Mohon tunggu...
Dodi Mawardi
Dodi Mawardi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Writerpreneur, Pendidik, Pembicara

Penulis kreatif sudah menghasilkan puluhan buku, antara lain Belajar Goblok dari Bob Sadino dan Belajar Uji Nyali dari Benny Moerdani. Selain aktif menulis, juga sebagai dosen, pendidik, dan pembicara bidang penulisan, serta komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kenapa IPM di Kabupaten Terpencil Ini Lebih Tinggi daripada Indonesia?

27 Maret 2020   17:11 Diperbarui: 27 Maret 2020   17:25 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kabupaten ini satu dekade lalu masih mendapatkan cap sebagai daerah 3T (Terpencil, Terpinggir, Terisolasi) atau 3T lainnya (Tertinggal, Terluar, Terdepan). Kedua status 3T itu sama-sama negatif. Menunjukkan suatu wilayah yang kondisinya jauh dari sejahtera, miskin, dan minim fasilitas atau terpelosok berada di tapal batas wilayah Indonesia dengan negara tetangga.

Akan tetapi sejak 2017 lalu, statistik menggambarkan kondisi yang berbeda. Kabupaten ini berubah 180 derajat. Jumlah orang miskin berkurang drastis dari sekitar 15% menjadi kurang dari 8%. Harapan hidup warganya meningkat, menunjukkan naiknya level kesehatan. Dan semakin banyak warga yang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Daya beli warganya juga naik signifikan. Seluruh data itu terangkum dalam suatu parameter yang disebut sebagai Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

IPM adalah standar yang diterapkan oleh organisasi dunia UNDP (United Nation Development Programme). Sudah berlaku sejak tahun 1990, yang diadopsi dari sistem pengukuran pembangunan hasil karya seorang ahli asal Pakistan. Indonesia lumayan berhasil dalam hal IPM, karena setiap tahun selalu meningkat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), IPM Indonesia terus naik selama rentang waktu 2010-2019. Pada 2010, IPM Indonesia 66,53, sedangkan pada 2017 naik menjadi 70,81. Pada 2018, IPM Indonesia naik lagi menjadi 71.39 dan 2019 menjadi 71,92.

Nah, kabupaten terpinggir yang satu ini, dalam tiga tahun terakhir berhasil melewati angka IPM Indonesia. Artinya, IPM mereka berada di atas rata-rata. Padahal, sebelumnya mereka selalu berada di urutan terbawah dan di bawah rata-rata. Lonjakannya boleh dikatakan luar biasa. Sejak 2017 itu, IPM kabupaten terisolasi itu sudah bisa melewati seluruh rata-rata IPM provinsi kecuali DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Riau, dan Sulawesi Utara. Salah satu provinsi di Pulau Jawa, yaitu Jawa Timur, juga terlewati. Luar biasa bukan?

Kabupaten itu adalah Malinau di Kalimantan Utara, suatu wilayah tingkat dua hasil pemekaran dari Kabupaten Bulungan pada 1999 lalu. IPM Malinau sejak 3 tahun lalu (2017 -- 71,23, 2018 -- 71,74, dan 2019 -- 72,06), sudah lebih tinggi dibanding rata-rata IPM Indonesia, rata-rata IPM Kalimantan Utara, dan juga IPM kabupaten induknya yaitu Bulungan. 

Di Kalimantan Utara, hanya Kota Tarakan yang ber-IPM lebih tinggi dibanding Malinau. Wajar, karena Tarakan sudah jauh lebih maju dan terkenal kaya sejak lama. Meski tak menutup kemungkinan, dalam satu dekade ke depan, Malinau pun akan melewati Tarakan.

Ada Apa Dengan Malinau?

Kita pantas bertanya apa gerangan yang terjadi di kabupaten tersebut, sehingga mampu meningkatkan IPM dengan drastis? Tidak mungkin hanya melakukan pembangunan biasa, seperti yang dilakukan pemerintah daerah lain. Masih banyak daerah lain yang IPM-nya mandek, atau naik serba sangat sedikit dan lambat. Bahkan, masih banyak kabupaten/kota lain yang sebelumnya setara dengan Malinau, kini tertinggal jauh. Pasti ada sesuatu di sana!

Menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), terdapat sejumlah cara untuk meningkatkan IPM. Dalam hal ini, meningkatkan IPM sama dengan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Bappenas selalu menyampai cara ini kepada pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.

Pertama, meningkatkan angka harapan hidup warga. Artinya, tingkat kesehatan masyarakat harus naik. Pemerintah wajib menyediakan sarana dan prasarana kesehatan sesuai standar. Rasio kesehatan harus diperbaiki mulai dari rasio fasilitas rumah sakit/puskesmas, rasio jumlah kamar dan tempat tidur pasien, sampai rasio jumlah dokter.

Kedua, meningkatkan level pendidikan warga. Program melek huruf, literasi, sampai wajib belajar untuk rakyat harus terus meningkat. Semakin lama warga bersekolah berarti semakin naik levelnya, mulai dari PAUD, TK, SD, sampai perguruan tinggi. Antara angka harapan sekolah dan kenyataan, harus semakin dekat.    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun