Opini masyarakat terkait larangan mudik lebaran mulai menuai protes, disaat bertemu dengan saudaranya dikampung untuk silaturahim dilarang, lewat virtual malah boleh, disisi lain ada kebijakan piknik di obyek wisata dibolehkan.Â
Ada yang mencoba berargumentasi kalau tanggal yang ditentukan dilarang mudik, berarti sebelum dan sesudahnya bisa pulang duluan, sehingga tidak dipantau secara Prokes.Â
Pastinya kepentingan beda-beda inilah yang menyebabkan kebijakan mudik ditetapkan, termasuk kalau nanti berpotensi pada penyebaran virus covid-19, belum lagi masih ditemui sebagian warga juga ad yang sudah divaksin dan belum di vaksin.Â
Tahun yang lalu sebagian masyarakat sudah mentaati aturan pemerintah yakni tidak mudik karena pandemi covid-19, dan ini akan kita temui lagi pandemi yang hingga sekarang belum berujung.
Pemerintah pun harus mengamankan kebijakan ini untuk mengurangi penyebaran virus, walaupun sudah ada vaksin Anti virus untuk kekebalan namun belum tentu mereka tidak terpapar virus ini.Â
Sedikit berbeda sikap warga antara awal munculnya virus covid-19 ini, dibandingkan dengan situasi sekarang ini. Masih banyak yang beranggapan bahwa setelah divaksin lalu tidak mematuhi Prokes, namun ada juga yang mematuhinya.
Kebijakan tidak mudik, bagi pengusaha otobus jelas merugi, karyawan harus dapat THR, tapi bus yang dimiliki tidak bisa beroperasi, karena jika dilanggar pun banyak pernak pernik yang harus dilaluinya, dan membikin para supir juga harus berpikir ulang, mau lewat TOL juga banyak aturannya, apalagi lewat jalur biasa, tentunya sikap tegas daerah yang dilaluinya akan terjadi dan bagi masyarakat juga merasakan ketatnya pengamanan di pintu masuk perbatasan kab/kota.
Covid membikin masyarakat jadi berpolemik, maklum virus yang tidak terlihat tapi sedikit banyak berimbas pada warga yang manula, termasuk juga bagi remaja yang sudah terpapar virus ini. mudik jadi musmet kalau begini.Â