Mohon tunggu...
Pendeta Sederhana
Pendeta Sederhana Mohon Tunggu... lainnya -

Sederhana itu adalah sikap hati. Hati adalah kita yang sesungguhnya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Benarkah Orang Kaya Sukar Masuk Sorga?

9 Juni 2016   08:25 Diperbarui: 14 Juni 2016   13:05 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Uang kertas. Sumber: www.suaranews.com

"Adalah lebih mudah bagi seekor unta masuk lubang jarum, daripada orang kaya masuk sorga." Anda pernah mendengar perkataan ini? Tentu, anda tidak akan pernah bisa membayangkan seekor unta masuk ke lubang jarum, sekalipun itu seekor unta anakan. Itu mustahil dan tidak akan pernah terjadi.

Apakah itu berarti orang kaya tidak mungkin masuk sorga?

Nah, demikian juga mereka yang mendengar perkataan itu, sangat kaget dan syok setelah seorang muda yang sangat kaya diminta untuk menjual segala miliknya dan membagi-bagikannya kepada orang-orang miskin sebelum mengikut Yesus ( Luk 18:22). Ia sangat sedih karena ia sangat kaya, ia tidak rela kehilangan hartanya dengan menjual dan membagi-bagikannya kepada orang-orang miskin. Ia beranggapan bahwa ia pasti akan jatuh miskin dan melarat jika hartanya yang ada dan sangat banyak itu diberikan kepada orang lain.

Pernahkah anda mendengar perumpamaan tentang seorang bendahara yang tidak jujur?  Jika belum, bisa dibaca kisahnya di Luk 16:1-9. Dalam kisah itu diceritakan: Ada seorang kaya yang mempunyai seorang bendahara. Kepadanya disampaikan tuduhan, bahwa bendahara itu menghamburkan miliknya. Lalu ia memanggil bendahara itu dan berkata kepadanya: Apakah yang kudengar tentang engkau? Berilah pertanggungan jawab atas urusanmu, sebab engkau tidak boleh lagi bekerja sebagai bendahara.

Kata bendahara itu di dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat? Tuanku memecat aku dari jabatanku sebagai bendahara. Mencangkul aku tidak dapat, mengemis aku malu. Aku tahu apa yang akan aku perbuat, supaya apabila aku dipecat dari jabatanku sebagai bendahara, ada orang yang akan menampung aku di rumah mereka. 

Lalu ia memanggil seorang demi seorang yang berhutang kepada tuannya. Katanya kepada yang pertama: Berapakah hutangmu kepada tuanku? Jawab orang itu: Seratus tempayan minyak. Lalu katanya kepada orang itu: Inilah surat hutangmu, duduklah dan buat surat hutang lain sekarang juga: Lima puluh tempayan.
Kemudian ia berkata kepada yang kedua: Dan berapakah hutangmu? Jawab orang itu: Seratus pikul gandum. Katanya kepada orang itu: Inilah surat hutangmu, buatlah surat hutang lain: Delapan puluh pikul. Tentu masih banyak lagi debitur yang tidak disebut, kalau hanya mengurusi dua debitur, tak perlulah tuan kaya itu mempekerjakan seorang bendahara untuk mengurusi kekayaannya.

Di akhir kisah, walau tahu apa yang dilakukan oleh bendahara tersebut, tuan kaya itu tidak marah, tetapi justru memuji bendahara yang tidak jujur itu, karena ia telah bertindak dengan cerdik. 

Bahkan dalam poin selanjutnya, kisah ini dicatat untuk membuka hati dan pikiran kita bahwa ternyata orang-orang yang kita anggap "tidak beragama" bisa lebih cerdik dari pada mereka yang mengaku beragama dan bertuhan dalam hal mamon atau uang. Lalu kita pun diminta supaya mengikat persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kita diterima di dalam kemah abadi.

++++++++++

Tindakan yang tidak jujur dalam hal keuangan bukan merupakan tema yang hendak disampaikan dalam artikel ini, tetapi bagaimana seharusnya kita memandang dan memperlakukan uang atau kekayaan.

Perbedaan antara orang muda yang sangat kaya dalam kisah yang pertama dengan bendahara yang tidak jujur ini terletak pada sikap hati mereka terhadap uang atau kekayaan. Yang pertama menganggap bahwa apa yang dimilikinya yakni uang dan hartanya adalah segalanya, dan itu sepenuhnya miliknya. Hatinya melekat atau diletakkannya pada hartanya, sehingga ia tidak mau kehilangan semua hartanya itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun