Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Prenjak yang Tidak Bahagia

15 Januari 2023   11:15 Diperbarui: 15 Januari 2023   11:23 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Prenjak yang Tidak Bahagia

Cerpen Yudha Adi Putra

Burung kalau dalam sangkar, tentu kebebasannya terampas. Ia menjadi tidak bisa terbang bebas. Makanan dan minuman disediakan, waktu kawin, hingga membuat sarang sudah ada. Tidak perlu repot mandi. Nanti ada Pak Beno, pemelihara burung yang memandikan.

"Sebenarnya, apa yang kurang dari burung dalam sangkar ya?" tanya Pak Beno. Kesal sebenarnya, burung prenjak peliharaannya tidak kunjung berkicau. Semua sudah lengkap di sangkar, kecuali kebebasan.

"Apa mungkin dia tidak bahagia? Kalau dilepas saja bagaimana?" usul istri Pak Beno. Melihat suaminya tiap pagi hanya sibuk dengan burung. Kadang sampai tidak mau bekerja. Kumpulan kekesalan itu menjadi kebencian pada burung, terutama burung prenjak.

"Sudah bahagia, semua sudah tersedia. Manusia saja kalau sudah tersedia semua pasti bahagia,"

"Tapi, itu bukan manusia. Burung. Burung seharusnya terbang bebas. Tidak di dalam sangkar," ujar istri Pak Beno.

"Sama saja, soal kebiasaan. Manusia itu bisa melakukan banyak hal karena kebiasaan. Kalau orang terbiasa jujur, nanti kalau tidak berbuat jujur. Pasti ada perasaan tidak nyaman. Sama saja, kalau sudah terbiasa jam delapan pagi di kantor pakai sepatu. Lihat orang seperti aku ini pasti menyepelekan," kata Pak Beno.      

"Padahal, aku sedang memperjuangkan kesetaraan. Dimana, perempuan boleh bekerja dan laki-laki boleh menganggur. Ada-ada saja, kenapa harus laki-laki bekerja ? Bisa juga memelihara burung seperti diriku," lanjut Pak Beno.

Sebagai pemelihara burung prenjak, Pak Beno memang tidak bekerja. Sebenarnya, dia seorang sarjana. Tapi, banyak kekecewaan dengan manusia hingga merasa lebih baik berjumpa dengan hewan saja. Sebuah alasan tidak masuk akal untuk tetangganya yang kebanyakkan adalah pekerja. Bekerja dari jam delapan pagi dan nanti pulang jam empat sore menjadi keharusan bagi lelaki, begitulah pandangan masyarakat.

"Rasa sakit berjumpa dengan manusia itu bekasnya bisa sampai mati. Ada luka batin dan mengampuni itu tidak mudah. Kalau dengan burung, paling lepas atau mati. Membahagiakan sekali," alasan Pak Beno ketika ditanya soal relasi dengan sesama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun