Mohon tunggu...
Anwar Effendi
Anwar Effendi Mohon Tunggu... Jurnalis - Mencari ujung langit

Sepi bukan berarti mati

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Siapa Sih yang Sudah Siap Hidup dengan Kenormalan Baru?

27 Mei 2020   15:27 Diperbarui: 27 Mei 2020   15:22 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kenormalan baru. (foto: badanbahasa.kemdikbud.go.id)

Masyarakat Indonesia itu paling demen ribut dulu, soal mengerti permasalahan jadi nomor sekian. Apalagi sekarang zamannya media sosial (medsos), semua ingin jadi yang paling eksis.

Semua maunya mengemukakan pendapat, yang kadang berbau nyinyir, terhadap kebijakan yang digulirkan pemerintah. Tiba-tiba, semua mendadak selayaknya seorang pakar. Pembahasan melebar kemana-mana dengan segala bumbunya. Sementara pokok bahasan awal tak tersentuh secuil pun.

Demikian juga dalam menanggapi kebijakan pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang menerbitkan protokol normal baru (new normal). Sontak ribuan pendapat langsung bermunculan di medsos, baik yang mendukung mapun yang kontra.

Pihak yang mendukung, menyebut memang sudah saatnya pemerintah mulai berdamai dengan virus corona. Di sisi lain, pihak yang kontra, menuduh pemerintah terlalu tergesa-gesa mengeluarkan protokol new normal, tanpa memikirkan dampat negatif yang bakal dierima.

Padahal, kebijakan Protokol New Normal, tak perlu ditanggapi dengan segala emosi atau sebaliknya dengan segala simpati. Kalau dipahami secara seksama tidak ada yang aneh dengan kebijakan Protokol New Normal. Tidak perlu bawa perasaan (baper). Segala kebijakan, baiknya dicerna dulu, kalau sudah paham baru diaplikasikan di lapangan.

Termasuk kebijakan Protokol New Normal, arti secara harfiah pun banyak orang yang belum mengerti. Menurut penjelasan Badan Bahasa, padanan kata untuk New Normal, yakni kenormalan baru. Lebih jelasnya sebagai keadaan normal yang baru. Artinya keadaan yang normal tapi belum pernah ada sebelumnya.

Jadi ketika Kemenkes mengeluarkan kebijakan Protokol New Normal, bukan berarti keadaan di Indonesia sudah normal. Bukan berarti keadaan Bumi Pertiwi ini sudah bebas dari virus corona. Tidak bisa ditanggapi dengan, masyarakat akhirnya kembali bebas melakukan aktivitas seperti sebelum wabah corona melanda.

Ributnya sudah melebihi pakar

Tapi kenyataan di lapangan, ributnya masyarakat sudah mendahului atau melebihi para pakar. Ada yang menyebut pemerintah sudah memastikan keadaan Indonesia sudah normal. Sudah saatnya aktivitas perekonomian bangkit. Kegiatan keagamaan kembali kepada sedia kala. Sektor pendidikan secepatnya digulirkan kembali.

Keruan saja anggapan semacam itu jadi makanan empuk bagi pihak yang kurang setuju dengan kebijakan  Protokol New Normal. Mereka langsung menilai pemerintah sangat gegabah dengan mulai membebaskan aktivitas perkantoran, menyusul kegiatan jual beli di pasar hingga sektor-sektor lainnya.

Sejatinya, kebijakan Protokol New Normal mengingatkan seluruh masyarakat harus bersiap diri dengan keadaan yang normal tapi belum pernah terjadi sebelumnya. sudah siapkan melakukan hal-hal baru, yang sebelum-sebelumnya tidak pernah dilakukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun