Mohon tunggu...
Pendar Bintang
Pendar Bintang Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger and MomPreneur

- CO Founder of Dezavo Indonesia, World Best Hospitality Company - A Blogger based in Bali - A Mommy with Full of Beautiful Surprised IG : @Pendarbintang Email : h.hanila@gmail.com Blog: hanilacorner.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Ketika Menganggur Menjadi Sebuah Pilihan

18 November 2019   13:49 Diperbarui: 18 November 2019   14:06 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di timeline FB dan Twitter, teman-teman mengatakan tingginya tingkat pengangguran. Katanya, lapangan pekerjaan yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah pencari kerja.  Dengan latar belakang seperti ini, sewajarnya para pencari kerja jadi mendapatkan lebih banyak pilihan, akan memilih terbaik dari yang terbaik. Bebas pokoknya!

Lha, akan tetapi dari sisi pengusahanya juga mengelukan susah sekali mencari karyawan. Lowongan itu sudah dipasang berbulan-bulan akan tetapi posisi kosong belum ada yang mengisi. Aduh, bagaimana sih ini? Katanya, "siapa yang mau melamar kalau bla bla bla, persyaratan terlalu tinggi, gaji terlalu rendah, bla bla bla...wajar ga ada yang mau melamar".

Boleh saya bicara dari sisi pengusahanya?

Kami ingin sekali menggaji karyawan dengan sangat tinggi, memberikan semua tunjangan yang mereka harapkan seperti pegawai negeri kalau bisa. Tapi, kami realistis dengan beberapa hal jika kami pasang gaji terlalu tinggi:

Pertama: Kami berjuang demi dapat survive, di tengah kemahalan bahan baku, lesunya pasar, dan cost-cost lain yang kadang memaksa kami harus benar-benar realistis dalam mengeluarkan cost atau pengeluaran.

Kedua: Terkadang, para pelamar meminta gaji tinggi akan tetapi saat ditanya apa skill-nya mereka sendiri tidak  yakin dengan skill yang dimiliki. Mereka tidak yakin apa yang bisa mereka lakukan buat perusahaan.

Ketiga: Saat kami menawarkan probition period, dengan gaji UMK karena merasa pendidikan tinggi mereka menolak. Jadi, mereka memiliki patokan sendiri untuk gaji yang seharusnya mereka dapatkan. Padahal setelah Probition kalau emang kerja bagus ya gaji ditambah.

Keempat: Mereka memiliki standard tinggi pada akhirnya ya harus bersabar untuk mendapatkan sesuai dengan standard mereka, jadi tidak boleh mengeluh karena memang lapangan pekerjaan yang banyak tersebar di sana bukan kriteria ideal mereka.

Karena kami realistis, ya kami mendingan mempekerjakan mereka yang mau belajar dari NOL di mana yang awalnya digaji UMK dengan proses akhirnya bisa mendapatkan berlipat-lipat. Karena pada realitanya, apa yang kita dapat seringnya berbanding lurus dnegan usaha dan skill kita.

Saat saya mencari kerja, saya tidak begitu pemilih karena saya hanya lulusan D1 akan tetapi tetap memilih juga, karena meskipun hanya D1 saya membekali diri saya dengan belajar banyak skill sehingga banyak sekali panggilan kerja yang masuk. Bukan bermaksud sombong, saya hanya ingin mengatakan untuk saat ini "Lowongan Kerja" yang tersedia luas saat ini ternyata lebih mementingkan "SKILL" daripada ijazah. Maka saran saya, saat sekolah sesungguh-sungguhlah sehingga apa kita benar-benar mendapatkan ilmunya bukan sekedar ijazah.

Jadi, sambil menunggu pekerjaan ideal itu datang pada kita alangkah baiknya kalau kita belajar agar memiliki skill tambahan atau mungkin mencoba membuka peluang lain alih-alih menunggu lowongan kerja. Apalagi di era digital seperti sekarang ini, menganggur menjadi sebuah pilihan. Kenapa? karena sebenarnya kesempatan mendapatkan pekerjaan terbuka lebar di mana-mana. Entah itu kerja ikut orang, freelance atau sebagai entrepreneur. 

Dari semua kesempatan yang terbuka lebar sekarang yang kita butuhkan ketekunan dan kesabaran. Ayo kita ciptakan keberuntungan kita sendiri dan jangan memilih jadi pengangguran!

Salam Hangat,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun