Mohon tunggu...
Sutrisno Penadebu
Sutrisno Penadebu Mohon Tunggu... Guru - Menulis menebar kebaikan, Menulis apa saja bila ide datang

Sutrisno dengan nama pena Penadebu, Kepala Sekolah di Babulu kabupaten Penajam Paser Utara. Menulis di beberapa media baik cetak maupun online telah menerbitkan beberapa jurnal, prosiding, dan beberapa buku. Kini menjadi pengurus organisasi profesi. Menjadi instruktur lokal dalam kegiatan menulis dan guru inti. Sutrisno dapat dihubungi di: 1. HP/Wa : 081253791594 2. Facebook : Sutrisno babulu 3. Email : sutrisnok809@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kegemaran Membaca

30 Agustus 2023   17:16 Diperbarui: 30 Agustus 2023   17:17 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: www.pexels.com 2848x4272

Kegemaran Membaca

Tadi malam, saya melakukan pencarian data tentang tingkat minat membaca di Indonesia, dan hasilnya sangat mengkhawatirkan. Data ini membuat saya merasa sedih. Ternyata, sebagian besar masyarakat Indonesia berada di peringkat terendah dalam hal membaca jika dibandingkan dengan 52 negara di Asia.

Salah satu data yang sangat mencolok adalah dari UNESCO pada tahun 2015 yang mengungkapkan tingkat kemampuan membaca anak-anak di Eropa. Rata-rata anak-anak di Eropa membaca 25 buku dalam setahun. Di negara seperti Jepang dan Singapura, anak-anak membaca antara 17 hingga 15 buku dalam setahun. Namun, di Indonesia, hanya satu dari 1000 orang anak yang memiliki minat membaca. Angka ini sungguh mengkhawatirkan.

Masalah literasi ini juga terlihat dalam kebijakan pendidikan di Indonesia. Di hampir semua negara, siswa SMA diwajibkan untuk membaca buku-buku sastra. Namun, di Indonesia, siswa SMA tidak memiliki kewajiban tersebut, kecuali sejumlah kecil sekolah elit swasta. Ini adalah tragedi, seperti yang disebutkan oleh Taufik Ismail. Tragedi ini telah berlangsung selama 63 tahun dan disebut sebagai "tragedi nol membaca."

Hal ini berarti bahwa sebagai sebuah bangsa, kita telah mengesampingkan pentingnya literasi dalam hidup kita. Kita mungkin telah fokus begitu lama pada laut dan maritim, tetapi kita juga telah memunggungi buku dan membaca begitu lama. Akibatnya, kita kehilangan akses ke banyak harta intelektual dalam kehidupan.

Bangsa besar seperti Indonesia tanpa tradisi literasi hanya akan menjadi bangsa yang terbelakang, cenderung membully, dan mudah terprovokasi. Literasi adalah kunci untuk membuka pikiran dan hati kita, memperluas imajinasi, dan memberi kita pemahaman yang lebih baik tentang dunia di sekitar kita.

Oleh karena itu, kita harus memandang buku sebagai sahabat terbaik kita. Seperti yang diungkapkan dalam ungkapan yang saya temukan, buku selalu bersedia menemani kita, memberi nasihat, membuat kita tertawa, dan bahkan kadang-kadang membuat kita menangis. Buku adalah sahabat yang tidak akan pernah mengkhianati kita. Kita harus memahami pentingnya membaca dalam kehidupan kita dan mempromosikan literasi di kalangan anak-anak dan dewasa agar kita bisa menjadi masyarakat yang lebih terdidik, terinformasi, dan berbudaya.

Babulu, 30 Agustus 2023
#Penadebu_Kegemaran Membaca

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun