Mohon tunggu...
Pendeta Sederhana
Pendeta Sederhana Mohon Tunggu... lainnya -

Sederhana itu adalah sikap hati. Hati adalah kita yang sesungguhnya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sukses yang Sesungguhnya

2 Juni 2016   21:02 Diperbarui: 2 Juni 2016   21:21 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden RI, sumber foto: tribunnews.makassar

Arti kesuksesan bagi setiap orang sangat bisa berbeda antara satu dengan yang lain. Keberhasilan biasanya berbicara tentang nilai. Apa yang paling bernilai bagi seseorang, maka sukses bagi orang tersebut akan ditentukan oleh berhasil tidaknya ia mencapai apa yang dianggapnya bernilai itu.

Bagi seseorang, bisa saja harta dan kekayaan yang menjadi ukuran kesuksesan. Bagi yang lain bisa jadi jabatan atau kekuasaan. Untuk yang lain, yang paling bernilai mungkin saja kehormatan dan pengakuan. Dan ada juga yang mengejar pencapaian dalam bidang ilmu pengetahuan, baik dengan maupun tanpa gelar akademis.

Kesemua ukuran itu terbangun dari semangat zaman, apa yang menjadi keinginan dan impian orang kebanyakan dimasanya. Dan sangat mungkin semangat zaman ini berubah, dan tidak sama antara masa yang satu dengan masa berikutnya.

Di masa kini, semangat zaman kita yang paling dominan adalah bagaimana supaya kita bisa memiliki dan menguasai banyak hal. Bisa itu harta benda, jabatan, kehormatan, pengakuan atau nilai diri. Walaupun kita tidak pernah mempertanyakan dengan sungguh-sungguh untuk apa semua itu kita dapatkan, namun kita seakan tidak mau, jika kita kehilangan kesemuanya itu, terlebih bagi kita yang memiliki kesempatan dan kemampuan untuk mendapatkannya.

Ketika kita berhasil mendapatkan bagian terbesar dan menyisakan sedikit untuk orang lain; bahkan bila perlu tidak menyisakannya sama sekali. Ketika kesempatan itu  bagian terbesar dan yang terbaik hanya boleh  untuk kita dan tidak bagi  yang lain; kitapun bangga bila berhasil memanfaatkan bahkan mencuri kesempatan, sekalipun itu seharusnya milik orang lain.

Lalu kitapun senang, dan mengucap syukur kepada Tuhan. Tidak lupa memberi sedekah dan beramal  dan berterima kasih kepada mereka yang telah berdoa untuk keberhasilan kita. Kita pun memuji Tuhan yang telah menolong kita, sehingga kita berhasil mengambil kesempatan dan bagian orang lain dan Tuhan memberikannya untuk kita.

Lalu, kita membuat acara syukuran dan mengundang rekan, tetangga, anak yatim, hingga rohaniwan untuk mendengar kisah bagaimana kita bisa berhasil dengan doa, dan pertolongan Tuhan. Dan merekapun turut senang sambil memanjatkan doa supaya kita semakin berhasil  dan mendapatkan lebih banyak lagi.

Berhasil itu sebenarnya adalah ketika kita memperoleh dan melakukan  apa yang menjadi bagian kita, sesuatu yang memang diperuntukkan bagi kita sesuai dengan kapasitas kita. Bagian kita ini tentu peruntukannya adalah untuk kita, bukan apa yang diperuntukkan bagi yang lain namun  kita paksakan mengambilnya dari orang lain. 

Peruntukan ini tentu bukan sesuatu yang kebetulan atau datang begitu saja. Tidak ada hal yang kebetulan, walaupun sepertinya banyak hal terlihat seakan-akan datang dan terjadi secara kebetulan, namun tentu tidak demikian. Untuk segala sesuatu ada alasannya. Dan tidak ada yang terjadi begitu saja di bawah matahari. 

Ada tatanan atau hukum yang mengatur segala sesuatu, sekalipun tidak bisa dipahami, dijangkau dan dijelaskan oleh nalar. Tetapi percayalah, tidak ada yang namanya kebetulan! Untuk segala sesuatu ada alasannya, dan tugas kita lah untuk mencerna dan memahaminya.

Demikian juga bahwa ternyata kita menganggap kerhasilan itu adalah segalanya tentang kita. Tentu tidak demikian. Keberhasilan itu bukanlah tentang kita semata, tetapi bagaimana supaya tatanan yang ada berjalan dengan  semestinya. 

Misalnya jika satu hektar sawah bisa menghidupi 4 KK, namun ketika apa yang dapat dihasilkan oleh satu hektar tersebut dikuasai oleh 1 KK yang lebih kuat dan lebih berkuasa, maka tatanan yang ada tidak berjalan dengan semestinya. Kemudian akan berlanjut ke penyimpangan selanjutnya, ketika ada yang menyimpan banyak dan melebihi jumlah yang diperlukannya, sementara ada yang hanya mendapat sedikit dan kurang dari apa yang diperlukannya bahkan bisa saja tidak mendapat sama sekali.

Demikian juga jika satu hektar tadi hanya dikuasai dan dikerjakan oleh 1 KK, sementara 3 kk yang lain tidak mengerjakan apa-apa, maka ini juga membuat tatanan tidak berjalan dengan semestinya. Jika 4 kk mengerjakannya bersama-sama, sangat bisa jumlah yang dihasilkan 100 karung, namun ketika hanya satu kk yang menguasai dan mengerjakannya maka hasil yang diperoleh tidak maksimal dan hanya 50 karung.

Demikianlah keberhasilan itu menjadi keliru  jika diartikan adalah segalanya tentang kita. Akan banyak terjadi penyimpangan dan pelanggaran terhadap tatanan yang ada. Penyimpangan ini terjadi ketika kita salah dalam mengartikan kesuksesan, kemudian makin menyimpang ketika kita salah atau keliru dalam menilai dan menempatkan diri kita.

Ada banyak hal yang semestinya lebih bermanfaat jika ada pada orang lain, namun kita memaksakannya untuk diri kita. Ada jabatan atau pekerjaan yang lebih efektif jika dipegang atau dikerjakan oleh orang lain, namun ambisi kita sedemikian besar sehingga kita memaksakannya untuk kita, bahkan seringkali dengan cara-cara yang tidak benar.

Kita pun menjadi terbiasa dan terlatih untuk bisa memanfaatkan situasi dan keadaan, mencari kesempatan, bahkan menciptakan kesempatan dengan cara-cara yang tidak benar. Kita sangat bangga jika kita berhasil mencuri kesempatan dan kita beranggapan bahwa kita sedang beruntung dan menyebutnya nasib baik. Kita puas jika berhasil menyingkirkan orang lain, bahkan sekalipun kita sangat tahu dan sadar bahwa mereka yang kita singkirkan sebenarnya jauh lebih pantas dan lebih baik dari kita. 

Namun kita harus menyingkirkannya, karena kita tidak rela bila orang tersebut menjadi sukses. Kita mau kitalah yang sukses, keberhasilan itu adalah untuk kita. Walaupun kita sangat tahu tidak cukup alasan bagi kita untuk mendapatkannya, bahkan kita sangat sadar jika "kesuksesan" itu kita paksakan menjadi milik kita, maka akan terjadi banyak penyimpangan selanjutnya, karena memang tatanan yang ada tidak menghendaki kita ada di posisi itu. 

Begitulah keadaannya  jika kita mengeraskan hati dan memaksakan diri. Sesuatu yang dipaksakan tentulah tidak baik, karena yang namanya pemaksaan pastilah menyimpang dari apa yang semestinya. 

Tentu bukan berarti bahwa kita lantas pesimis lalu tidak melakukan apapun. Kita harus menempa atau keadaan yang menempa kita untuk menjadi kita kelak. Jika kita menghendaki jadi pemimpin, maka kita harus menempa diri kita dengan apa yang ada, untuk bisa menjadikan kita kelak seperti apa yang kita kehendaki. Demikian juga dengan situasi atau keadaan yang ada, harus kita kelola sedemikian rupa untuk menempa kita menjadi seperti apa yang kita kehendaki. Dan tentu, jangan lupa untuk bisa menilai diri kita dengan benar, tidak melampaui dan juga tidak kurang dari yang semestinya.

Itulah sejatinya keberhasilan, ketika kita mengenal siapa kita. Potensi dan talenta yang ada pada kita, dan mengelolanya sedemikian rupa untuk semaksimal mungkin mendatangkan kebaikan. Dan bukan tentang kita semata, dengan mengumpulkan dan menghabiskannya untuk kita semata, namun bagaimana supaya kita turut mengerjakan segala sesuatu berjalan menurut tatanan yang ada dengan semestinya.

Memahami hal ini akan membantu setiap kita untuk tidak pernah iri, dan mengingini apa yang bukan milik kita. Menjauhkan kita dari sifat serakah dan dengki atas keberhasilan dan pencapaian orang lain. Kitapun akan terpacu menempa diri kita untuk menjadi dan mencapai apa yang kita kehendaki dengan cara-cara yang baik dan tidak menyimpang. Kita pun akan terbiasa untuk bisa menghargai orang lain, dan mengakui kelebihan mereka yang memang nyata-nyata lebih baik dari kita.

Itulah sukses yang sesungguhnya, ketika kita berhasil mengenali diri kita dengan segala potensi dan talenta yang ada, mengelolanya dengan baik dan benar untuk menjadikan segala hal menjadi lebih baik. Bukan mengambil bagian atau kesempatan orang lain dan membuatnya menjadi bagian dan kesempatan kita dengan kelihaian, dan kesempatan yang ada pada kita, dan kemudian menggunakannya  untuk kepentingan dan kesenangan kita.

Tidak ada sesuatu hal yang kebetulan, bahkan saat kita jatuh sekalipun, itu bukan suatu kebetulan. Dan untuk segala sesuatu ada alasannya, termasuk kesuksesan. Percayalah, bagian kita tidak pernah kurang dan tidak cukup sehingga kita harus mengambil bagian orang lain! Pencipta tidak mungkin salah menentukan jumlah yang menjadi bagian setiap kita, kita lah yang mungkin salah menilai diri kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun