Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Angkringan dan Kekasih yang Lama Pergi

11 November 2022   08:00 Diperbarui: 11 November 2022   08:03 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Angkringan dan Kekasih yang Lama Pergi

Yudha Adi Putra

Kamis, 10 November 2022

                Kerinduan selalu layak untuk dirayakan. Maka selepas selesai kuliah, yang diinginkan ialah mendatangi kedai kopi ini. Kembali ke Yogyakarta akan semakin lengkap bila dinikmati dengan secangkir kopi di angkringan. Hanya di angkringan ini ia bisa menikmati kopi dengan arang yang disajikan dengan musik khas kepulangan.

                Ada orang-orang yang tetap pergi ke angkringan untuk merayakan kenangan perjuangan dan angkringan ini seolah menyediakan kesempatan kapanpun mereka mau datang. Nyaris keromantisan angkringan dan nuasa kepulangan tidak berubah. Kursi bambu yang semakin mengkilat, harum jahe dibakar, dan sajian dekat anglo dengan kehangatannya. Ada penerangan sederhana dari lampu berwarna orange, terdapat secarik kertas didekatnya. Kertas bertuliskan nama-nama yang pernah datang ke gerobak angkringan ini. Pada kopi di angkringan ini ada kerinduan, juga pertemuan pada kekasih yang sudah lama pergi. Ia tersenyum.

                Perjumpaan memang aneh, dulu perempuan itu enggan pergi ke angkringan, kini tiada sore tanpa mencari angkringan. Banyak orang datang di angkringan langsung kagum dengan perempuan itu. Menatap dengan teliti apa saja yang ia kenakan. Ia mengenali beberapa dari mereka, orang yang sering datang ke angkringan yang sejak pulang dari pekerjaan memilih menanti senja. Mungkin seseorang enggan pulang karena takut tidak ada makan. Empat tahun kuliah di kota lain membuat daya kritisnya terasah. Ia membuka catatan kecil. Sekedar menulis tanggal. Kita harus menulis dalam menghadapi realita, batinnya, saat menatap lelaki pembawa rokok yang terus memandanginya.

                Sorot mata teduh yang mengingatkan pada kekasihnya. Kekasih yang ditinggal belajar tanpa pamit terlebih dahulu. Umur lelaki itu mungkin lebih muda saat dia pergi. Kini terlihat lebih tua karena beban pikiran dan permasalahan hidup, batinnya. Pemuda itu menawari minum saat ia menuju angkringan. Udara sore yang basah terasa semakin nikmat. Tak akan pernah dilupakan harum tanah sehabis hujan di kota angkringan ini, seolah aroma itu membawa pada peristiwa di angkringan beberapa tahun silam. Ketika meninggalkan kota ini, orang tuanya menawari supaya kuliah di Yogyakarta saja. Tentu agar tidak melewatkan keromantisan angkringan di masa menjadi mahasiswa. Angkringan yang menawarkan keramahan warga Yogyakarta. Angkringan bukan saja ramah, tapi istimewa.

                Empat tahun lalu, ia meninggalkan kota ini untuk belajar di ibu kota yang dianggap maju pola didiknya. Saat itu kuliah nyaris menjadi hal mewah bagi pemudi desa. Kota ini menjadi kota yang selalu istimewa dengan banyaknya pelajar yang datang dari berbagai tempat. Tapi ia memilih pergi ke tempat lain. Mahasiswa itu, begitu pelanggan angkringan menyebutnya, tak hanya menjadi kritis dalam berpikir, tapi juga kritis dalam gaya hidup, mengkritik berbagai hal yang ada di sekitarnya. Seolah semua itu salah yang ideal hanya pikirannya sendiri. Mahasiswa menjadi insan cendekia. Puluhan buku dibaca, ditulis, dan lulus diharapkan. Ada peristiwa yang tak akan pernah dilupakan bagi mahasiswa yang berjuang kuliah di Yogyakarta, ketika tanggal tua pergi ke angkringan. Mereka tertawa menertawakan nasib dan perilaku boros diawal bulan. Tapi siapa yang bisa menertawakan kerinduan ? Jarak memang bisa ditempuh, tapi impian untuk bersama dapat terhalang apa saja, termasuk ambisi akan cita-cita.

                Sebagai mahasiswa terlatih dengan bertemu banyak bacaan, ia cepat mengetahui bahwa angkringan memiliki potensi, bukan sekedar untuk makan dan minum, tapi untuk merawat hati. Hampir di setiap jalan di kota ini selalu ada angkringan. Rasanya tidak ada penduduk Yogyakarta yang tidak mau pergi ke angkringan. Angkringan seolah membuat waktu menjadi menyenangkan. Orang bisa berkumpul menikmati minum jahe, makan nasi kucing yang pedas, mempercakapkan keluh kesah seharian, juga menjadi paling nyaman untuk merayakan patah hati. Patah hati bisa dirayakan sembari pergi ke angkringan. Semua duka akibat ditinggalkan orang yang dikasihi dapat dengan mudah dilupakan ketika berada di angkringan.

                Perempuan itu mengenali lelaki yang ada di angkringan, mesti dipeluknya karena lama tidak berjumpa. Yang dirindukannya ketika belajar di Jakarta, ternyata bukan lelaki gagah dengan penghasilan melimpah atau mobil mewah yang mengkilap. Orang yang dirindukannya itu hanya pengusaha angkrigan yang nyaris selalu tidur malam. Tidak heran jika tubuhnya menjadi kecil dan kurus, banyak beban pikiran ditanggungnya. Tidak hanya soal bagaimana supaya dagangan laris, tapi supaya tidak ada yang hutang dan adiknya bisa cepat lulus kuliah. Ia sendiri mungkin ingin kuliah. Jadi inilah yang membuat ia pulang dengan banyak kerinduan untuk pertemuan. Ia hanya pembuat jahe hangat di angkringan.

                Pengusaha angkringan itu telah berdiri di dekatnya, membawakan menu yang paling spesial di angkringan dengan menatap perlahan perempuan itu. Ia tahu perempuan itu adalah kekasihnya dulu hingga sedikit bergetar hatinya saat menatap, tetapi berusaha mengendalikan emosinya. Berusaha tahu diri siapa dirinya saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun