Begitulah, harapannya "Lebaran"-nya Kompasiana ini bakal terus berlangsung setiap tahunnya sampai Kompasianival 100, nanti 92 tahun yang akan datang.
Kompasiana hidup dan tetap ada karena para penulisnya. Para penulis bisa datang silih berganti. Ada yang bertahan dari awal berdiri sampai sekarang, ada yang "on off" karena satu dan lain hal -ngambek sama admin misalnya, ada penulis baru yang datang dan lain-lain.Â
Yang harus dipertahankan oleh para pengasuh Kompasiana adalah para penulis dengan interaktivitasnya itu.Â
Kalau soal karya atau konten, dengan sendirinya ada dan ada pengelolaan tersendiri, apakah konten itu kelak akan dijadikan buku, narasi video, atau bahkan film. Apapun. Tetapi fokus pengasuh Kompasiana harus lebih pada Kompasianer dengan interaktivitasnya serta karya-karya mereka.
Admin atau para pemangku kepentingan Kompasiana harus mencari terobosan baru karena adanya keniscayaan baru, bahwa di Kompasiana terdapat "leveling" penulis yang secara alamiah terbentuk dengan sendirinya.Â
Ada yang paling jago dan mature, ada yang menengah (dan ini pasti sangat banyak jumlahnya), tetapi ada pula yang masih tergolong debutan.Â
Terhadap kedua jenis ini, admin Kompasiana harus mendeteksi secara cermat yang bermuara pada perlakuan (baca penawaran kesempatan) yang berbeda terhadap mereka.Â
Bagaimana misalnya Kompasianer yang sudah mature itu diberi tantangan baru untuk mengajar di kelas-kelas yang dibuka Kompasiana, baik di Akademi Menulis Kompasiana maupun di kelas virtual yang kelak akan bekerja sama dengan platform lain seperti Arkademi.com.Â
Lebih advance lagi, bagaimana Kompasiana akan menjadi sindikasi para penulis profesional yang bisa digerakkan untuk berbagai kebutuhan dan di belakangnya ini bisnis besar.
Pertanyaannya, siapkah para pemangku Kompasiana menghadapi tantangan besar ini?
Selamat berkompasianival!
Bintaro, 8 Desember 2018
***