Mohon tunggu...
Dodi Mawardi
Dodi Mawardi Mohon Tunggu... Penulis, Writerpreneur, Pendidik, Pembicara

Penulis kreatif sudah menghasilkan puluhan buku, antara lain Belajar Goblok dari Bob Sadino dan Belajar Uji Nyali dari Benny Moerdani. Selain aktif menulis, juga sebagai dosen, pendidik, dan pembicara bidang penulisan, serta komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kembali ke Pena untuk Menjemput Makna di Sekolah Alam Cikeas

23 Mei 2025   07:34 Diperbarui: 23 Mei 2025   07:34 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Sekolah Alam Cikeas

 

Kembali ke Pena untuk Menjemput Makna di Sekolah Alam Cikeas

Di tengah hingar-bingar zaman digital, ketika layar menjadi jendela utama dunia, Sekolah Alam Cikeas memilih untuk melangkah melawan arus. Tidak untuk mundur, melainkan untuk melompat lebih jauh. Berpijak kuat pada tanah yang nyata, bukan pada layar yang semu.

Bayangkan sebatang pena yang dulu setia menemani tangan-tangan kecil menari di atas kertas. Kini, pena itu seperti makhluk tua yang kesepian, terpinggirkan oleh sentuhan dingin layar sentuh. Tapi tidak di Sekolah Alam Cikeas. Di sinilah si pena kembali bersuara. Di sinilah kertas tak hanya menjadi alas, tapi panggung utama bagi imajinasi.

Mulai dari jenjang paling dini (Playgroup/PG, TK, hingga SD) gadget tidak diberi ruang sejak berdiri pada 2006 lalu. Seperti tanaman yang membutuhkan tanah yang murni untuk tumbuh kuat, anak-anak pun diberi ruang alami untuk berkembang tanpa gangguan digital. Mereka menggambar dengan krayon, menulis dengan pensil, dan berhitung dengan jari serta hati. Suara daun, tarian batang pohon, dan desir angin, serta kicauan burung, berorkestrasi dengan huruf, angka, dan gambar yang terbentuk.

Di jenjang SMP dan SMA, penggunaan gadget mulai diperbolehkan, namun hanya secukupnya. Amat terbatas. Fokusnya tetap sama: back to manual, back to mindful. Jiwa mereka tak boleh kering oleh teknologi. Hati mereka tak boleh keras akibat lempeng padatan timah dan tembaga. Mereka harus tetap kaya rasa dan makna.

Mulai tahun ini, semua tugas, ulangan, dan catatan dilakukan dengan tangan. Ya, tangan yang bergerak membentuk huruf-huruf bukan hanya untuk menyampaikan makna, tapi juga membentuk karakter. Karena menulis dengan pena itu bukan sekadar menggores tinta. Ia adalah proses menyulam pikiran, menyusun logika, dan merangkai emosi.

"Writing by hand activates the brain in ways that typing does not," ujar psikolog pendidikan Virginia Berninger dari University of Washington. Ia meneliti bahwa menulis manual membantu mengembangkan pemikiran kritis, daya ingat, dan kemampuan membaca. Dalam sebuah studi yang diterbitkan Psychological Science, anak-anak yang menulis dengan tangan menunjukkan hasil belajar yang lebih tinggi dibanding mereka yang mengetik.

Bukan hanya penelitian, negara-negara maju pun telah memutar haluan. Finlandia, Norwegia, dan Jepang misalnya, mulai membatasi penggunaan gadget di kelas dasar dan mendorong kembali pembelajaran berbasis tulisan tangan. Di Perancis, pemerintah bahkan melarang gadget di sekolah-sekolah dasar. Dunia mulai sadar: terlalu banyak layar, terlalu sedikit jiwa.

Sekolah Alam Cikeas menangkap sinyal ini lebih awal. Kami percaya bahwa teknologi adalah alat, bukan tuan. Maka kami ajarkan anak-anak untuk menyambut kemajuan tanpa kehilangan akar. Menulis dengan tangan bukan sekadar aktivitas masa lalu. Ia adalah jalan pulang bagi masa depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun