaan itu membuat Elsa terkejut. Di mana Dony bisa melihatnya. Kemarin sore, memang ia bersepeda ke sawah. Bukan untuk liburan atau hiburan. Tapi, karena memang adanya sepeda. Jadi, ke sawah naik sepeda. Untuk bekerja menanam benih kacang di sawah tetangga.  Maklum, mereka petani yang bersajaha.  Kalau miskin terlalu menghina.
"Kemarin. Aku kerja di sawah. Naik sepeda dengan orangtuaku ! Itu menyenangkan sekali !" seru Elsa.
Dony malah keheranan. Ia tidak merasa senang ketika bersepeda. Adanya terburu. Takut nanti bapaknya ada telpon penting. Kalau tidak, ibunya tiba-tiba minta berhenti.  Lalu, nanti ada sopir mobil mengambil sepeda.
"Melelahkan sekali naik sepeda. Mama naik mobil saja ya !"  begitu keluh mamanya Dony.  Lalu, acara naik sepeda batal begitu saja.
Tak selang lama, ada guru memanggil Dony. Ada kabar, kedua orangtuanya menabrak anak SD pulang sekolah di dekat  pasar. Semua terkesima.

Godean, 28 Januari 2023

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun