Mohon tunggu...
M U Ginting
M U Ginting Mohon Tunggu... -

penggemar dan pembaca Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Politik

Marx dan Lenin Pelupa

2 Oktober 2018   21:19 Diperbarui: 9 Oktober 2018   07:57 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Anda ingin tahu apa itu komunisme. Di Indonesia banyak yang sudah melihat dan mengetahui komunisme, walaupun hakekat sesungguhnya dari komunisme, asal usulnya, masih banyak yang pengetahuannya sangat minim, karena baru dalam era keterbukaan sekarang inilah sudah bisa didapatkan pengetahuan lengkap soal komunisme itu. 

Pada era ketertutupan abad lalu, memang tidak mungkin mengetahui hakekat komunisme itu, yang boleh diketahui hanya yang indah-indahnya saja, seperti yang sangat populer misalnya ialah, bahwa dalam tahap sosialisme gaji seseorang sesuai dengan hasil kerjanya, dalam jaman komunisme gaji itu disesuaikan dengan kebutuhan seseorang. Masyarakat sama rata, tidak ada lagi penghisapan dsb dst.

Bagi yang menyukainya, komunisme atau janjinya memang sangat indah, memberi harapan, dan penyelamat bagi orang miskin terutama yang disebut kaum proletar, di Indonesia kaum buruh dan tani miskin. Bagi pemimpin yang menyukainya sangat menjanjikan, akan jadi pemimpin yang dipuja, ditakuti, dengan kekuasaan hampir mutlak. Contohnya Stalin atau Kim Jong-un (Korut). 

Semua pemimpin ketingkat bawah juga begitu, sangat hierarkis dan mengutamakan kepatuhan mutlak. Itulah daya tariknya, bagi rakyat biasa dan bagi pemimpinnya. Bagi orang komunis Indonesia maupun bagi publik yang dekat dengan partai komunis sampai 1965, pastilah bisa merasakan dan melihat sendiri keadaan ini (kedua daya tarik atau stimulasi luar biasa yang menggiurkan itu).

Kebesaran dan kejayaan Partai Komunis Indonesia mencapai puncaknya 1965, dengan berhasilnya pentrapan NASAKOM dan berhasilnya Soekarno di'jinakkan' oleh orang-orang komunis. 

Partai-partai lain sangat iri melihat perkembangan gemilang partai komunis ini, serta keberhasilannya dalam mendominasi perpolitikan nasional Indonesia. Tetapi apa saja dalam proses perkembangannya, ada puncaknya, sesuai dengan perubahan dan perkembangan kontradiksi dalam dialektika Hegel tesis-antitesis-syntesis. Proses dialektis ini terlepas dari definisi apa itu komunisme dan siapa yang menciptakannya atau untuk apa diciptakan.

Hukum-hukum perubahan berlaku dalam semua hal-ihwal, komunisme, sosialisme, maxisme, liberalisme, monarkisme, nasionalisme, radikalisme  dsb dan juga proses perubahan dalam pikiran, tidak bisa tidak harus melewati proses tesis-antitesis-syntesis Hegel itu. 

Disitulah keluar-biasaan dan kebesaran Hegel, walaupun Hegel sendiri dalam hidupnya tidak sempat mengembangkan semua pemikiran ini lebih jauh dari tingkat filsafat biasa dalam ruang akademisi saja, artinya kepraktisannya dalam kehidupan sehari-hari sama sekali tidak dikenal atau tidak diperkenalkan oleh Hegel. Zamannya ketika itu 'zaman filsafat', artinya mengembangkan filsafat dari 'ruang filsafat', dari kamar, bukan dari kancah pergolakan kehidupan publik sehari-hari.

Kegunaan praktisnya teori dialektika Hegel (tesis-antitesis-syntesis) dikembangkan sendiri oleh orang biasa, melihat langsung dari praktek kehidupan sehari-hari, terutama dalam berbagai diskusi dan debat yang melahirkan sesuatu yang baru (syntesis), atau dalam pengertian 'kontradiksi sebagai tenaga penggerak perubahan dan perkembangan'.

Kontradiksi, diskusi dan debat ilmiah, akan selalu mendorong, atau  mempercepat penemuan pemikiran/kesimpulan baru yang tadinya atau sebelumnya belum dimengerti. Contohnya, diskusi dan debat soal 'indonesia bubar 2030' telah menghasilkan informasi dan pengetahuan yang lebih luas dan mendalam soal ramalan yang seyogianya tidak terlalu berharga itu, karena hanya fiksi dari seorang pengarang fiksi.

Contoh lainnya yang juga masih kita ingat ialah awal perseteruan antara SBY dan Anas soal korupsi Hambalang. "Kalau ditafsirkan halaman buka-bukaan ya enggak apa-apa, itu bagian dari proses yang harus saya tempuh. Tapi saya tidak punya tendensi untuk menyerang orang. Apa yang disampaikan adalah sesuatu untuk mencari keadilan dan kebenaran." kata Anas di Tribunnews 2013/12/04

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun