Mohon tunggu...
Christian Rahmat
Christian Rahmat Mohon Tunggu... Freelancer - Memoria Passionis

Pembelajaran telah tersedia bagi siapa saja yang bisa membaca. Keajaiban ada di mana-mana. (Carl Sagan)

Selanjutnya

Tutup

Hobby

"Belajar Jurnalistik dari Humanisme Harian Kompas", Harga Sebuah Visi (Resensi)

16 Agustus 2021   12:29 Diperbarui: 16 Agustus 2021   12:33 568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Buku ini diterbitkan pertama kali oleh Penerbit Gramedia Pustaka Utama pada bulan Oktober, 2019. Berukuran 14 kali 21 cm, dengan tebal xi + 380 halaman.

Buku Belajar Jurnalistik Dari Humanisme Harian Kompas: Harga Sebuah Visi merupakan publikasi ulang atas sejumlah tulisan Sindhunata. Sebagian tulisan itu sebelumnya telah terbit di Harian Kompas, tempat di mana ia berkarya sebagai wartawan sejak tahun 1977. Sebagian lagi telah terbit dalam buku-buku kumpulan features.

Membukukan sejumlah tulisan yang berserak selama bertahun-tahun agaknya bukanlah hal mudah. Upaya ekstra untuk membongkar arsip, tentu. Tapi yang lebih menantang barangkali adalah memastikan bahwa setiap tulisan punya titik temu. Sehingga, tulisan-tulisan tersebut bisa disajikan ulang secara bersamaan dalam sebuah buku. 

Pembaca pun bisa menangkapnya dengan efektif sebagai suatu gagasan yang utuh, tidak meloncat-loncat dari satu gagasan ke gagasan lain yang jelas berbeda. Dalam rangka efisiensi penyajian serta efektivitas pembacaan inilah barangkali, beberapa tulisan Sindhunata dalam buku ini mengalami perubahan judul.

Buku ini terdiri dari 18 (delapan belas) judul besar. Mulai dari pandangan Sindhunata tentang profesi wartawan, hingga daftar pertanyaan yang patut ditanyakan seorang wartawan pada dirinya sendiri sebelum menyusun sebuah reportase yang memikat.

Tentang profesi wartawan, misalnya. Dalam tulisan berjudul Wartawan Adalah Pekerjaan Kaki, Sindhunata menegaskan bahwa seorang wartawan tak bisa hanya duduk menunggu momen besar untuk ditulis sebagai berita. 

Baginya, di samping mengandalkan pena dan otaknya, wartawan juga harus menggunakan kakinya, bepergian mencari momen. Bukan hanya momen besar, momen kecil di tengah-tengah komunitas masyarakat terpinggirkan pun layak diangkat jadi berita koran nasional. Tinggal bagaimana si wartawan menggunakan "mata hati", melihat dan menemukan sisi-sisi menarik manusia yang terlibat dalam momen itu. 

Dengan kata lain, berita bukan sekadar tentang peristiwa, tapi tentang manusia dalam setiap peristiwa. Tentang menuliskan kehidupan masyarakat marginal, Sindhunata kembali menjelaskannya dalam tulisan berjudul Menuliskan Human Interest Masyarakat Bawah.

Dalam tulisan berjudul Bukuku Kakiku, Sindhunata memaparkan betapa penting bagi setiap orang untuk terus membaca. Sebagaimana kaki menopang tubuh, demikianlah membaca bisa menopang hidup kita. Dengan "kaki yang kuat" berkat membaca itu pula kita bisa bepergian ke tempat-tempat paling menarik dan tak terduga.

Mengelaborasi tulisan ini dengan tulisan Wartawan Adalah Pekerjaan Kaki, dapat ditarik sebuah pemahaman, bahwa seorang wartawan dalam menekuni profesinya, selain menggunakan kaki, juga harus menggunakan "kaki", yakni membaca. Atau dapat juga dipahami seperti ini; pada saat-saat tertentu, tatkala seorang wartawan tak bisa menggunakan kaki dalam arti sebenarnya, maka ia bisa mengoptimalkan kakinya yang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun