Mohon tunggu...
Pepih Nugraha
Pepih Nugraha Mohon Tunggu... Jurnalis - Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016.

Gemar catur dan mengoleksi papan/bidak catur. Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016. Setelah menyatakan pensiun dini, hari-hari diisi dengan membaca, menulis, mengajar, dan bersosialisasi. Menulis adalah nafas kehidupan, sehingga baru akan berhenti menulis saat tidak ada lagi kehidupan. Bermimpi melahirkan para jurnalis/penulis kreatif yang andal. Saat ini mengelola portal UGC politik https://PepNews.com dan portal UGC bahasa Sunda http://Nyunda.id Mengajar ilmu menulis baik offline di dalam dan luar negeri maupun mengajar online di Arkademi.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Nenek Moyang Anak Pasangan Ray Sahetapy-Dewi Yul Ini adalah "Minke"

29 Maret 2018   11:23 Diperbarui: 29 Maret 2018   20:04 2138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Putra pasangan Ray Sahetapy dan Dewi Yul ini ternyata generasi kelima tokoh pers ternama Tirto Adhi Soerjo. Bisu dan tuli, tetapi Surya sangat komunikatif.

Pengakuan bahwa dirinya merupakan keturunan kelima tokoh pers dan kebangkitan nasional Raden Mas Djokosomono Tirto Adhi Soerjo (1880-1918) cukup mengejutkan di saat dia menyela penjelasan saya. Si penyela tanpa kata-kata terucap itu bernama Panji Surya Putra. Nama panggilannya Surya. Anda mungkin masih belum paham sosok lelaki "good looking" ini kalau belum menyebut nama Ray Sahetapy dan Dewi Yul. Surya adalah salah satu anak dari pasangan pesohor ini.

Mengapa Surya menyela pemaparan saya tanpa kata-kata terucap? Ya, karena dia bisu. Bagaimana Surya bisa memahami seluruh pemaparan saya di depan forum padahal dia juga tuli? Melalui penerjEmah bahasa isyarat! Di meja Surya ada Sylva dan Mada, dua penerjemah bahasa isyarat yang terus bekerja menerjemahkan paparan saya.

Di meja yang sama, ada Ricendy Januardo (Cendi) dan Mukhanif Yasin Yusuf (Hanif), juga bisu dan tuli. Cendi hampir sama dengan Surya yang berkomunikasi lewat bahasa isyarat, sedang Hanif yang kini menuntut ilmu Strata 2 UGM difabel tuli dan gagu, tetapi masih bisa bicara meski terbata-bata.

Jika Surya dan Cendi menggunakan Sylva dan Mada selaku penerjemah bahasa isyarat, Hanif menggunakan bantuan juru ketik "Gundala" bernama Adhi yang mengetik semua ucapan secepat Gundala berlari. Semua ucapan saya ditranskrip dalam sebuah laptop tanpa melihat lagi papan ketik dan Hanif membaca hasil ketikan Adhi secepat saya bicara, nyaris tanpa jeda waktu.

Mada dan Sylva, penerjemah bahasa isyarat (Foto: Pepih Nugraha)
Mada dan Sylva, penerjemah bahasa isyarat (Foto: Pepih Nugraha)
Semua "kejanggalan" ini saya temukan untuk pertama kali dalam acara Australia Award yang berlangsung selama tiga hari di Hotel Double Tree, Jakarta, bekerja sama dengan Kedutaan Besar Australia di Jakarta. Acara ini dimaksudkan sebagai pembekalan terhadap 22 peserta (19 diantaranya difabel) yang menerima beasiswa studi singkat kepemimpinan dan organisasi dan praktik-praktik manajemen untuk organisasi penyandang disablitas tahun 2018. Maknanya, ini kegiatan berkala.

Baca Juga:  Benarkah Wakil Gubernur Jawa Barat di Pilgub 2018 Jatahnya Santri?

Pemateri lain selain saya adalah Prof Michele Ford yang sangat fasih berbahasa Indonesia sehingga Anda akan mengira dia orang Indonesia kalau tidak melihat sosoknya, juga Imogen "Imi" Champagne yang membawakan materi  bercerita melalui media sosial. Imi yang sempat belajar bahasa di UGM ini masih sangat belia tetapi sudah berani berbicara dalam bahasa Indonesia saat menyampaikan materinya.

Tiga dari 22 peserta itu bertugas sebagai pendamping saat ke-19 difabel berkunjung ke Sydney, Australia, selama dua minggu dan peserta dikenalkan pada salah satu kota inklusi terbaik di dunia yang ramah kepada disabilitas seperti rambu-rambu lalu-lintas bersuara, trotoar berhuruf braille, dan jalan khusus untuk pengguna kursi roda.

Selama di Sydney, peserta dilepas sendiri, dibiarkan untuk survive mengatasi semua kendala dan berhasil.

Sebagai pemateri, saya senang jika peserta memotong paparan saya, pertanda ia mengikuti arah pembicaraan. Ketika itu saat membawakan materi penulisan "storytelling", saya menjelaskan perjuangan saya membaca buku Bumi Manusia dan tiga buku lainnya yang menjadi "tetralogi" paling meleganda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun