Mohon tunggu...
Sibodoh pengetahuan
Sibodoh pengetahuan Mohon Tunggu... -

Ada jarak yang nikmat antara tidak tahu dan tahu. Baik mengetahui sesuatu maupun ketidak tahuan mengetahui sesuatu merupakan anugerah Tuhan yang harus di syukuri. Tidak ada yang sia sia dari ciptaan Tuhan

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Ahok-Anies: Bantahan Toleransi dan Intoleransi

18 Maret 2017   05:06 Diperbarui: 18 Maret 2017   16:00 655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : JPNN.com

Pilkada DKI memasuki babak akhir pertempuran. Ibarat pertarungan di koloseum, gladiator sudah mulai kehabisan tenaga tapi masih semangat menyerang menggunakan senjata. Tentu saja senjata Gladiator di koloseum berbeda dengan senjata di Pilkada.

Kalau senjata di Koloseum berupa pedang kapak dan alat berbahaya lainnya, maka senjata di arena Pilkada adalah permainan kata dan program kerja. Bahkan isu dan fitnah diracik sedemikian rupa sehingga menghasilkan senjata ampuh untuk membunuh karakter lawan sebelum memasuki arena.

Mari kita berfikir kritis menggunakan akal sehat dan logika waras, lupakan dulu kepentingan Pilkada yang membuat kita saling mencaci dan memaki. Bahkan tak jarang salah satu dari kita di bully. Silahkan flashback sejenak apa yang dihidangkan oleh 2 masterchef di Pilkada Jakarta, jadi fokus kita pada apa, bukan siapa. Perhatikan apa yang di bawa, bukan siapa yang membawa.

Sudahkah anda melihat apa yang dihidangkan gladiator pertama, mohon maaf gladiator pertama kita memang ahli dalam menghidangkan sesuatu, maka jangan heran sekarang beliau sedang menuai berkah dari apa yang dihidangkannya di kepulauan seribu.

Gladiator yang pertama juga terkenal karena keganasannya, mengapa demikian? Kok bisa tahu ganas orang pertarungan baru saja dimulai. Jangan bertampang polos seolah mata mandadak minus, jangan bertingkah tuli seakan tak mendengar jeritan warga pinggir kali. Come on, wake up guys.

Next kita saksikan bersama gladiator yang kedua, tidak ganas seperti yang pertama tapi tegas membawa perubahan, jelas menawarkan solusi bukan ilusi. Dengan gaya bertarung tidak seperti gladiator pada umumnya menggunakan keganasan dalam menyerang lawan. Gladiator pendatang baru ini tidak menyerang tapi merangkul. Baginya kalau ingin menguasai arena koloseum tidak perlu dengan menyerang apalagi sampai melukai gladiator lain, cukup diajak kerjasama. Maka jangan heran jika sekelas Nelsen Mandela mengatakan “If you want to make peace with your enemy, you have to work with your enemy. Then he becomes yor partner”.

Saya rasa sudah cukup perkenalan gladiatornya, sekarang kita lanjut senjata masing-masing gladiator (gladiator pertama = Ahok VS Gladiator kedua = Anies). Bagi sahabat yang belum mengerti silahkan baca ini sejenak  

diera kemajuan teknologi ini senjata pun bisa berbentuk digital. Artikel tadi memberikan fakta bahwa Ahok memiliki senjata lebih banyak dari pada Anies. Lewat dunia maya Ahok membeli banyak senjata untuk melawan Anies. Memang bagaimana cara menyerang lewat dunia maya? Lebay amat mana bisa memukul dan menyakiti kalau cuma didunia maya.

Eits nanti dulu bro, ini Pilkada, mainnya bukan polos lagi tapi oplosan. Mari sedikit mikir kenapa sampai Ahok membeli banyak senjata untuk dunia maya, yah betul sekali untuk meraup suara dari penggemar sosmed. Senjata tersebut dimainkan di sosmed untuk mensosialisasikan program, baik Ahok maupun Anies saya yakin melakukan ini. Tapi jangan lupa berita diatas tadi menyebutkan pasukan eh maksudnya senjata Ahok lebih banyak dari pada senjata Anies yang pada ahirnya banyak senjata digunakan untuk hal tidak semestinya. Senjata yang harusnya digunakan untuk sosialisasi program ahirnya digunakan untuk menyerang Anies langsung. Iya menyerang langsung, menyerang dengan membunuh karakter Anies, menyerang dengan memainkan isu-isu untuk menjatuhkan langkah anies dan bahkan menyerang dengan hoax dan fitnah.

Isu yang pertama yang digunakan pasukan ini adalah isu toleran dan intoleran (tidak tolaran/anti toleran). Loh kok jadi pasukan bro? iya soalnya senjata ini sudah bergerak sendiri, senjata yang tadi buat promosi dan sosialisasi sudah memiliki kehendak sendiri membuat lawan seperti dikebiri.

Kunjungn Anies ke Habib Riziq, pertemuan dengan Bahtiar Nasir menjadi santapan empuk pasukan Ahok membombardir Anies dengan sebutan kaum intoleran. Anies dianggap sudah bersekongkol dengan kelompok teroris radikal yang anti toleran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun