Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aroma Natal

2 Desember 2022   19:37 Diperbarui: 2 Desember 2022   19:41 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aroma Natal

Cerpen Yudha Adi Putra

                Gereja ramai, semua tampak bahagia. Lampu dinyalakan bergantian dengan lilin di sepanjang gereja. Mereka semua bersukacita di dalam gereja, keramaiannya juga terliat memadati halaman gereja. Seorang pemuda memakai baju baru. Ibu-ibu memakai tas gemerlap baru. Bapak-bapak memperlihatkan sepatu mengkilap mereka. Ada seorang pemudi dengan gadget barunya. Sedang pendeta memakai jam tangan baru dan tawa menghiasi khotbahnya. Mereka merayakan natal, seperti ada hal baru yang datang. Semua nampak baru, dari cat gereja sampai atribut yang digunakan untuk ke gereja. Semua bersorak dalam kegembiraan. Perayaan malam natal menjadi penuh dengan keceriaan. Tentu menjadi rezeki bagi penjual makanan di samping gereja, pedagang mainan yang tak sengaja berhenti di samping gereja, dan beberapa tukang parkir yang bertambah ketika natal tiba. Di perayaan natal ini, semua berusaha menampilkan sukacitanya. Kesedihan mereka yang sakit dibalut sedemikan rupa supaya tertawa. Mereka yang dalam masalah menjadi tidak menentu, berusaha terlihat bahagia. Permasalahan baru muncul setelah perayaan natal selesai, bagaimana memutar uang supaya meriahnya perayaan dapat dilakukan. Tapi, itu semua dapat sirna karena sukacita natal.

                Beruntung sekali, ada natal yang dirasakan. Menjadi perayaan sejenak untuk keluar dari kebiasaan. Entah menjadi lebih bahagia sementara, atau mendukung suasana untuk bahagia. Dimana, ketika natal sedih itu dilarang. Bisa juga natal membawa sukacita pada mereka yang mendapatkan rezeki nomplok, pembeli tiba-tiba ramai. Orang-orang menjadi membeli barang dan seolah berusaha untuk memiliki barang yang baru.

                Natal membawa kegelisahan tersendiri, tapi ditutupi oleh semua sukacita yang entah benar atau tidak. Semua rela membeli barang baru, merias diri sedemikian rupa, mendapati diri seolah baik-baik saja, demi terlihat bahagia ketika natal. Sepanjang jalan setelah malam natal di gereja selesai adalah bunyi klakson dan antrean mobil. Ada banyak kendaraan membawa penumpangnya merayakan natal. Antrean itu panjang seperti ular yang sulit diketahui bagaimana mengurai kemacetannya. Semua ingin mendahului, tidak mau ketinggalan perayaan natal. Pintu keluar gereja dan tempat parkir ditinggalkan petugas, mereka tidak mampu mengatur padatnya lalu lintas. Kewalahan memberi aba-aba pada mobil yang mau keluar atau yang ingin kembali ke gereja, sekedar untuk bersama menikmati foto.

                Di samping gereja, ada tiang penyangga lonceng tua. Seorang anak dengan baju baru mengamati lonceng itu, ia membawa hadiah. Katanya, hadiah itu dari sinterklas. Seorang kakek-kakek mendekatinya, menyapa dan mengulurkan tangan.

                "Selamat natal," ucap kakek tua itu.

                Di dalam gereja, masih ramai orang bersorak merayakan natal. Ada banyak makanan dan minuman, kegembiraan cukup untuk satu malam. Mungkin akan ada kegembiraan yang melebihi malam natal itu ketika mereka saling bercerita soal kado yang didapatkan. Ada banyak harapan dari mereka yang datang. Dari Pak Pendeta, tukang sapu, penjaga gereja, bapak pengusaha, ibu karyawan, mahasiswa akhir, mahasiswi baru, dan siapa pun yang datang ke gereja itu saling bersapaan dan menyanyikan lagu sukacita. Mereka menatap dekorasi mimbar yang luar biasa gemerlap. Ada lampu yang bergantian menyala. Ada lonceng dengan kilauan emas.

                Namun tak diduga. Gereja tak jauh bedanya dari tempat hiburan semata. Seketika terdiam ketika ada nenek-nenek bertanya. Kemeriahan natal menjadi permenungan akibat pertanyaan nenek itu. Di depan gereja tepatnya, nenek itu mengeluh akan antrian mobil yang ingin keluar gereja.

                "Kenapa tempat ini bau kambing, dimana kambingnya? Merusak suasana natal saja!" teriak nenek itu sambil memperhatikan sekelilingnya.

                Semua perlahan tersadar, aroma natal sesungguhnya identik dengan bau domba. Ada palungan. Ada kesederhanaan, dimana Yesus dilahirkan. Dimana kejujuran dinyatakan, bukan kepura-puaran untuk kebahagiaan yang semu. Natal perlahan mereda.

                                                                                                                                Jumat, 02/12/2022

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun