Mohon tunggu...
M U Ginting
M U Ginting Mohon Tunggu... -

penggemar dan pembaca Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Politik

Waspadai Terorisme

14 Maret 2019   15:59 Diperbarui: 14 Maret 2019   16:18 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Belakangan disemarakkan lagi kegiatan teroris, walaupun 'kecil-kecilan' tetapi sangat mengganggu pikiran, mengacau, menakut-nakuti publik dan memecah belah, terutama dalam situasi pilpres sekarang ini, seperti ledakan bom di Sibolga kemarin Rabu (13/3/2019) berkaitan dengan penangkapan seorang teroris.

Penggagas pecah belah bangsa ini memanfaatkan situasi polarisasi publik yang terbagi dua karena pro dan kontra capres yang dipilih. Situasi ini dimanfaatkan supaya terjadi perpecahan besar dikalangan publik Indonesia, saling bunuh sebanyak mungkin atau perang total seluruh nation.

Teringat saling bunuh 1965, saling bunuh diantara kita. Sekitar 3 juta jiwa dikorbankan (Wikipedia), dan sim sallabim . . . . triliunan dolar SDA dikeruk selama setengah abad lebih oleh penggagas pecah belah itu (perusahaan neolib NWO). Apakah mungkin kita diajak dan digiring kesana lagi?

Beda memang situasinya ketika itu (1965) dengan situasi sekarang dimana informasi dan pengetahuan mengalir cepat dan meluas ke semua publik dimana saja. Kalau dulu itu dipakai alat 'komunisme' sekarang dipakai alat 'terorisme' atau 'radikalisme'. Berkat internet dan informasi cepat itu (dari semua untuk semua), sudah menjadi terang benderang bagi publik dunia bahwa komunisme adalah hoaks terbesar dalam sejarah kemanusiaan dan bahwa communism=NWO. Karena itu juga komunisme sudah tidak laku untuk dijadikan alat pecah-belah, alat divide and conquer yang sangat ampuh pada abad lalu.

Memang masih ada juga yang pakai 'komunisme', misalnya menuduh Jokowi 'komunis', tetapi taktik ini semakin redup karena hanya dipakai untuk orang-orang yang pengetahuannya sangat jauh ketinggalan (ignorant) atau orang-orang yang tertipu oleh taktik brainwashing dan mind control. Brainwashing dan mind control selalu menggunakan false knowledge atau hoaks, seperti menggembar-gemborkan Jokowi komunis.

'Terrorism made in USA' kata prof Chossudovsky Ottawa University. Ini dikatakan oleh Chossudovsky ketika Obama di Gedung Putih, artinya ketika perwakilan the establishment (Obama) duduk di Gedung Putih.

"For too long, a small group in our nation's Capital has reaped the rewards of government while the people have borne the cost.

The establishment protected itself, but not the citizens of our country." kata Trump dalam pidato peresmiannya 2017.

Setelah Trump (sangat keras anti the establishment) ke Gedung Putih, terorisme kocar-kacir, termasuk ISIS yang buatan Obama dan Clinton itu. Di Indonesia terorisme 'kecil-kecilan' masih diteruskan karena belum ada alat divide and conquer yang lebih baik setelah alat komunisme redup. Situasi perpolitikan yang membagi dua publik Indonesia dalam pilpres 2019 memang sangat cocok untuk dimanfaatkan oleh penggagas perpecahan seperti 1965.  

Ayo seluruh bangsa ini, mari semua berpikir jernih, sadarlah bahwa perpecahan yang di'tawarkan' kali ini bukan untuk kepentingan nasional negeri kita, tetapi untuk kepentingan pemecah belah internasional seperti terjadi 1965. Pengetahuan kita sudah cukup tinggi untuk tidak mau kembali digiring ke perpecahan 1965.

Mari berdiskusi dan bermusyawarah menyelesaikan tiap soal, menuju kemajuan nation kita ini. Diskusi dan debat kepresidenan harus kita pakai untuk memajukan, bukan untuk saling bunuh seperti masa lalu dimana pengetahuan kita masih rendah sehingga gampang dikotak-katikkan oleh orang luar, oleh perusahaan/bankir internasional neolib NWO penggagas divide and conquer dunia, penggagas komunisme/marxisme.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun