Sepasang daun pintu, jendela jendela kaca, empat petak dinding tanpa hiasan menjadi saksi saat  buntalan sarung bertambal tercampak, terseraklah sepasang kebaya kumal, sehelai selendang penuh lubang, sepotong kain sarung bernoda luntur dan sehelai telekung putih tapai yang robek bagian sampingnya. Sementara satu sajadah tergolek berdebu diantaranya.
"Pergi kau perempuan bangka, tak sanggup kumengurus sungkah, tak sanggup kubersihkan kotoran kerampangmu, tak sanggup kulihat lambanmu di sini ... bakirok!"
"Kemana kuhendak pergi sementara lihatlah aku hanya bisa melepoh, kakiku sudah tak bertungkai penuh borok dan kada, tanganku tak lagi setebas ladiang, kuyu serupa kerisik tua, kemana kucari jadah untuk menyigi mulut tak bergigi ini?"
"Tak tahu aku, terserah kau gunakan reot tubuhmu, mengemislah tadahkan tapakmu atau kau mau cari sungkah di balik timbunan sampah itu ... aku tak peduli, sebentar lagi calon suamiku yang kaya belindak akan meminangku, aku malu ada kau di sini, kau tak pantas untuk dipamerkan pada calon keluarga baruku!"
Jam berdentang sembilan kali saat matahari menanjak tepiskan embun, debu debu berterbangan saat sepasang ayam berlari melangkahi dua tungkai tak berdaya malepok. Pada keriput sepasang pipi, jatuhlah berderai air mata serupa rinai tapi tanpa isakan membasahi ujung kebaya bersulam kain perca. Sepasang mata lamurpun menatap langit. Dalam lirih satu segukan kata menguraikan pedihnya hati ....
"Dari rahimku kau tiba, berpeluh darah kubesarkan, kutimang dengan kasih, kupeluk dengan sayang, kusekolahkan dengan jerih hingga menjadi gadang tapi saat pangkat terselempang di bahumu, kau buang aku duhai sibirang tulang"
Nyanyian alam mengiringi ratapan tak bersuara dari nurani seorang perempuan renta. Dalam rintih tertatih menyusuri liarnya jalanan yang riuh dengan hiruk pikuk kesibukan.
"Hai perempuan tua, bakirok dari depan pintu ini, tak kau lihat tuan dan puan yang turun dari mobil mengkilat itu akan masuk untuk mengisi lambung di sini. Baumu serupa sarok, bisa hilang selera orang yang akan berkunjung ke sini, bergegaslah kau pergi ... enyah!"
"Aku lapar, tuan ... berilah sedikit makanan pada diriku yang renta ini."
"Enak saja kau meminta, tak ada uang maka tak ada makanan, tak akan cocok perutmu dengan makanan di sini, sana kau kais saja tong sampah itu, lihatlah anjing anjing bisa mendapatkan makanan di sana."
"Kasihanilah aku, tuan ... sedari pagi tak ada berisi apa apa perutku, lihatlah sebentar lagi adzan dzuhur akan berkumandang, kalau tak sudi maka mohon berilah aku seteguk air saja dan izinkan aku menumpang sejenak untuk rehatkan tubuhku."