Mohon tunggu...
Christian Rahmat
Christian Rahmat Mohon Tunggu... Freelancer - Memoria Passionis

Pembelajaran telah tersedia bagi siapa saja yang bisa membaca. Keajaiban ada di mana-mana. (Carl Sagan)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Rindu Kembali Normal

25 Maret 2020   19:35 Diperbarui: 25 Maret 2020   20:03 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemberlakuan kebijakan untuk melakukan segala kegiatan dari rumah akan memasuki minggu kedua. Katakanlah demikian, karena terdapat sedikit disparitas waktu dalam penerapan kebijakan ini.

Tapi, rata-rata di setiap tempat sama-sama telah melewati satu minggu bekerja dari rumah (Work From Home) dan kuliah jarak jauh dalam jaringan (Daring) bagi para mahasiswa.

Banyak cerita dan peristiwa dalam satu minggu yang telah berlalu. Mulai dari bertambahnya angka postif corona, kisruh banjir informasi soal corona, anggota DPRD yang merasa tersinggung saat hendak diidentifikasi sebagai ODP (Orang Dalam Pemantauan) corona, sentimen kelas, hingga silang pendapat antara pemerintah dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) perihal vaksin corona. 

Kalau boleh jujur, implikasi dari penyebaran Covid-19 tersebut telah turut menambah kepanikan masyarakat. Bahkan tidak hanya panik, tapi juga jengkel, geram, kecewa, dan berbagai perasaan lainnya yang barangkali tidak terungkapkan dalam situasi penuh "teror" ini.

Sebagian orang bahkan menilai implikasi tersebut sama menerornya dengan virus itu sendiri, atau setidak-tidaknya hampir menyamai teror si virus.

Pernyataan semacam itu memang tidak bermaksud menempatkan wabah corona sebagai hal sepele dan tidak mengancam. Hanya saja, orang-orang yang menyatakan demikian beranggapan dan berharap, solidaritas seharusnya dibangun dalam suasana yang optimistis. Bukan malah menyebar dan menambah ketakutan.

Dalam hal ini, yang dimaksud tentunya adalah media, pemerintah, serta sesama masyarakat. Bahkan, akhir-akhir ini di media sosial, muncul sebuah meme yang menyinggung bagaimana media membingkai (framing) virus corona menjadi sebuah cerita yang sangat menakutkan.

Lagi-lagi saya beranggapan, lelucon seperti itu tidak serta merta berniat menyepelekan ancaman corona. Melainkan mengingatkan semua orang, terutama media, agar tetap menyebar dan membangun optimisme dalam menghadapi wabah pandemi ini. Kendati masyarakat juga sadar, menulis dan memberitakan "ketakutan" akan corona sebagai sebuah fakta tetap diperlukan agar seluruh masyarakat senantiasa was-was serta menjalankan perannya untuk mencegah penyebaran virus.

It is better to die laughing than to be dead scared. Lebih baik mati tertawa, daripada mati ketakutan. Barangkali, itulah yang hendak disampaikan oleh masyarakat melalui jokes di tengah merebaknya wabah ini.

Bebal, dilema, dan sentimen kelas
Satu lagi peristiwa yang mengacak-acak emosi dalam suasana ini adalah kebebalan sebagian orang pasca diterapkannya kebijakan work from home ataupun self-isolation.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun