Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Nikmatnya Jadi Penulis Penjilat di Kompasiana

9 November 2019   09:36 Diperbarui: 9 November 2019   11:28 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : pxhere.com

Kenyataan dan fakta bahwa "penulis penjilat" selalu ada di ketiga kategori tersebut. Bila dirunut strukturnya secara hirarkis, "Penulis Penjilat" berada di atas ketiga kategori tersebut sebagai induk. 

Pada puncak hirarki terdapat dua induk, yakni "Penulis Penjilat" dan "Penulis Non Penjilat". Masing-masing induk tersebut terbagi tiga kategori penulis, yakni Terverifikasi Biru, Terverifikasi Hijau, dan Tidak Terverifikasi. 

Tentu saja masing-masing ketiga kategori yang berbeda induk itu tidak sama tabiat dan kualitasnya. Sebagai gambaran,  "Penulis Penjilat" yang terverifikasi Biru tidak sama tabiatnya dengan "Penulis Non Penjilat" terverifikasi Biru. Begitu juga dengan "terverifikasi hijau" dan yang "tidak terverifikasi".

"Penulis Penjilat" terverifikasi apapun, baik Biru, Hijau, dan tidak terverifikasi kualitasnya lebih rendah dari "Penulis non Penjilat".  Seperti dalam artikelnya dinyatakan "Jilat teruuus...sampai lidahnya berlipat dan kering kerontang " tentu saja dengan lidah berlipat dan kering kerontang "Penulis Penjilat" seperti saya akan sulit menghasilkan tulisan berkualitas. Sementara di sisi lain,  nafsu saya ingin mendapatkan pembaca yang banyak (clickbait) selalu menggebu-gebu dan menjadi fokus utama saya dalam menulis di Kompasiana. 

Namun entah kenapa, saya sudah cukup lama jadi penulis di Kompasiana namun tidak pernah berniat berubah dan tidak mampu meningkatkan diri dari "Penulis Penjilat" menjadi "Penulis non Penjilat". Saya telah merasa nyaman dengan gaya seperti ini, yang saya anggap sudah paling baik bagi saya pribadi dan para pembaca Kompasiana. Selain saat ini sebagai Penulis Penjilat, saya sejak lama telah menjadi Penulis Picisan. Sungguh S e m p u r n a!

Satu hal yang mungkin menjadi alasan yang bisa saya jelaskan adalah saya paling malas berpikir ribet dan terstruktur. Bikin capek. Toh tulisan saya tetap ada pembacanya---sama halnya dengan penulis lain yang "non penjilat" yang serius menulis sampai "berdarah-darah" . Hasilnya sama saja!

Saya lebih nikmati menulis "muter-muter kayak gasing" agar tulisan jadi panjang memenuhi syarat minimal jumlah kata dalam sebuah tulisan. selain itu tulisan jadi terlihat pinter dan selalu up to date pada isu aktual. Hal paling penting adalah bisa mendapatkan banyak pembaca yang suka pada gaya tulisan saya. 

Dengan begitu, saya bisa meraih K.Rewards yang duitnya banyak. Terbukti, saya hampir selalu mendapatkan K.Rewards--yang berarti pundi-pundi Gopay saya selalu terisi. 

Saya masuk dan menjadi kompasianer sangat gampang. Tidak ribet. Tidak berat. Tidak bayar pendaftaran, tidak perlu registrasi berulang kecuali modal internet yang bisa nebeng bocoran Wifi tetangga. Tidak pakai sambel, juga tidak pakai kol. Jadi kenapa pula saya perlu repot-repot mengubah diri dari "Penulis Penjilat" menjadi "Penulis non Penjilat" bila menjilat itu nikmat? Lalu, nikmat mana lagi yang perlu didustakan?

Benarkah itu, Oma?

Iya, Aniiii....percayalah padaku..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun