Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Surat Terbuka untuk Kompasianer Helen Adelina

7 April 2021   08:56 Diperbarui: 7 April 2021   10:24 806
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa bila mazhab iler si Pemimpi itu satu genre dengan iler mbak Helen tentu akan memudahkan pengambilan keputusan, yakni telan aje!  Secara politis iler mbak Helen berkoalisi  secara indah dengan muncratan iler si Pemimpi.  Bila itu terjadi, tugas Mbak Helen jadi ringan, dan bisa terus melanjutkan tawa membaca Kompasiana di dalam bus. 

Tapi bila iler si Pempimpi itu berlainan ideologi, walau harus ditelan, masih diperlukan deal-deal tersendiri untuk mencapai azas keseimbangan dan mutualisme. Mbah Helen butuh waktu melakukan konsolidasi dari koalisi iler si Pempimpi dengan iler mbak Helen sendiri. Energi mbak Helen akan banyak terkuras, yang bisa mengurangi kekhusyukan membaca Kompasiana, dan juga menyebabkan selalu ingin kencing di tempat duduk.

Dalam proses konsolidasi-koalisi itu, saya kuatir mbak Helen mengalami ilusi, distorsi orientasi atau berbagai perubahan lainnya yang berujung pada keputusan kapok membaca Kompasiana.  

Turunan kapok itu bisa merugikan admin Kompasiana, dan blog Kompasiana itu sendiri karena kehilangan profesional Silent Reader sekelas mbak Helen. Efek turunan lainnya ; lagi-lagi saya dijadikan tertuduh oleh para Kompasianer dan Kompasiana karena stigma saya cowok pemalu, yakni sebagai biang rusuh berhentinya mbak Helen sebagai Kompasianer lumutan. Mbak Helen kapok, maka negeri ini akan kehilangan salah satu putra terbaiknya. Aah, semoga hal ini tidak terjadi !

sumber gambar jagad.id
sumber gambar jagad.id

Tentang Saya dan Kompasianer Felix Tani CS

Mbak Helen,  
Relasi pertemanan saya dengan Kompasianer Felix Tani dan grombolan kenthirnya merupakan sebuah rahasia besar di Republik Kompasiana. Kali ini rahasia ini saya sampaikan ke mbak Helen karena saya sudah kadung tersipu-sipu merah jingga setelah tahu bahwa mbak Helen mengingat saya. 

Secara teori kimia mistis bahwa "orang yang sudah mencapai maqam tertinggi tersipu-sipu, maka akan memberikan semua rahasia kepada pemberi tersipu itu tanpa kalkulasi ekonomi, perhitungan berat jenis kelamin, dan besaran koefisien gesekan". Saya sangat konsisten menerapkan teori hebat itu. 

Saya mohon rahasia tersebut jangan diketahui para Kompasianer lain, khususnya jajaran admin. Saya yakin mbak Helen tidak akan membocorkannya. Rahasianya begini ; saya bermain dua kaki dalam pertemanan dengan Felix Tani ! Di satu sisi, saya jaga jarak dan walau pakai masker, namun disisi lain saya tidak memusuhinya walau sudah cuci tangan pakai handitiser. Kenapa? 

Felix Tani dan grombolannya terindikasi membawakan faham Kenthir di Kompasiana, yang kalau menulis tanpa metode, tanpa jaim, dan sangat anarkis terhadap huruf, kata, dan kalimat sehingga tulisan mereka berpotensi merusak arti dan makna kemerdekaan menulis.  

Selain itu bisa mencoreng marwah Kompasiana sebagai kumpulan penulis dengan konten serius, santun dan terpercaya. Ingat, sebagai media maya resmi, Kompasiana selalu jadi rujukan para pembaca, serta sebagai media informasi dan pembelajaran. Kompasiana selalu nangkring di posisi  30an media/laman top di Indonesia.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun