Mohon tunggu...
Penerbit Imtiyaz
Penerbit Imtiyaz Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Saya akan post tulisan tulisan Saya Kunjungi juga web Penerbit Imtiyaz http://www.penerbitimtiyaz.com/

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kalau Jadi Pengurus NU atau Ingin Mengabdikan Diri di Lembaga Ini

19 Juni 2018   19:16 Diperbarui: 19 Juni 2018   19:30 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Mother Yes (Mbokyao) kalau jadi pengurus NU atau ingin mengabdikan diri di lembaga ini nggak usah kebanyakan ngersula alias sambat. Sudah tahu resiko berorganisasi itu-itu, kesulitannya begini-begitu, masih saja ngedumel. Berorganisasi itu bukan sekadar berkumpul, tapi adu gagasan/ide. Kalau gagasan kita belum diterima sesama anggota, maupun belum bisa dilaksanakan bersama-sama, ada dua kemungkinan: komunikasi yang buruk atau bisa juga idenya terlalu fantastis dan tidak realistis.

Dua aspek di atas semakin parah jika memiliki egoisme di atas rata-rata. Ini bisa dialami oleh mereka yang merasa hebat/menjadi orang besar. Ketika masuk menjadi pengurus NU, dia menganggap apabila pengurus lain harus tunduk-manut sama keinginannya. Kalau tidak selaras dengan keinginannya, dia mutung/sewot, akhirnya menyalahkan sana-sini. Kalau sudah menyalahkan sana-sini, nanti biasanya bakal menyalahkan organisasinya.

Akhirnya, organisasi ini dianggap begini-begitu, dinilai negatif sembari membandingkan dengan organisasi lain. Nahdliyyin dinilai minor, dianggap tidak se-wow kelompok sebelah. Akhirnya ya hanya bisa ngritik melulu tanpa bisa mengapresiasi. Orang-orang jenis ini lupa, bahwa tingkat kaderisasi di NU semakin tumbuh, baik di Jawa maupun luar Jawa. Anggota GP Ansor setahu saya juga semakin bertambah diiringi dengan tingkat manajemen dan kaderisasi yang rapi. Dakwah NU di perkotaan juga semakin membaik seiring dengan kemasannya yang disesuaikan dengan kaum urban. Perkembangan perguruan tinggi di bawah naungan NU juga banyak. Klinik kesehatan bahkan rumah sakit yang dikelola Muslimat NU juga bertambah. Unit usaha yang dikelola oleh beberapa MWC/PC NU juga tumbuh.

Di luar Jawa, banyak sekali kader-kader NU yang mbabat alas merintis pendirian pondok pesantren, madrasah, hingga kemudian pendirian ranting, MWC, hingga Cabang NU. Kritik internal itu boleh, yang tabu itu tidak tahu perkembangan organisasi ini, lalu menilai minor. Karena sudah tidak pede akhirnya minder dan selalu membandingkan dengan organisasi lain yang dianggap lebih baik. Khawatir boleh, pesimis jangan. Harus optimis. Jangan terlalu banyak ngersulo, sambat. Ya memang begitu resiko berjuang. Begitulah tantangan berorganisasi.

Kalau memang kesulitan, bahkan sampai tekor fulus, saya selalu ingat apa yang dipesankan oleh Ketua PCNU Surabaya, Mas Dr. H. Achmad Muhibbin Zuhri, "Kalau kita berjuang di NU, lantas rekening tabungan kita kosong gara-gara hal ini, atau bahkan kita mulai berhutang karenanya, maka percayalah, Allah akan mengirimi kita rizki dari jalan yang tidak kita kira."

Saya percaya dan sudah membuktikannya. Bagaimana dengan anda?

ditulis oleh Rijal Mumazziq Z Posted by Penerbit imtiyaz,http://penerbitimtiyaz.com/ Direktur Penerbit imtiyaz. Oleh: Rijal Mumazziq Z (Ketua Lembaga Ta'lif wa Nasyr PCNU Kota Surabaya)

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun