Mohon tunggu...
Tommy Patrio Sorongan
Tommy Patrio Sorongan Mohon Tunggu... Penulis - Bocah Kaliabang Dukuh Bekasi

Bukan ahli macem-macem... menulis hanya untuk mempertanyakan sesuatu yang dilihat dan dirasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tukang Bangunan dan Rasa Lelah yang Dibayar dengan 150 Ribu

8 Juli 2020   10:47 Diperbarui: 10 Juli 2020   22:58 3137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sistem harian memiliki kelebihan, yaitu tukang harus bekerja terus tanpa ada kesempatan menganggur. Untuk mengefisienkan pekerjaan tukang, Anda harus menyiapkan terlebih dahulu material serta gambar teknik yang menerangkan apa saja yang perlu diganti, dirobohkan dan dibangun. (www.shutterstock.com)

Saya melihat sendiri bagaimana mereka menempatkan kusen di posisi yang tepat dengan tingkat presisi yang tinggi. 

Banyak alat-alat sederhana seperti selang air, mistar, dan meteran yang digunakan agar supaya kusen yang dipasang itu sejajar dengan bata dan semen yang akan ditempatkan di sisi kusen itu. Hal itu sulit kawan-kawan, butuh pengalaman dan jam terbang yang tinggi.

Lingkungan kerjanya pun menurut saya tidak sehat. Para tukang yang memakai peralatan seadanya ini harus bekerja di antara debu-debu hasil bongkaran serta puing-puing yang mungkin mengandung paku di dalamnya. 

Coba bayangkan menghirup debu bongkaran dalam situasi yang panas di bawah terik matahari langsung, mengangkat puing-puing ini dengan hanya beralaskan sendal jepit, serta naik keatap rumah tanpa alat yang aman? Taruhannya badan bos. Hebatnya lagi semua itu mereka lakukan dengan semangat yang tinggi tanpa mengeluh.

Kalau Jatuh Gimana Coba?? (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Kalau Jatuh Gimana Coba?? (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Tidak putus sampai di situ, saya mulai berpikir tentang kondisi kerja para tenaga kerja Blue Collar lainnya di Indonesia. 

In the name of profit and efficiency, banyak standar keamanan yang diabaikan sehingga mengancam si pekerja itu sendiri. Maka itu wajar bila hal ini membuat kesejahteraan pekerja pun selalu dalam kondisi yang minim. 

Coba kita lihat beberapa contoh tentang abainya kita tentang keselamatan pekerja. Pada November 2017 terjadi ledakan di pabrik petasan di Kosambi, Tangerang yang menewaskan kurang lebih 50 orang pekerja. 

Penyebab hilangnya nyawa 50 manusia malang ini sebenarnya bukan karena ledakannya, tapi karena tidak adanya emergency exit untuk keluar dari pabrik yang menyebabkan angka kematian cukup tinggi.

Dari titik ini, saya mencoba untuk merefresh memori saya pada waktu saya tinggal di Belanda dulu. Saya ingat, teman saya seorang bule Jerman waktu itu ingin memperbaiki atap rumahnya. 

Untuk itu, kami mencoba untuk memanggil tukang. Di sana, tukang-tukang itu harus Anda harus booking jauh-jauh hari karena mereka juga memiliki banyak orderan. 

Selang 5 hari, para tukang datang dengan truk berbelalai yang memungkinkan si tukang untuk naik dengan aman. Selain itu, protective gear yang muktahir seperti mask dan helm juga dikenakan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun