Mohon tunggu...
Pelangi Wulan Amnirtasari
Pelangi Wulan Amnirtasari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Instagram: pelangiwulan_

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Lahan Gambut Berperan Penting dalam Perubahan Iklim

23 Desember 2022   13:45 Diperbarui: 23 Desember 2022   13:44 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Alih fungsi lahan gambut. Sumber : Wikipedia

Pelangi Wulan Amnirtasari
Prodi Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara


Pendahuluan
Indonesia merupakan negara dengan luas lahan gambut tropika terbesar di dunia, dengan luas lahan gambut mencapai 21 juta ha. Lahan gambut memiliki peran yang sangat penting dalam menopang kehidupan manusia dan makluk lainnya. Lahan gambut tidak hanya berfungsi sebagai sumber pakan dan habitat bagi berbagai mahluk, tetapi juga memiliki fungsi ekologi seperti pengendali banjir dan pengendali perubahan iklim global.
Lahan gambut memiliki sifat yang khusus, yaitu sulit untuk pulih apabila terganggu. Hal ini disebabkan oleh proses pembentukan lahan gambut dari hasil pembusukan vegetasi yang berlangsung selama ribuan tahun, sehingga perlindungan terhadap ekosistem lahan gambut penting diterapkan dengan mengelolanya secara bijak dan memperhatikan keseimbangan ekologi, melalui pengelolaan yang terintegrasi.
Pada sepuluh tahun terakhir, lahan gambut telah didrainase dan dibangun menjadi lahan untuk kelapa sawit dan hutan tanaman. Selama tahun 2000-2005 telah terjadi deforestasi lahan gambut seluas 89.251 ha per tahun di Sumatra dan 9.861 ha per tahun di Kalimantan. Deforestasi di lahan gambut terjadi pada lahan gambut yang kedalamannya 2-4 m dan sangat dalam 4-8 m (IFCA, 2007).

Peran Lahan Gambut Pada Perubahan Iklim
Perubahan iklim adalah fenomena global yang ditandai dengan perubahan suhu serta pola curah hujan. Kontributor terbesar terhadap terjadinya perubahan iklim adalah meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer seperti karbon dioksida (CO), metana (CH), dan nitrogen oksida (N O) yang konsentrasinya 2 4 2 semakin meningkat (Murdiyarso dan Suryadiputra, 2004).
Lahan gambut mengandung karbon yang sangat besar yang mempengaruhi pola iklim di muka bumi. Oleh karena itu lahan gambut harus dijaga kelestariannya dari berbagai penyebab kerusakan seperti deforestasi/konversi, kebakaran dan drainase yang menyebabkan pemadatan serta subsidensi
Sifat lahan gambut yang terkait biofisik:
1. Terjadi subsidensi apabila didrainase
2. Sifat tidak bisa pulih apabila terjadi pengeringan
3. Mudah terbakar
4. pH yang rendah (asam)
5. Miskin unsur hara makro : P dan K
6. Kekurangan unsur hara mikro : Zn, Cu dan B
Gambut memiliki kandungan karbon (C) yang besar. Hasil perhitungan oleh Matby dan Immirizi (1993) dalam Murdiyarso dan Suryadiputra (2004), gambut dunia mengandung 329-525 Gt (35% total karbon dunia). 9 Gambut di Indonesia menyimpan 46 Gt (catatan: 1 Gt = 10 ton) atau 8-14% total karbon pada lahan gambut. Dengan demikian, gambut berperan sangat penting sebagai pengaman perubahan iklim global. Jika lahan gambut ini terbakar, atau terdegradasi, akan teremisi berbagai jenis gas rumah kaca (terutama CO , N O, dan 2 2 CH ) ke atmosfer yang siap untuk merubah iklim global.

Cara Mengetahui Volume Gambut Pada Wilayah Tertentu
Ada berbagai tipe dan karakteristik lahan gambut di Indonesia, sehingga penggunaan lahan gambut harus memperhatikan ketebalan gambut, sumber penggenangan dan jenis tanah mineral di bawah gambut. Prinsip dasar menuju pemanfaatan lahan gambut yang berkelanjutan adalah (Istomo, 2008) :
1. Tanah gambut harus dipandang sebagai media tumbuh bukan bahan tambang yang dapat dieksploitasi
2. Agar fungsi perlindungan air dan proses yang terjadi secara alami, maka tanah gambut harus dalam suasana jenuh air.
3. Pohon atau hutan merupakan komponen utama yang dapat mempertahankan kesuburan dan keseimbangan karbon pada ekosistem gambut.
Untuk menduga kandungan cadangan karbon di bawah permukaan lahan gambut terlebih dahulu harus diketahui volume gambut pada wilayah tertentu dan klasifikasi tingkat kematangannya. Volume gambut dapat diketahui dengan mengalikan ketebalan lapisan gambut dengan luasan wilayah lahan gambutnya. Ketebalan gambut diukur pada beberapa titik/lokasi berbeda (agar datanya mewakili) dengan cara menusukkan tongkat kayu atau bor tanah ke dalam lapisan gambut hingga mencapai/mengenai lapisan tanah mineralnya, sedangkan luasan lahan gambut dapat diketahui dari hasil pengukuran langsung di lapangan atau dari peta dasar/tanah atau citra landsat. Tingkat kematangan/pelapukan gambut dapat diukur langsung di lapangan dengan metode sederhana, sedangkan penentuan bobot isi (bulk density) dan % C organik dapat merujuk dan berdasarkan pada hasil analisis beberapa contoh tanah gambut yang telah dilakukan di beberapa lokasi di Sumatera.
Persamaan yang digunakan dalam perhitungan tersebut adalah luas lahan gambut, kedalaman tanah gambut, bobot isi (BD) dan kandungan karbon (C-organik) pada setiap jenis tanah gambut, dengan rumus (Wahyunto et al., 2004):
Kandungan karbon (KC) = B x A x D x C
Keterangan :
KC = Kandungan karbon dalam ton
B = Bobot isi (BD) tanah gambut dalam gr/cc atau ton/m3
A = Luas tanah gambut dalam m2
D = Ketebalan gambut dalam meter
C = Kadar karbon (C-organik) dalam persen (%)

Kaitan Lahan Gambut yang Mudah Terbakar Pada Perubahan Iklim
Lahan gambut sangat mudah terbakar karena kandungan bahan organik, sifatnya yang porous dan sifat konduktivitas vertikalnya yang rendah. Kebakaran yang terjadi pada lahan gambut sangat sulit dipadamkan karena menjalar di bawah permukaan. Bara yang nampaknya sudah padam masih dapat merayap di bawah permukaan dan dapat menimbulkan kebakaran baru di tempat lain. Bara yang terdapat pada lahan gambut biasanya hanya padam apabila turun hujan lebat, oleh sebab itu kebakaran pada lahan gambut harus dicegah, dengan menghindari penyebab kecil seperti puntung rokok. Hal lain adalah tetap menjaga agar gambut tetap lembab, misalnya dengan tidak membuat saluran drainase dan membendung saluran drainase yang ada.
Seluruh kebakaran hutan gambut di Sumatera dan di daerah gambut lainnya di Indonesia, umumnya disebabkan oleh aktivitas manusia (Nicolas dan Bowen, 1999). Kejadian kebakaran tersebut didukung oleh kondisi iklim berupa kemarau panjang yang mengakibatkan keringnya tanah gambut, karena pada kondisi normal tanah gambut selalu basah dan tergenang air
Dalam kaitannya dengan perubahan iklim, lahan gambut memiliki kandungan karbon yang besar, sehingga gambut berperan sangat penting sebagai pengaman perubahan iklim global. Jika lahan gambut terbakar, atau terdegradasi, akan teremisi berbagai jenis gas rumah kaca (terutama CO , N O, dan CH ) ke 2 2 4 atmosfer yang siap untuk merubah iklim global. Dengan luas lahan gambut yang mencapai 21 juta ha dan merupakan negara dengan luas lahan gambut tropika yang terbesar di dunia, Indonesia memiliki peran yang sangat penting dalam mengatur keseimbangan iklim global. Kerusakan pada lahan gambut akibat kebakaran dan deforestasi akan memicu emisi gas rumah kaca. Upaya mencegah atau menurunkan emisi yang berasal dari pengelolaan lahan gambut yang lestari seyogyanya mendapat kompensasi yang setimpal dari masyarakat internasional. Oleh karena itu skema REDD yang sedang dalam tahap pembahasan diharapkan mampu menghasilkan mekanisme bagi peningkatan upaya konservasi lahan gambut dan mengurangi emisi sekaligus menghasilkan dana karbon yang sangat diperlukan Indonesia untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA
Sagala, A.P.S. 2004. Mengelola Lahan Kehutanan Indonesia. Yayasan Obor Indonesia.
Wahyunto, S. Ritung dan H. Subagjo. 2003. Peta Luas Sebaran Lahan Gambut dan Kandungan
Karbon di Pulau Sumatera. 1990 - 2002. Wetlands International - Indonesia Programme & Wildlife Habitat Canada (WHC). Bogor.
Effendi, E. 1998. Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan pada Areal Bergambut.
FFPMP-JICA. Palembang
Wahyunto, S. Ritung dan H. Subagjo. 2004. Peta Sebaran Lahan Gambut, Luas dan
Kandungan Karbon di Kalimantan 2000 - 2002. Wetlands International - Indonesia Programme & Wildlife Habitat Canada (WHC). Bogor.
Andriesse, J.P. 1988. Ekologi dan Pengelolaan Lahan Gambut Tropika/Nature and Management
of Tropical
Peat Soils. Diterjemahkan oleh C. Wibowo dan Istomo. 2004. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun