Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Minggu

22 Januari 2023   17:45 Diperbarui: 22 Januari 2023   17:44 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Minggu

Cerpen Yudha Adi Putra

Hari Minggu yang menyebalkan, setidaknya untuk Anki. Halaman rumahnya basah terguyur hujan. Beberapa telpon masuk dibiarkan saja. Banyak rencana teracam gagal. Tak perlu diragukan, sarapan tidak bisa ditemukan di rumah. Hanya ada sedikit omelan dan sisa lelah tadi malam.

                "Pagi ini, kita sarapan apa, Bu ?" tanya Anki sambil memainkan gadgetnya. Meski tidak ada paket data. Paling tidak, ada gambar yang dilihat.

                "Ibu hanya ada nasi dan tempe apek sisa samalam," kata Ibunya. Lalu pergi meninggalkan Anki. Banyak daun harus disobeki. Belum lagi, pesanan tempe tak kunjung habis. Ada saja yang memesan. Meski itu hari Minggu, seharusnya mereka ke gereja. Tapi, menjadi momen langka kalau bisa ke gereja.

                "Memangnya kalau ke gereja nanti bisa dapat makan ? Orang seperti kita itu harus rajin bekerja. Kalau hari Minggu bermalas-malasan. Nanti tidak ada yang dimakan !" ujar Bapaknya Anki. Seorang buruh bangunan yang kadang bekerja, kadang tidak. Tapi puji Tuhan, lebih sering tidak bekerjanya.

                "Sial ! Kenapa setiap pagi tidak ada yang dimakan ! Menyebalkan sekali. Ini rumah atau gudang sebenarnya ?" teriak Anki. Ia ingin segera meraih sepeda motornya. Namun sayang, bensinya habis dan uangnya tinggal sepuluh ribuan. Setidaknya cukup untuk membeli lauk makan.

                "Dulu ini kandang ayam ! Sudah, jangan mengeluh. Kamu cari mie saja. Dimasak dengan sayuran belakang rumah," ujar Bapaknya Anki. Tak menatap Anki, lelaki separuh baya itu lebih senang mengamati burung dara yang berterbangan. Ingin sekali sebenarnya memelihara, tapi dilarang.

                "Nanti, kotorannya mengotori sumur tetangga. Kemarin, ada yang komentar. Kamu mau menguras sumurnya? Belum cukup itu saja. Mereka orang kaya, bisa berbuat apa saja ! Ingat itu," ujar Ibunya Anki kesal.

                Suasana rumah tak pernah menyenangkan bagi Anki. Meski hari Minggu, katanya hari untuk istirahat dan menghabiskan waktu bersama keluarga. Itu tidak terjadi dalam kehidupan Anki, rasa kesal dan marah pada keadaan terus bermunculan. Hingga ia bermimpi untuk bisa menjadi penulis. Setiap tulisan Anki, ada saja realita yang dibahas. Terutama, soal impiannya. Bisa makan sehari tiga kali, tanpa orang tua berisik sepanjang hari.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun