Mohon tunggu...
bahrul ulum
bahrul ulum Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer Brebes Community (KBC) - Jawa Tengah

Apa yang ditulis akan abadi, apa yang akan dihafal akan terlepas, ilmu adalah buruan, pengikatnya adalah tulisan, ikatlah dengan kuat buruan mu itu. (KBC-01)

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Pasar Tradisional Tetap Menjadi Spot Utama Belanja Lebaran

9 Juni 2018   11:19 Diperbarui: 9 Juni 2018   11:59 866
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pasar Tradisional Plumbon/Doc Pribadi

Sahabat kompasiana, THR Kompasiana edisi hari ini bertema spot belanja lebaran paling pavorit di bulan ini, menurut penulis pilihannya adalah pasar tradisional. 

Siapa lagi yang mau mengangkat perekonomian warga jika setiap belanja lebaran tidak ke pasar tradisional atau dipasar Induk Kabupaten/Kota. 

Segala jenis kebutuhan rumah tangga, dapur, kasur, sandang, hingga kebutuhan sekolah dan juga parcel untuk THR karyawan atau juga untuk sanak saudara, tersedia di pasar tradisonal, bahkan tidak ada Pajak atas barang yang dibeli, dan harga yang ditentukan pun sesuai dengan kemampuan kita. 

Pilihan ke dua adalah pasar modern bisa ke indomaret atau alfamart ataupun supermaket milik pribumi, dan pilihan ketiga adalah Mall di kota yang dikunjungi bila kita mudik, bisa juga mall terdekay yang parkirnya luas dan sambil mendampingi anak untuk bermain di fasilitas yang ada. 

Kenapa pasar tradisinal menjadi daya tarik warga?

Bertemunya penjual dan pembeli dan ada barang yang ditawarkan paling mudah diakses adalah pasar desa atau pasar tradisonal, prepegan warga jelang lebaran pun di pasar tradisional, misalkan beli pandan, beli keperluan bunga untuk simbah yang sudah meninggalkan kita, dan  eli ketupat beserta beras dan juga kebutuha kita saat lebaran, ada di pasar tradisional. 

Bawa yang Rp 100 ribu saja sudah percaya diri dan bisa tawar menawar lagi, jika sudah kenal ya bisa utang dulu, apalagi jika pedagangnya masih kerabat, maka bisa bayar di rumahnya saat dana yang kita pesan ternyata kurang. 

Pesan telor asin atau telor ayam broiler misalnya, bisa pesan dan antarkan ke rumah, bahkan kita bisa titip dagangannya dulu ke pedagangnya jika barang yang dibawa cukup berat, nanti saat mau pulang tinggal minta bantuan tukang ojeg atau becak untuk ambilkan dagangan yang sudah kita bayarkan. Begitu simpelnya kalau kita datang dan beli di pasar tradisional. 

Tanpa barcode, tanpa tempelan harga dan tanpa ada kasir, karena kita bisa nawar barang yang dibeli langsung ketemu dengan pemiliknya, mau bayar cash atau tempo tergantung kesepakatan antara pembeli dan pedagang. 

Bayangkan, jika kita ke pasar modern seperti indomaret dan alfamart maka kita harus lihat dulu harga, kemudian stok tersedia atau tidak, bayar ke kasir, jika hutang tidak bisa apalagi harus nawar, potongan pun bisa ada jika ada kebijakan dari pemilik pasar modern. Uang yanv kita bawa tidak bisa sedikit, malu jika beli cuma satu datang ke indomaret atau alfamart.

Pasar tradisional ini bisa menjadi pondasi kuat ekonomi lokal, dan imbasnya terjadi kesejahteraan ekonomi warganya meningkat, beda dengan pasar modern, maka margin keuntungan dinikmati oleh pemodal besar dan cara mengangkat ekonomi lokal tidak cepat, kecuali stok barang di pasar modern berasal dari barang milik petani atau umkm di wilayahnya, seperti halnya pola inti plasma. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun