Mohon tunggu...
Mas Kitaro
Mas Kitaro Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam

Mahasiswa angkatan 2017 di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Money

Policy Brief: Penanganan Kemiskinan di Indonesia

15 Mei 2020   19:01 Diperbarui: 29 Oktober 2021   09:53 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: pixabay.com/id/users/geralt-9301

Kemiskinan di Indonesia merupakan fenomena sosial kemasyarakatan yang terdapat di berbagai daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Indonesia. Oleh karena itu pemerintah terus berupaya menanggulanginya melalui pelaksanaan berbagai kebijakan pemberdayaan masyarakat yang langsung menyentuh kebutuhan hidup masyarakat miskin. 

Namun, kemiskinan adalah masalah multidimensi yang berkaitan dengan ketidak-mampuan akses secara ekonomi, sosial, budaya, politik dan partisipasi dalam masyarakat Pemberdayaan yang dilakukan pemerintah memerlukan kebijakan yang komprehensif dan sinergis antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat dalam memberdayakan masyarakat miskin tersebut.

dalam permasalahan saat ini Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan persentase penduduk miskin pada September 2019 sebesar 9,22% . Jumlah penduduk miskin pada September 2019 sebesar 24,79 juta orang dengan jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan  9,86 juta dan daerah perdesaan  14,93 juta orang.  

Garis Kemiskinan pada September 2019 tercatat sebesar Rp440.538,-/ kapita/bulan dengan komposisi Garis Kemiskinan Makanan sebesar Rp324.911,- (73,75%) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan sebesar Rp115.627,- (26,25%). Pada September 2019, secara rata-rata rumah tangga miskin di Indonesia memiliki 4,58 orang anggota rumah tangga.

Berbagai upaya untuk mengentasakan kemiskinanpun telah dilakukan oleh pemerintah yang diaplikasikan dalam wujud kebijakan dan program-program baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Kebijakan bersifat langsung yaitu berupa program yang langsung diberikan kepada penduduk miskin, contoh; Program Keluarga Harapan (PKH), raskin, bansos, sedangkan kebijakan tidak langsung, Program BPJS Kesehatan, Kartu Pra Kerja, dan BOS.

Berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, Program Keluarga Harapan (PKH) yang ditujukan pada rakyak miskin masih  banyak yang salah sasaran dan data yang dimiliki pemerintah pusat jarang di perbarui sehingga masyarakat yang sudah mampu ataupun sudah meninggal masih mendapat bantuan. Dampaknya, pemeriksaan yang dilakukan Pemerintah tidak tepat terkait siapa saja yang berhak mendapatkan bantuan PKH sehingga banyak masyarakat mampu yang berpura-pura tidak mampu.

Selain itu terdapat program kesehatan, yaitu BPJS kesehatan yang diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Kekurangan dari kebijakan ini adalah sistem rujukan berjenjang membuat pasien kesulitan. 

Pasien yang ingin menikmati fasilitas kesehatan rumah sakit harus mendapatkan surat rujukan terlebih dahulu ke Faskes I seperti puskesmas, atau klinik BPJS. Surat rujukan tersebut mendapat pengecualian untuk pasien yang sedang dalam kondisi darurat. Hal tersebut bisa menjadi masalah besar jika Faskes I sibuk melayani banyak pasien, pasien yang membutuhkan pertolongan rumah sakit bisa sekarat menunggu surat rujukan tersebut.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun