Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Tips Mengurangi Kekecewaan pada Kompasiana dan Tembok Ratapan

5 September 2021   13:58 Diperbarui: 5 September 2021   14:30 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kecewa merupakan sebagian tanda cinta. Dengan kekecewaan maka cinta tidak menjadi buta. Sebaliknya, cinta selalu memberikan konsesi pada kekecewaan.

(AlPepeb)

Sebagian Kompasianer diduga kuat pernah kecewa pada  Kompasiana, sekecil apapun kekecewaan itu. Bohong kalau tidak pernah kecewa. Ingat, ada adigium "Kalau tak pernah kecewa, berarti tak pernah merasakan cinta".

Menurut hukum kecewa pasal 2222 juncto peraturan Kompasiana pasal 3 ayat 1, "Kekecewaan adalah hak segala bangsa, khususnya insan Kompasianer yang berkenan pada kekecewaan terhadap Kompasiana".

Dalam aturan penjelasannya, hukum itu secara tersirat dan tersurat menyatakan secara jelas  bahwa Kompasianer sebagai insan yang lemah, maka sebuah kekecewaan merupakan keniscayaan berkompasiana. 

Dalam berkompasiana sangat disarankan untuk pernah kecewa dan bisa menikmati kekecewaan itu secara paripurna agar terselenggara kekecewaan secara benar, tepat, dan berhasilguna pada kecintaan berkompasiana.

Jangankan Kompasianer, para admin saja pernah kecewa pada Kompasiana. Hanya saja, mereka tidak berani bersuara lantang karena sangat paham bahwa di atas langit ada langit. Sementara Kompasianer seringkali tak mau tahu ada langit di atas langit.

Kecenderungannya justru adanya langit di atas langit, Kompasianer makin ekspresif dalam merayakan kekecewaannya terhadap Kompasiana.

Namun demikian, tidak semua Kompasianer merayakan kekecewaannnya secara terbuka. Masih banyak yang melakukannya secara tertutup, misalnya di grup-grup medsos perpesanan (WA, Line, FB dan lain lainnya).

Semua itu hak mereka dalam menjalankan tata kelola kekecewaan, yang dilindungi Undang-Undang Kekecewaan Kompasiana. Umumnya cara seperti ini dilakukan komunitas Kompasianer Pemalu, dan juga para admin Kompasiana sendiri.

Bagi Kompasianer Pemalu yang dalam proses transformasi menjadi Kompasianer tidak tahu malu, atau berani malu--namun tidak begitu paham caranya-- sangat memerlukan tutorial atau tips menghilangkan kekecewaan pada Kompasiana.  

sumber gambar ; CanStockPhoto.es
sumber gambar ; CanStockPhoto.es

Dengan tutorial atau tips itu, para Kompasianer Pemalu bisa bertransformasi secara elegan, yakni ketika berada di ruang terbuka pengungkapan kekecewaan. Kalau di Israel, khususnya dalam komunitas Yahudi, terdapat Tembok Ratapan maka di Kompasiana juga tersedia tembok ratapan.

Tembok Ratapan Kompasiana termasuk ruang publik yang bersifat terbuka. Pada kondisi dan situasi terbuka tersebut, tidak semua Kompasianer Pemalu bisa langsung 'tune in' merayakan kekecewaannya. Ada yang kagok, kaku, masih termalu-malu kucing, dan sejenisnya sehingga bila tidak terkontrol saat dalam suasana kemaluannya maka  seterusnya Si Kompasianer akan malu tak terhingga, kemudian menjadi kemaluan abadi.

Adanya ke-kagok-an mereka bisa mengganggu dan mengurangi kekhusyukan para Kompasianer tak tahu malu atau Kompasianer berani malu yang sudah kapalan malu di tembok ratapan Kompasiana.

Selain itu potensi kekecewaan mereka di Kompasiana tidak bisa diekspresikan secara optimal.  Hal ini sangat disayangkan karena mereka sudah terlanjur berada di ruang terbuka tembok ratapan Kompasiana.

Ada adigium ; "Kalau nanggung bisa pusing palak, beibeh". Jadi, dikuatirkan terjadi pusing palak  komunal pada Kompasianer pemalu yang dalam kondisi nanggung.

Diharapkan dengan adanya " Tips menghilangkan kekecewaan pada Kompasiana"  bisa mencegah terjadinya hal-hal yang buruk terhadap Kompasiana dan para Kompasianer yang sedang bertransformasi, maupun Kompasianer baru yang akan meniti karir sebagai Kompasianer tak tahu malu.

--- 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun