Mohon tunggu...
M U Ginting
M U Ginting Mohon Tunggu... -

penggemar dan pembaca Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Politik

Revolusi Sosial Berdarah

6 Maret 2018   03:58 Diperbarui: 6 Maret 2018   04:12 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, terjadi kekosongan kekuasaan/otoritas di banyak daerah Indonesia, termasuk di Sumatra Timur yang tadinya sebelum merdeka dipegang oleh para sultan dan raja-raja berbagai daerah menjadi penguasa setempat dibawah dukungan atau kerjasama dengan kekuasaan kolonial Belanda. 

Pembagian kekuasaan seperti ini sebenarnya sudah terjadi sejak hadirnya Belanda di Indonesia, bahkan banyak raja-raja daerah sudah ada sebelum Belanda hadir. Karena sehabis proklamasi 1945 itu masih berkecamuk perang kemerdekaan melawan Belanda, dan ketidakberdayaan penguasa daerah ini menghadapi gejolak kemerdekaan, dari sebagian golongan rakyat terjadilah perlawanan signifikan melawan kaum aristokrat ex perwakilan formal kekuasaan kolonial ini seperti kesultanan Deli, Serdang raja-raja daerah Karo yang disebut Sebayak.

Dalam suasana kekosongan penguasa ini, terjadilah berbagai pemberontakan/perlawanan dan pengejaran terhadap sultan-sultan, raja-raja berbagai daerah di Sumatra Timur yang disebut 'revolusi sosial berdarah' karena banyak keluarga sultan-sultan dan raja-raja daerah ini (Sebayak) ditangkapi dan dimusnahkan bersama sanak saudaranya serta orang-orang terdekatnya juga, antara lain keluarga kesultanan Serdang, raja-raja Karo yang disebut Sebayak didaerah Karo Hilir (Deli Serdang). Artikel 'Revolusi Sosial Berdarah' bisa dilihat disini: https://sorasirulo.com/

Revolusi Sosial Berdarah di Tanah Karo ini, Deli dan Serdang merupakan catatan sejarah yang penting dan akan selalu menjadi pelajaran sejarah yang pahit bagi bangsa ini dan bagi orang Karo dan Melayu khususnya. 

Revolusi Sosial tipe ini adalah turunan atau terinspirasi dari revolusi sosial berdarah Lenin 1917, yang didasari oleh teori revolusi Marxisme dan Leninisme menurut ajaran komunisme. Sedikit banyaknya peristiwa ini adalah pencerminan dari teori revolusi dan teori perubahan sosial menurut Marx dalam menentang kekuasaan kapital (juga feodal - Lenin) yang semakin kuat dalam perkembangan pesat industrialisme abad 18-19 di Eropah.

Marx mengabadikan antagonisme antara klas buruh (proletar) kontra klas kapitalis pemilik industri. Antagonisme ini menurut Marx hanya bisa diseleaikan dengan revolusi, karena secara teori, antagonisme punya solusi yang pasti, artinya salah satu dari segi-segi yang bertentangan itu harus lenyap. Dpl menghancurkan si kapitalis dan kekuasaannya, dan menindahkan kekuasaan ke tangan klas buruh (proletar). 

System ini punya semboyan internasional yaitu 'Proletar seluruh dunia bersatulah', dari situ 'internasionalisme proletar'. Dengan semboyan dan politik ini, seluruh dunia terpecah, terutama karena dimana saja akan selalu ada kaum buruh dan kapitalis dalam perkembangan kapitalisme. Dunia dan manusianya terpecah jadi dua front yang sangat luas.

Apa yang terjadi setelah revolusi Lenin 1917 (setelah pembunuhan kejam atas kaisar dan seluruh keuarganya) ialah bahwa kekuasaan di Rusia bukannya berpindah ketangan kaum buruh/proletar, tetapi pindah ketangan segelintir penguasa partai yang suaranya seperti 'suara Tuhan' terutama jelas terlihat setelah kematian Lenin apalagi dibawah Stalin. Jutaan manusia dibunuh atau dipenjarakan demi pembersihan partai dari 'infiltrasi musuh'. Praktek kekuasaan 'Tuhan partai' ini bisa juga terbaca jelas dalam buku 'Gulag Archipelago' Alexander Solzhenitsyn.

Karena sudah terbukti dan sudah banyak sekali penjelasan yang akurat di abad keterbukaan abad 21, bahwa "all wars are bankers' wars" dan juga sudah semakin jelas bagi publik dunia siapa yang dimaksud 'bankers' ini, yaitu elite neolib deep state yang punya agenda NWO (The New World Order).

NWO sejak semula telah memakai taktik dan strategi divide and conquer diseluruh dunia. Dalam pelaksanan secara praktis politik perpecahan ini, belakangan dipakai juga terorisme, narkoba dan korupsi. Dalam kegiatan narkoba, terikut juga sex trafficking, gerakan LGBT, childsex trafficking, dsb yang berkaitan dengan memanfaatkan kekuatan/energi luar biasa dalam sex.

Di Indonesia taktik divide and conquer ini telah dipraktekkan dengan sukses tahun 1965, dan kemudian terakhir juga memanfaatkan gerakan 411, 212, Saracen, HTI, Alumni 212, gerakan LGBT, gerakan 'siksa Ulama' dan baru saja kegiatan pecah belah dengan memanfaatkan internet yaitu 'Famili MCA'. Yang terakhir ini banyak miripnya dengan gerakan Saracen sebelumnya. Seperti kita sudah ketahui semua gerakan divide and conquer yang terakhir ini uga sudah berhasil ditumpas secara briliant oleh aparat keamanan negara dari pemerintahan Jokowi/JK.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun