Mohon tunggu...
solehuddin dori
solehuddin dori Mohon Tunggu... -

Pengamat berbagai masalah sosial, politik, budaya dan ekomomi, yang berpikiran jernih dan bebas kepentingan apapun. Ingin melihat Indonesia yang maju dan sejahtera.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jadi Sasaran Tembak UU Pilkada, Bukti SBY Masih Disayang Rakyat

30 September 2014   15:13 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:57 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hak rakyat dicabut oleh DPR. Itulah hal penting yang sekarang ramai diperbincangkan. Publik marah. Publik kecewa. Dan yang menjadi sasaran kemarahan adalah SBY. Padahal, yang menjadikan Pilkada tidak langsung bukan SBY melainkan Koalisi Merah Putih yang terdiri dari Gerindra, Golkar, PAN, PPP, dan PBB, minus partai Demokrat. Dalam voting, yang memenangkan Pilkada tidak langsung adalah partai-partai dalam Koalisi Merah Putih. Bukan Demokrat, apalagi SBY. Seharusnya yang dihujat pubik adalah partai-partai anggota Koalisi Merah Putih.

Pertanyaannya, kenapa sebagian publik justru menjadikan SBY sebagai sasaran tembak? Kenapa presiden yang dihujat habis? Kenapa sebagian rakyat begitu marah kepada SBY? Kenapa mereka tidak memarahi Koalisi Merah Putih? Kenapa sebagian publik itu tidak menghujat Prabowo, Aburizal Bakrie atau Hidayat Nur Wahid?

Jika Anda belajar psikologi massa, pasti sudah bisa mendapatkan jawabannya. Sebagian publik sudah tidak peduli kepada partai Koalisi Merah Putih. Bahkan sebagian publik juga tidak lagi mau peduli kepada pentolan partai-partai itu termasuk Prabowo, Bakrie atau Nur Wahid. Ketika seseorang tidak peduli lagi kepada orang lain, maka sudah dipastikan orang itu tidak lagi sayang kepada orang tersebut. Boro-boro sayang, memperhatikan saja tidak. Tandanya sayang adalah ketika ada apa-apa dengan orang tersebut, maka dia akan memperhatikannya. Dia akan menginvestasikan waktu dan tenaganya untuk memberikan perhatian.

Saya melihat bahwa harapan rakyat kepada Demokrat dan khususnya SBY begitu besar, dalam hal UU Pilkada. Sebagian publik yakin bahwa Pilkada akan tetap langsung, karena masih ada harapan pada Demokrat dan SBY. Ketika harapan besar itu muncul dan menguat, ternyata yang terjadi sebaliknya. Maka… harapan itu berubah menjadi kekecewaan, dan kemarahan. Ibarat seorang pria yang diberi harapan oleh seorang wanita, tapi ketika ditembak malah menolak. Kecewa berat. Ketika kecewa berat itu, sejumlah hal mungkin terjadi. Apakah dukun bertindak, apakah melakukan tindakan kekerasan, atau mungkin saja dianya yang frustrasi lalu gantung diri.

Rakyat dan publik adalah sekumpulan massa yang heterogen. Sikap atas kekecewaan itu beragam. Ada yang marah-marah tak tentu arah, sumpah serapah di facebooknya, di twitternya dan sebagainya. Ada juga yang menumpahkan kekecewaannya lewat tulisan di blog atau webnya. Mungkin juga ada yang frustrasi lalu mengurung diri di kamar, he he. Atau ada yang mencari-cari ki Joko Bodo dan Gendeng Pamungkas untuk menyantet pihak yang mengecewakannya.

Jadi, SBY pasti memahami kekecewaan publi tersebut, sehingga dalam sepekan terakhir, SBY mencari cara untuk meredam kemarahan publik. Apalagi dia sendiri tidak setuju dengan Pilkada lewat DPRD. SBY adalah produk demokrasi, produk pilpres langsung pertama dalam sejarah Indonesia. SBY pun sejauh ini – sebelum UU Pilkada diketuk 0 sudah membuktikan dirinya sebagai presiden yang demokratis. Selama dia memimpin tidak ada pencederaan terhadap demokrasi. Bahkan ketika dia dihujat seperti sekarang pun, SBY tidak pernah menjalankan kebijakan kekerasan terhadap publik. SBY memahami dan menyadari alam demokrasi. Rakyat boleh marah, boleh kecewa, boleh kesal, asal tidak dilakukan dengan cara anarkis dan chaos.

Seperti dikatakan SBY sendiri dalam peringatan hari Pers beberapa waktu lalu, bahwa pers yang keras dalam mengkritik justru membantu dirinya terhindar dari hal-hal negatif dalam berkuasa. Pers seperti terus memelototinya dalam bertugas, sehingga dapat membantu mengurangi kesalahan dalam bersikap dan bertindak. Tentu apa yang dilakukan oleh sebagian publik yang marah kepada SBY, adalah bentuk rasa sayang publik yang secara tidak sadar, masih mereka pendam untuk SBY. Publik masih menaruh harapan besar kepada SBY. Mereka investasikan waktu, tenaga dan pikiran untuk memarahi SBY.  Termasuk saya kali ya, karena hobi menulis, ya sikap saya tuangkan dalam tulisan ini. Butuh waktu, tenaga dan pikiran untuk menulis artikel ini, hehe...

Kalau publik tidak lagi berharap kepada SBY, tidak lagi sayang kepada SBY, mungkin mereka akan cuek saja terhadap apa yang terjadi sekarang. Seperti sikap cuek mereka kepada Koalisi Merah Putih, kepada Prabowo, kepada Aburizal Bakrie, kepada Hidayat Nur Wahid dan kepada tokoh-tokoh lainnya. Sebagian publik kini hanya peduli kepada SBY, karena mereka masih sayang kepada SBY.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun