Mohon tunggu...
bahrul ulum
bahrul ulum Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer Brebes Community (KBC) - Jawa Tengah

Apa yang ditulis akan abadi, apa yang akan dihafal akan terlepas, ilmu adalah buruan, pengikatnya adalah tulisan, ikatlah dengan kuat buruan mu itu. (KBC-01)

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Sampai Kapan Nelayan Nusantara Lepas Dari Derita Kemiskinan

30 Januari 2018   21:13 Diperbarui: 30 Januari 2018   22:08 1373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Simbol Nelayan Tradisional/Foto Erry Pratama Putra

Menarik jika menganalisa sebuah kemiskinan penduduk, berbagai versi data tersandingkan baik ditingkat Nasional, Provinsi maupun di Kabupaten? Ada peta sebaran kemiskinan masing-masing kab/kota berdasarkan kategori warna yakni merah, kuning dan hijau. 

Namun betulkah klasifikasi yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah itu benar-benar warganya berada digaris kemiskinan. Apakah mereka miskin karena kultur, struktur atau kebijakan. 

Namun kali ini, penulis sengaja ingin mencoba melihat kemiskinan dari mata pencaharian Nelayan Nusantara ini, kenapa mereka hingga kini  terlilit derita kemiskinan, padahal sumber daya alamnya begitu luar biasa potensinya, mestinya alam yang ada ini mampu mensejahterakan masyarakat pesisir, khususnya nelayan. Akan yang terjadi nasib nelayan tradisional semakin lama semakin tak beruntung. 

Secara teoritis, sebenarnya ada tiga hal yang menjadi penyebab utama kemiskinan nelayan, yakni secara alamiah (kondisi lingkungan sumberdaya), kultural (budaya), dan struktural (keberpihakan pemerintah). Dari ketiga penyebab itu, masalah struktural merupakan faktor penting dan paling dominan, sehingga sangat diperlukan kebijakan pemerintah yang berpihak pada kehidupan masyarakat nelayan, khususnya nelayan kecil (tradisional). 

Dengan demikian, kontinuitas keberpihakan pemerintah yang diejawantahkan dengan program-program pemberdayaan harus tetap digalakkan sesuai Bab IX Undang-undang Perikanan yang baru. Tentu saja, kebijakan yang ditujukan pada masyarakat nelayan harus disesuaikan dengan karakteristik masyarakat serta karakteristik sumberdaya (geografis)-nya.

Dalam tataran praktis, nelayan miskin karena pendapatan (income) nya lebih kecil dari pada pengeluaran untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga dan diri nya dalam kurun waktu tertentu.  Sejauh ini pendapatan nelayan, khususnya nelayan tradisional dan nelayan ABK dari kapal ikan komersial/modern (diatas 30 GT), pada umumnya kecil (kurang dari Rp 1 juta/bulan) dan sangat fluktuatif alias tidak menentu.

Secara teknis, pendapatan nelayan bergantung pada nilai jual ikan hasil tangkap dan ongkos (biaya) melaut.  Selanjutnya, nilai jual ikan hasil tangkapan ditentukan oleh ketersediaan stok ikan di laut, efisiensi tekonologi penangkapan ikan, dan harga jual ikan.  

Sedangkan, biaya melaut bergantung pada kuantitas dan harga dari BBM, perbekalan serta logistik yang dibutuhkan untuk melaut yang bergantung pula pada ukuran (berat) kapal dan jumlah awak kapal ikan.  

Selain itu, nilai investasi kapal ikan, alat penangkapan, dan peralatan pendukungnya sudah tentu harus dimasukkan kedalam perhitungan biaya melaut.  

Kenapa nasib mereka selalu tidak beruntung, Pertama, banyak nelayan yang kini melakukan usaha penangkapan ikan di wilayah-wilayah perairan laut yang stok SDI (sumber daya ikan) nya mengalami overfishing (tangkap lebih).  

Kedua, pencemaran laut, perusakan ekosistem pesisir (seperti mangrove, terumbu karang, padang lamun, dan estuari) yang semakin dahsyat, dan perubahan iklim global ditenggarai menurunkan stok (populasi) SDI. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun