Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Perempuan Pembasuh Luka

31 Oktober 2019   17:00 Diperbarui: 31 Oktober 2019   22:43 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : pxhere.com

Kalau ingin menangis, menangislah. Jangan kau tahan. Lepaskanlah.
Sekalipun kesakitan ingin membeli waktu.

Semesta raya akan menyambut tangismu. Tanpa syarat.

Alam menguraikannya jadi serum penawar racun pikiran. Tiap tetes dijadikannya penyembuh jiwa-jiwa sakit dan liar di hamparan kewarasan.

Menangislah
Agar...
kesedihan dan kemarahan tak lupa ada kebahagiaan.

Agar...
pedih dan perih menguap dari pori-pori masa lalu yang panas penyesalan dan didih kemarahan.

Agar...
kau rengkuh lega tak berjeda bagai lepas dari sekap pengap kegelapan.

Agar...
jejaring karsa tak ditelikung aliran rasa dari provokasi realitas timpang hingga dimensi pembuluh-pembuluhmu berdamai di ruang kesunyian.

Jangan biarkan kepedihan membangun istana dendam melahirkan pecundang kehidupan.

Aku tak ingin matamu redup. Raga tanpa jiwa. Tubuh tanpa roh.

Aku tak ingin melihatmu bagai zombie beribu sequen layar lebar yang pernah kita nikmati.

Kini dan seterusnya, kutemani kau saat menangisi kekalahan dan kebodohan. Akan kualirkan setiap tetes air matamu ke dalam samudera cinta yang diam-diam kusimpan di keabadian.
___

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun