Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Ketidakpercayaan pada "Nazar" Kompasianer Felix Tani Pasca Kompasianival 2021

26 November 2021   09:11 Diperbarui: 26 November 2021   09:31 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kompasianival, kompasiana.com

"Kompasianival 2021 ini adalah tonggak terakhir bagi saya.  Setelah itu, saya tak akan menulis lagi artikel kritik, baik terhadap Kompasiana, Admin K, maupun Kompasianer.  Saya juga akan membatasi diri menulis hal-hal biasa saja, sesuai hakekat hidup saya sebagai petani." (Kompasianer Felix Tani)

Saya membaca artikel yang mengharu biru, berjudul : "Kompasianival 2021, Tonggak Terakhir Untukku", yang ditulis kompasianer Felix Tani. Artikel itu saya pahami sebagai sebuah nazar seorang Felix Tani dalam berkompasiana pasca Kompasianival 2021. Disinilah titik tolak gagasan artikel saya ini dimulai. 

Saya mengenal Felix Tani sudah relatif lama. Beliau merupakan rekan satu tim saya di klub Centhirisiana FC pada liga seri A semasa kejayaan pelatih Kimberly sampai Jessica--dua sosok coach jagat liga Kompasiana paling fenomenal saat itu. Saya dan Felix Tani bangga menjadi bagian dalam fenomenalitas tersebut. 

Pada masa itu  kami pernah menggondol berbagai tropi, tanpa pernah publik ketahui karena kalau mereka tahu tropi nya digondol, maka kami kehilangan kedigdayaan dan tidak mendapatkan manisnya rasa kejayaan. Jadi kehebatan kami adalah menggondol tanpa banyak orang menyadarinya.

Posisinya sebagai gelandang, sementara saya sebagai wing back (bek sayap) yang sering tak tertangkap kamera saat menutup wajah karena mendadak penyakit saya kumat, yaitu tersipu malu disertai lutut gemetaraan. Dalam situasi dan kondisi tersebut Felix Tani akan melakukan gerakan tanpa bola di zona serang. Semua orang akan dibuat ketar-ketir. Dengan tanpa bola saja Felix Tani bisa bergerak. Apalagi bila dengan dua bola miliknya yang merupakan sumber kekuatan hakiki!

Kembali ke laptop. Saya sebut artikel milik Felix Tani itu mengharu biru karena saya sedang tak punya kata untuk menyebutkannya dengan istilah lain. Dalam penerawangan dari dalam celana, pada posisi Utara bujur Selatan, sebutan itu bisa mewakili benak-benak biru pembaca Kompasiana, menyentuh urat romantis sampai ke tulang dan sum-sum. Kalau pun ternyata tidak mewakili, aku sih rapopo...

Sulit membayangkan seorang Felix Tani hanya menulis hal-hal biasa di Kompasiana (yang dipenuhi panggung hiburan) sesuai hakekat hidupnya sebagai seorang petani. Ada banyak faktor hal itu tidak mungkin terjadi.  Satu hal penting adalah faktor kode genetik  Felix Tani yang sudah berubah karena penetrasi masif Soto Mas Karso, yang menzolimi secara romantis seorang Felix Tani dalam berkompasiana. 

Dulu Felix Tani bukanlah siapa-siapa. Beliau hanya seorang tua yang tersandera sepinya nikmat wacana utopia etnografis, sementara di luar sana begitu banyak kenikmatan duniawi Kompasiana seperti Headline (AU), K.Rewards, Kompasianival, serta sejumlah kegenitan admin Kompasiana saat menari di panggung regulasi Kompasiana yang erotis. Terciptalah erotikalisme vulgar admin Kompasiana yang membuat sebagian besar lib#d0 Kompasianer bergetar--mengharapkan sentuhan nikmat hedonisme literasi modern.

Dalam satu timeline yang sama namun pada peristiwa paralel dengan hal tersebut hadirlah Soto Mas Karso yang terlihat mengusung rasa egalitarian, namun  sebenarnya sebuah taktikal kapitalisme tingkat tinggi di arus bawah. Kekaguman Felix Tani pada rasa soto Mas Karso membuatnya menjadi transformer egalitarian yang militan, yang tanpa disadari mengubah kode genetiknya. Mitokondria literasi Felix Tani terbelit soto secara mutualistis dalam menghadapi erotika hedonis admin Kompasiana. Dari rangkaian peristiwa inilah Felix Tani kemudian "maju ke tampil dan tampil ke maju". Laksana membeli hp baru berikut dengan sinyal yang dibungkus apik.

Namun di sisi lain, Mas Karso sebenarnya seperti tak ubahnya proxy erotikalisme admin Kompasiana. Atau, jangan-jangan mas Karso itu subsistem Kompasiana beserta para adminnya. Jangan-jangan....di suatu waktu dan peristiwa rahasia : admin Kompasiana dan Mas Karso ngopi bareng sambil tertawa terkekeh-kekeh dalam ruang nikmatnya.

Segala kemungkinan bisa terjadi, dan bukan secara kebetulan mengingat jejaring kehidupan seringkali menghadirkan turunan dan integral tanpa pernah memperlihatkan wajah rumus hedonis dan kapitalistiknya. Tanpa perlu terjalin sebuah silaturahmi nepotisme atau tanpa ikatan tradisional-kulturalistik untuk sebuah jejaring masa kini.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun