Mohon tunggu...
Peri Saputra
Peri Saputra Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Indonesia

Guru Bahasa Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kehilangan

6 Februari 2023   11:13 Diperbarui: 6 Februari 2023   11:26 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kehilangan

Peri Saputra

 

 

Setelah selesai menjalankan sholat Ashar berjamaah di masjid komplek perumahahan kami. Sama seperti biasanya setelah selesai sholat, zikir dan berdoa. Saya bersama jamaah lainnya menyempatkan untuk bercengkrama sebentar. Setelah selesai bercengkrama bersama teman-teman saya kemudian pulang ke pondok kami. 

Sampai ke rumah,  ku ambil sapu dan  saya mulai membersihkan rumah dan halaman. Sementara umak sibuk mengangkat pakaian sekaligus melipat pakaian kami. Sementara dua jagoaan kami sibuk bermain dengan teman-temannya. Sedangkan umi memang sudah beberapa hari ini kondisi kesehatannya memang tak stabil. Dan harus istirahat di tempat tidur. Sama sekali tak ada yang mencurigakan.

Tak lama kemudian, setelah selesai bersih-bersih rumah saya bersiap untuk berolahraga sebentar di masjid komplek kami. Belum sempat berangkat, nada dering handphone umi berbunyi dan ketika diangkat ternyata telpon dari dusun,  yaitu mak cik kami memanggilnya karna beliau adalah anak bungsu dari nekno kami. Kemudian mengabarkan bahwa kondisi nekno sedang kritis dan langsung saja telponnya berubah menjadi vcall. Benar saja ketika kami lihat kondisi nekno lagi kritis.

Menyaksikan kondisi nekno yang sedang kritis, melalui vidio call terlihat semuanya sudah berkumpul. Termasuk bak, umak dan anak anak serta cucu-cucu dari nek no. Dan kami hanya bisa melihat dari handphone saja. Seketika saat itu juga bercucuranlah air mata Umi. Karena nek no sudah menghembuskan nafar terakhit. 

Ku cubo menenangkan sambil kusapu butir-butir bening di pipinya. Tapi tak jua mampu mengusir kesedihan itu. Diri ini, sangat memaklumi ketika kondisi seperti ini kehilangan adalah hal yang sangat menyakitkan. Terlebih lagi kehilangan nekno yang selama ini ikut merawat dan membesarkan istriku. Jelang beberapa saat kemudian redahlah air itu dan berhenti bercucuran yang sedari tadi membasahi wajah umi. Walaupun rasanya begitu pedih dan perih. Tajam menusuk sukma ke dalam sanubari relung yang paling dalam....!!

Jika sebelumnya, aku juga kehilangan "Nang" dan saat ini kami juga kehilangan Nek No !

Nek nang, memang tingggal bersama kami. Ketika nek nang tidak lagi bisa bekerja, maka beliau memutuskan tinggal bersama kami. Sesekali beliau meminta untuk diantarkan ke Dusun dan hanya hitungan hari saja,  biasanya nek nang minta dijemput kembali.  

Setahun ini, memang nek nang sering sakit-sakitan. Dan beberapa kali harus di rawat di Rumah Sakit. Karena kondisi yang memang sudah berumur, jika bertanya dengan nek nang. Maka baliau bercerita. Berape omor nang ketika ku tanya,  beliau bercerita "La asek ku la 98 tahun" karena umur maka pendengaran dan juga penglihatan nek nang sudah tidak seperti dulu lagi. Kemudian tenaga juga sangat berkurang, dan sekarang terpaksa menggunakan tongkat.

Setiap Jumat, selalu cepat-cepat bersiap-siap untuk berangkat ke Masjid. Walaupun kondisi kesehatan yang kadangkala tidak memungkinkan. Tapi nek nang selalu semangat tiap kali hari jumat tiba. Pukul 10 WIB saja nek nang sudah siap -- siap, dan seperti biasa aku senyum-senyum saja. Dalam hati semoga Allah SWT selalu memberikan keberkahan untuk seluruh keluarga kitek ye nang.

Entah mengapa minggu ini nek nang begitu ingin pulang kampung, sampai-sampai menelpon didi yang ada di dusun untuk menjemput. Karena kesibukan mengajar dan akupun belum bisa mengantar nek Nang pulang dusun. Kemudian bibik dan mamang yang ada di dusun juga belum sempat menjemput. Sekitar satu minggu kemudian barulah nek nang dijemput. Pada saat didusun keadaan nek nang sudah kurang sehat. Kami pikir sakit seperti biasa karena kecapekean.

Setelah beberapa malam di dusun, sorenya kami ditelpon Umak yang terlebih dahulu pulang untuk merawat nek nang bersama bibik dan mamang. Kemudian aku memutuskan bersama istri dan anak-anak kami langsung pulang sorenya. Dirumah sudah sangat ramai, anak-anak nek nang sudah berkumpul semua, ketika kami sampai kondisi nek nang sudah semakin lemah.

Kami cucu dan anak-anak dari nek Nang semuanya berada di samping nek nang, kami merasa mungkin sebentar lagi daun ini akan jatuh ke bumi. Kami lantunkan ayat-ayat suci alquran, kemudian kami bisikkan kalimat-kalimat tauhid. Ketika sudah tak kuat mataku, maka aku putuskan untuk lelap sebantar. Dan ternyata belum sempat untuk terlelap, Umak, sudah membangunkanku. Sontak saja aku tekejut.

"peri bangunlah", ujar umak

Langsung saja aku terbangun dan ketempat nek nang, kulihat kemudian dibisikkan kalimat-kalimat indah nan lirih. Kemudian tak beberapa lama ini adalah perjumpaan terakhir kami bersama nek nang. Ku Lihat jam di dinding sekitar  pukul 02.15 WIB. Allahhuakbar, ini sudah masuk hari Jumat gumanku dalam hati. Apakah nek nang memang menunggu hari Jumat pikir ku dalam hati. Karena aku tau kebiasaan nek nang.

              

Setelah nek nang menghembuskan nafas terakhir dan pergi, ku ingat betul nek nang sambil tersenyum dan menghembuskan nafas terakhirnya. Subhanallah nek nang, beruntung ujarku dalam hati ini hari Jumat nang. Kemudian ku ajak yuk Ima, Abang Adzka untuk membaca surat Yasin, ujar Yuk Ima, Abang dan Dek Akmal, ngapo puyang Mi yo, kata umi " Puyang sudah meninggal sayang" dan puyang dak biso tempat kito lagi.

"bersambung"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun