Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Blunder Kampanye Akbar di GBK, Prabowo Tak Mampu Menebusnya pada Debat Capres

14 April 2019   16:22 Diperbarui: 14 April 2019   16:34 5888
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : kompas.com

Mengelola ekonomi makro berbeda dengan mikro, karena makro agregat produksi dan sisi permintaan dan penawaran harus dijaga kebijakan pemerintah. Sementara kalau mikro hanya terkait jual dan beli.

Bila melihat latarbelakang pendidikan Sandi, tanpa penjelasan Jokowi sekalipun, tentu dia paham dan mengusai wawasan ekonomi makro dan mikro tersebut. Namun dia mengabaikan ilmunya untuk menekan Jokowi/Ma'ruf Amin dengan cara menampilkan drama keluhan Ibu Mia dan Ibu Nurjanah. Harapannya, publik tersentuh dan menyalahkan kebijakan Jokowi dalam hal ekonomi.

Dramatisasi keluhan Ibu Mia dan Ibu Nurjanah secara dangkal bisa diterima publik yang awam dengan masalah ekonomi. Efek drama tersebut, disatu sisi bisa menjatuhkan kredibilitas Jokowi, sementara di sisi lain Sandi telah melakukan pembodohan publik. Prabowo/Sandi sendiri tidak punya konsep besar untuk memecahkan masalah makro-mikro ekonomi. Mereka berdua memakai ilmu "Pokokologi" yang memuat pokoknya harga ini turun, pokoknya harga itu turun.

Kelak, andai Prabowo/Sandi menang Pilpres dan berkuasa, justru akan menjadi bumerang bagi mereka. Lebih daripada itu, akan membuat perekonomian negara secara menjadi kacau. Bisa jadi, akan menempuh jalan pintas dsengan subsidi besar-besaran terhadap kebutuhan rakyat.

Uang negara "habis" untuk susbsidi dan menyenangkan hari rakyat. Tidak ada pembangunan untuk masa depan dalam bentuk investasi dengan segala perangkat dan persiapannya. Cara-cara seperti itu adalah cara Orde Baru yang menghabiskan uang untuk konsumsi semata. Itulah mengapa, negara kita tidak pernah bisa bersaing dengan negara lain di luar negeri. Berbagai parameter dalam bentuk indeks menunjukkan nilai yang tidak kompetitif untuk membangunkan perekonomian rakyat secara keseluruhan, dan kita kalah dalam persaingan global.

Lihat saja negara Venezuela yang perekonomiannya saat ini hancur. Pemimpinnya atas nama nasionalisme-patriotisme memberi kemanjaan subsisdi besar-besaran kepada rakyatnya. Akibatnya perekonomian negara hancur. Rakyatnya sengsara. Kita mengalami hal serupa hingga puncaknya tahun 1998 mengalami keterpurukan ekonomi. Ini jangan sampai terulang!

Kedua, pernyataan Prabowo yang menyebut bahwa orientasi ekonomi Indonesia dibawah pemerintahan Jokowi salah arah. Kemudian hal itu "diralat" Prabowo dengan mengatakan tak ingin menyalahkan Jokowi, melainkan menyalahkan presiden-presiden sebelumnya. Kata Prabowo :

 "Saya tidak menyalahkan Bapak. Ini kesalahan besar, kesalahan besar presiden-presiden sebelum Bapak. Kita semua harus bertanggung jawab. Bener, itu pendapat saya"

Pernyataan Prabowo tersebut membuat partai Demokrat tersinggung berat karena pak SBY selama 10 tahun berkuasa sebelum Jokowi. Demokrat yang merupakan rekan satu koalisi Prabowo/Sandi merasa tidak dihargai. Prabowo dianggap melecehkan pemeritahan SBY selama 10 tahun. Kontan saja hal itu membuat beberapa elit partai demokrat meninggalkan acara debat.

Persoalan kepemimpinan presiden terdahulu yang belum bisa memberikan hasil optimal dalam perekonomian bukanlah untuk dipersalahkan di ruang debat capres. Cara Prabowo mempersalahkan ini seolah melempar tanggungjawan dari ketidakmampuan pemerintahan masa kini andai dia berkuasa. Cara berpikir pemimpin seperti itu sulit untuk membuat kemajuan bagi bangsa, negara dan rakyatnya.

Jokowi selama ini telah bekerja keras memperbaiki dan meningkatkan perekonomian negara. Bisa jadi Jokowi mempelajari kebijakan presiden terdahulu menemukan banyak kesalahan, namun dia tidak pernah menyalahkan pemerintahan terdahulu karena hal itu sangat tidak etis. 

Jokowi lebih fokus memperbaiki, sekaligus menerapkan solusi meningkatkanperekonomian bangsa dan negara berdasarkan pemetaan tantangan masa kini dan masa depan. Ini cara berpikir Pemimpin yang Optimis dan Etis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun