Mohon tunggu...
M U Ginting
M U Ginting Mohon Tunggu... -

penggemar dan pembaca Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Pilpres 2019

26 September 2018   21:06 Diperbarui: 27 September 2018   12:27 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Bahwa pertarungan pilpres antara Jokowi-Ma'ruf kontra Prabowo-Sandi bisa dikatakan sudah semakin jelas bakal pemenangnya, terutama kalau dilihat dari hasil survei belakangan ini dimana pasangan nr 1 diatas 50% dan pasangan nr 2 berada diatas 20%. Jadi kekuatan dipihak masing-masing petanding pilpres ini sudah bisa diukur siapa yang kalah atau yang  

menang sebelum keduanya maju ke gelanggang pertandingan. Bagusnya dan indahnya ialah bahwa kedua belah pihak sangat yakin akan kemenangan masing-masing, tidak tergantung fakta survei. Itulah indahnya pesta demokrasi ini, apalagi kedua belah pihak sudah setuju untuk mengikuti pemilihan secara damai jujur dan adil dinyatakan dalam Kampanye Damai KPU hari Minggu 23/9 lalu.

Pertandingan kali ini memang sangat berlainan sama sekali dengan pilpres (2014) lalu dimana kedua pasangan petandingnya tidak jauh bedanya (jumlah pemilihnya). Pak Jokowi ketika itu baru pertama kali, sedangkan Pak Prabowo sudah yang ke 2 kalinya sebagai capres atau cawaperes. Sekarang ini yang ke 3 kalinya bagi Pak Prabowo. Kegagalan yang ke 3 kalinya sepertinya juga didepan mata. 

Tetapi bagi Pak Prabowo pribadi tentu tidak perlu patuhi pikiran pessimis. Maju terus pantang mundur adalah sifat yang lebih ksatria, dalam situasi yang istimewa sekarang ini, karena setidaknya meramaikan pertandingan dalam pesta demokrasi bangsa ini. Ini akan membawa keindahan tersendiri pula dalam pesta demokrasi bangsa. 

Bahkan nation ini pantasnya juga berterima kasih kepada Pak Prabowo suka rela ikut bertanding dalam memeriahkan pesta itu, walaupun statistik dan survei tidak membesarkan hati. Cobalah, bagaimana 'boring'nya kalau petahana Jokowi maju tanpa lawan? Dan akan sedikit sekali pembelajaran dari situ.

Belakangan, sesudah ada semacam 'keakuran' dimana kedua belah pihak berusaha membikin pertandingan sejujur mungkin dan juga seadil mungkin (Deklarasi Kampanye Damai), sehingga selain kalah menang bagi kedua petanding, permainan demokratis dan pencerahan demokrasi tambah luas dan mendalam. Dan itulah yang lebih penting jika dilihat dari kepentingan jangka panjang bangsa ini. Itulah keuntungan bagi nation Indonesia, peningkatan kesedaran berbangsa dan berdemokrasi. 

Dan keuntungan ini tentu tidak berlawanan dengan cita-cita murni kedua belah pihak sebagai calon-calon pemimpin bangsa (presiden). Tetapi cita-cita murni ini sering tidak terlihat dalam kenyataan sekarang, karena yang sering terlihat ialah pertentangan dan permusuhannya yang selalu dibesar-besarkan, Oleh siapa?

"America's hegemonic project is to destabilize and destroy countries through acts of war, covert operations in support of terrorist organizations, regime change and economic warfare. The latter includes the imposition of deadly macro-economic reforms on indebted countries as well the manipulation of financial markets, the engineered collapse of national currencies, the privatization of State property, the imposition of economic sanctions, the triggering of inflation and black markets."

baca tulisan prof Chossudovsky disini:

Neoliberalism and The Globalization of War. America's Hegemonic Project

Inilah yang berlaku bagi Indonesia pada tahun 1965 dan sesudahnya, dimana neolib/NWO sudah sepenuhnya menguasai Indonesia dengan memperalat Soeharto dan rezimnya. Pernyataan Chossudovsky sangat sesuai juga dengan pernyataan-pernyataan John Perkins seorang Economic Hit Men (EHM) dalam bukunya dan juga dalam ceramahnya di youtube (bisa di google saja).

Dari penjelasan prof Chossudovsky maupun John Perkins, jelaslah bahwa orang-orang Indonesia 100% sama sekali tidak ingin bermusuhan sesamanya kalau tidak ada pengacau dari luar ini (neolib/NWO). Ini jelas berlaku juga dipesta demokrasi pemilihan 2019. Pengacaunya atau penghasutnya selalu dari luar, seperti dimunculkannya pecah-belah model Saracen, Muslim Cyber Army, gerakan makar 411, 212, HTI, isu 5000 pucuk senjata, isu PKI, atau juga ejekan dari militer Australi plesetkan Panca Sila jadi 'Panca Gila', gerakan nobar film G30S PKI dst dst.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun