Mohon tunggu...
bahrul ulum
bahrul ulum Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer Brebes Community (KBC) - Jawa Tengah

Apa yang ditulis akan abadi, apa yang akan dihafal akan terlepas, ilmu adalah buruan, pengikatnya adalah tulisan, ikatlah dengan kuat buruan mu itu. (KBC-01)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pilkada Bisa Jadi Cluster Baru karena Banyak Mobilisasi

14 September 2020   12:32 Diperbarui: 14 September 2020   12:35 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pilkada 2020 ( Ilustrasi (Dok.Okezone))

Potensi mobilisasi dengan melibatkan satu orang dengan orang lain, bisa saja berpotensi menjadi cluster baru covid-19, untuk memutus mantai rantai covid ya WFH atau isolasi mandiri, dibandingkan membatasi pertemuan atau malah memberikan himbauan mematuhi protokol kesehatan. 

Virus itu tidak mengenal itu orang kaya atau orang miskin, tahunya kalau ada yang terpapas covid-19 maka semua serba ribut, bahkan panik, untuk tidak panik ya caranya hanya dengan isolasi mandiri atau mengurangi aktivitas untuk bertemu, jika mau intens ketemu ya menggunakan komunikasi saja lewat handphone, atau lewat virtual bukan dengan tatap muka. 

Bagi daerah yang sedang melakukan pesta demokrasi seperti Pilkada atau pemilihan kepala daerah Bupati/wakil bupati tentunya butuh ekstra kerja keras apalagi dalam situasi pandemi covid-19 ini.

Belum lagi situasi pandemi semakin naik, ada kenaikan jumlah pasien covid-19 termasuk mereka yang terpapar, daerah yang awalnya zona hijau, seiring perkembangan waktu berubah menjadi zona kuning, merah. Pastinya daerah harus memaspadai beberapa persoalan ini. 

Pengkondisian pertemuan pastinya sangat dibutuhkan bagi para calon kepala daerah, bagaimana dia akan dikenal orang banyak, jika kemudian tidak tatap muka, kalau mau pakai fasilitasi zoom meeting, kesiapan masyarakat belumlah maksimal, masih banyak terkendala pada dunia digitalisasi, apalagi mereka yang sudah tahap lansia, dengan latar belakang pendidikan adalah tamatan SD/Belum tamat, padahal mereka itu punya hak untuk memilih calon yang akan dipilih.

Komisioner KPU dan Bawaslu pun harus menjadi contoh dalam penyebarluasan informasi termasuk bagaimana memaksimalkan potensi SDM yang ada dan bagaimana cara mendistribusikan kotak suara, padahal dibutuhkan mobilisasi, kalau hanya pakai masker saja atau sesering mungkin cuci tangan pakai sabun atau hand sanitezer, terkadang juga tidak dipatuhi, karena untuk bisa sadar membutuhkan sebuah proses yang ada, pastinya akan banyak cluster baru dari dampak pesta demokrasi yang ada. 

Contoh misalkan saat pelipatan, saat perhitungan, ataupun saat pengiriman logistik dan juga saat perhitungan di tingkat Desa, Kecamatan dan Kabupaten, tentunya membutuhkan saksi baik dari saksi partai, maupun saksi lainnya dan mereka sekian jam harus tatap muka dan memonitor suara sah dan tidak sah untuk dilaporkan. Belum lagi saat tahap kampanye di sejumlah Kecamatan atau Desa, wah jelas sangat berpotensi sekali. 

Tentunya akan menjadi persoalan serius ketika ada penundaan pilkada, termasuk saat pilkada itu tetap dilakukan, karena khawatir dengan covid-19 masyarakat juga enggan untuk datang, lebih baik memilih sehat dibandingkan datang kemudian terpapar covid-19, disatu sisi pesta demokrasi harus tertib sesuai jadwal, hanya dengan kebijakan nasional lah untuk melakukan kebijakan apakah ditunda atau dilanjutkan karena berefek pada mobilisasi dan penganggaran termasuk bahaya jika ada cluster baru yang muncul. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun