Mohon tunggu...
Y S Margana
Y S Margana Mohon Tunggu... Wirausaha -

Yamaha Semakin di Depan, Tapi Dump Truck Tak Bisa Dilawan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Alasan Tenun Printing Dinilai Miring

29 Agustus 2015   06:10 Diperbarui: 29 Agustus 2015   06:10 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="P"][/caption]

Pada postingan kali ini, saya akan membahas topik tentang kain tenun print. Dewasa ini, Industri modern berskala produksi masif mulai melirik potensi kain tenun. Motif tenun yang terkesan etnik serta memiliki warna menarik kini mulai diminati oleh pencinta kain tradisional. Sehingga pabrik tekstil skala besar pun berlomba-lomba membuat kain tenun tandingan yaitu tenun print. Namun kemunculan tenun print juga beriringan dengan komentar miring terhadapnya.

Jauh sebelum kain tenun print beredar, kita sudah mengenal lebih dahulu batik print yang muncul dari produsen tiongkok. Berbagai sikap resisten dan polemik muncul khususnya di lingkungan pemerhati, pengrajin kain tenun dan batik asli. Sebab metode print pada tenun dinilai bukan warisan budaya bangsa. Berikut berbagai alasan yang mendasari pemikiran tersebut:

Teknik Pembuatan

Tenun print sebenarnya tidak bisa disebut kain tenun. Mungkin lebih cocok disebut kain biasa yang bermotif tenun. Sebab tidak ada proses menenun yang sama seperti dilakukan oleh penenun kain tradisional asli. Mulai dari mencari kapas, memintal benang, pencelupan warna, hingga penggunaan alat manual yang berkesan handmade.

Pabrik tekstil besar biasanya membuat softcopy motif lalu mencetaknya pada selembar kain yang juga dibuat oleh mesin pabrik. Warna pada kain print sangat mencolok dan terang. Tidak hanya itu corak motifnya terlihat sangat presisi. Berbeda dengan rasa handmade pada tenun asli. Antar corak bisa memiliki perbedaan jarak dan ukuran.

Faktor Ekonomi

Nah kalau yang ini curhatan yang saya dapatkan dari seorang rekan penghasil sarung tenun ATBM (alat tenun bukan mesin). Menurutnya, sejak bermunculannya kain tenun print permintaan akan sarung tenunnya menjadi lesu. Karena, harga tenun print bisa lebih murah empat kali lipat dibanding sarung tenun asli. Saat ini beragam motif tenun asli yang diakomodasi menjadi motif pada tenun cetak. Sehingga banyak yang beranggapan hal tersebut mematikan para pengrajin tenun khususnya skala kecil.

Merusak Nilai Budaya

Beragam motif kain tenun memiliki makna di tiap daerahnya.Bahkan Bahkan ada budaya di Lombok yang mewajibkan wanita harus pandai menenun sebelum bisa menikah. Atau di Sulawesi yang para wanitanya harus menenun kain sendiri untuk diberikan kepada calon suami. Proses pembuatan dan nilai makna dibalik motif itu lah yang menjadi sakral. Dikhawatirkan kemunculan tenun print membuat nilai budaya yang terkandung dapat luntur tertelan modernisasi.Nah Nah, sobat pencinta tenun jadi tahu kan kalau tenun print itu dianggap miring. 

Sumber artikel dari website tas tenun kasual boyanese bags www.boyanesebags.com 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun