Mohon tunggu...
Perdhana Ari Sudewo
Perdhana Ari Sudewo Mohon Tunggu... Human Resources - Pemulung Ilmu

Seorang pemulung ilmu yang punya hobi menulis dan berharap dapat terus belajar dan berbagi melalui ide, gagasan, dan tulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rumitnya Memahami Hidup Ini

27 Desember 2021   11:44 Diperbarui: 27 Desember 2021   16:01 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Baru kemarin menulis tentang "Urip mung sak dremo nglampahi", hidup hanya sekedar menjalani, diskusi terkait kehidupan yang memiliki ragam warna fenomena dan kejadian. Inti dari tulisanku sebelumnya, saya menyampaikan bahwa kita hidup dalam sebuah sistem sebagai sebuah tempat ujian. Akan banyak kejadian, fenomena, fakta, atau apapun itu yang akan terjadi di dunia ini, dan falsafah jawa bilang "ojo gumunan" selama masih ada di dunia. Berbagai fenomena dan kejadian di dunia itu diciptakan sebagai ujian manusia sebelum dinyatakan lulus atau tidak lulus di akhir perjalanan.

Meskipun saya menyampaikan "ojo gumunan", tetapi sebagai manusia biasa, pagi ini saya harus sedih dan shock mendengar salah satu sahabat, berdasarkan berita online memilih mengakhiri hidup dengan suicide. Saya shock dan sedih karena sahabat tadi sebelum meninggal adalah seorang mahasiswa yang sedang menyelesaikan tugas akhirnya dalam program studi yang mempelajari ilmu tentang manusia. Mahasiswa tersebut semasa kuliah dikenal aktif dan sering membantu dosen. Kebetulan saat ini saya juga sedang dalam proses penyelesaian tugas akhir pendidikan saya, jadi semakin membuat sedih.

Kembali ke judul tulisan ini terkait dengan rumitnya memahami hidup ini, yang ingin saya sampaikan adalah bagaimana setiap orang memiliki sudut pandang masing-masing dalam melihat permasalahan dalam kehidupan. Setiap permasalahan yang muncul didalamnya, bisa jadi itu adalah salah satu ujian bagi setiap manusia. Setiap manusia memiliki permasalahan yang berbeda, iyah, dengan bobot masalah dan tingkat kerumitan yang tidak sama, juga iyah. Disisi lain, setiap manusia memiliki pengetahuan dan kemampuan yang tidak sama untuk menghadapinya. Salah satunya dipengaruhi oleh apa yang dipelajarinya di bangku sekolah formal, maupun informal, dan bahkan dari orang-orang dan fenomena lingkungan sekitarnya. Dengan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki tersebut, setiap manusia berupaya untuk menghadapi masalahnya masing-masing, melakukan analisa, menarik kesimpulan, membuat keputusan, dan melanjutkan hidupnya untuk menghadapi masalah-masalah baru dalam hidupnya. Berharap hidup tanpa masalah sepertinya hanya sebuah angan-angan yang tidak akan pernah terwujud.

Kenapa judul tulisan ini saya gunakan nomenklatur "rumit", karena saya tahu sahabat yang memilih mengakhiri hidupnya tadi adalah seorang mahasiswa yang sedang dalam proses belajar, mempelajari ilmu tentang manusia dan seluk beluknya, termasuk bagaimana manusia berperilaku, manusia berkepribadian, manusia berfikir, dan bahkan bagaimana manusia menghadapi setiap masalah dalam hidupnya. Dalam ilmu yang sedang dipelajari tersebut juga dibahas konsep IQ, EQ, dan SQ sebagai unsur yang membentuk perilaku manusia selain diskusi terkait kepribadian manusia, termasuk bagaimana manusia menghadapi problem hidupnya. IQ, EQ, dan SQ dipelajari bagaimana ketiganya berkolaborasi membentuk karakter seseorang sehingga orang akan dinilai kedewasaan dan kematangannya dalam menghadapi problem hidupnya. Mungkin saya akan menyampaikan tidak cukup rumit apabila sahabat yang memilih mengakhiri hidupnya tadi belajar ilmu non humaniora, tepatnya tidak belajar ilmu tentang manusia.

Dari fenomena ini, saya banyak belajar bahwa sepandai-pandainya orang, belum tentu mampu memahami apa yang dirasakan dan dipikirkan orang lain atas masalahnya. Selain itu, jangan berfikir orang yang kita anggap memiliki ilmu dan pengetahuan akan memilih berperilaku dan bersikap mengacu kepada ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya. Ada sesuatu yang tidak selalu dapat dijelaskan dengan logika dan akal sehat jika kita bicara manusia, kehidupan, maupun permasalahan yang mengiringinya. Akan ada jurang informasi yang tidak dapat kita pahami, ditambah dengan keterbatasan bahasa untuk mampu menyampaikan semua yang kita rasakan kepada orang lain.

Akhirnya, untuk dapat terus hidup berdampingan dengan orang lain, empati adalah pilihan yang harus kita terus pupuk agar terus bertumbuh dalam diri kita, agar kita terus belajar dan memahami, bukan menilai dan menghakimi atas setiap peristiwa kehidupan. "Ojo gumuman", salah satu falsafah jawa yang mungkin harus saya pahami agar semakin dalam sebagai salah ajaran untuk terus menjalani hidup ini. Akan ada banyak fenomena yang pasti akan saya hadapi dalam hidup ini, dan beberapa mungkin adalah hal baru yang tidak selalu dapat dipahami dengan keterbatasan logika berfikir saya.

Fenomena ini juga membuka mata saya bahwa sistem pendidikan kita belum mampu mengenalkan manusia dengan dirinya sendiri. Termasuk dalam sebuah pendidikan yang belajar terkait manusia. Perlu instropeksi dan perbaikan bersama, membuka diri, berkata jujur dan mencari solusi agar kejadian yang sama tidak terulang kembali. Akhir kata, terimakasih sahabat atas pelajaran hidupnya, semoga Tuhan YME mengampuni dosa dan kekhilafan yang pernah engkau lakukan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun