Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Laki-Laki Itu Harus Kaya, Baru Kelihatan Ganteng"

31 Maret 2019   14:43 Diperbarui: 31 Maret 2019   15:17 617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: pixabay.com

Dalam suatu kesempatan, saya bersama beberapa kolega makan di warung depan kampus ternama di negeri ini. Warung itu berada pada pedestrian yang harus berbagi dengan para pedagang makanan. Deretan warung itu ramai dikunjungi mahasiswa karena dekat kampus, banyak pilihan, enak dan harganya sesuai kantong mahasiswa.

Kami menikmati minuman, sambil menunggu pesanan makanan kami melanjutkan diskusi teori-teori langit ketujuh nan mumet yang tadi kami perbincangkan ketika berjalan dari kampus ke warung itu. Saya sebenarnya sudah tidak bisa konsen pada pembicaraan  teori langit ketujuh itu karena lapar dan haus.

Lalu telinga nakal saya tak sengaja mendengar pembicaraan kumpulan adik mahasiswa yang duduknya tak jauh dari kami. Mereka terlihat heboh, rame, kompak, gaul. Saya menduga mereka adalah mahasiswa program S1.

"Eeh, kamu tau nggak! Jadi laki-laki itu mesti pintar, lalu jadi kaya, barulah kelihatan ganteng. Kalo jadi perempuan sih nggak penting pintar, yang penting cantik. Bakal dapat laki-laki kaya." Begitulah satu penggalan pernyataan mereka yang saya dengar - yang kemudian ditimpali rekan-rekannya yang lain. Terdengar santai tapi juga serius.

Kalimat itu bikin saya ingin tertawa geli karena unik dan terdengar lucu, sekaligus menohok termakna satire di pemahaman saya. Saya kok jadi pengen terus nguping pembicaraan mereka.

Saya lihat, satu orang kolega saya juga sepertinya mendengar pembicaraan para mahasiswa tadi. Namun dia kembali fokus pada pembicaraan teori kelas tinggi yang sedang kolega saya yang lain sampaikan.

Saya tadinya ada keinginan memotong "pembicaraan ilmiah" kami, untuk sejenak sama-sama mendengarkan kumpulan mahasiswa unyu-unyu tadi. Tapi saya urungkan, gak enak hati, dan demi menjaga suasana "keilmiahan" bersama yang sudah terbangun. Heu heu heu...

Kembali ke hasil nguping pembicaraan mahasiswa unyu-unyi tadi, nampaknya mereka sedang bicara karier setelah lulus kuliah. Mereka membandingkan beberapa kawan dan kakak kelas yang sudah lulus kuliah, dapat pekerjaan di perusahaan besar, gaji tinggi, dan mendapatkan istri cantik.

Padahal waktu jaman kuliah tampang teman dan kakak kelas mereka itu "ancur secara morfologi".

sumber gambar : pixabay.com
sumber gambar : pixabay.com
Saya jadi teringat beberapa kawan kuliah jaman S1 saya dulu. Nasibnya mirip dengan yang dibicarakan kumpulan mahasiswa unyi-unyu tadi. Kami pernah ketemuan setelah puluhan tahun tak pernah bertemu, penampilan kawan itu sangat mantap. Kulitnya menjadi lebih bersih, tata rambutnya lebih up to date, wangi, pakaian dan asesoaris mahal, mobilnya "wah!", merk dan harga hp-nya ngalahin gaji sebulan saya sebagai PNS, dan lain-lain. Penampilannya memang jauh berubah. Keren. Bangga dan senang bisa punya teman yang sukses.

Mungkin istrinya yang cantik nggak bakal kebayang gimana tampangnya jaman kuliah. Jangankan melirik, lewat depan dia pun mungkin tak bakal mau. Kucing di kost-kostan kami pun emoh mendekat. Ups! Hahaha! Inilah hidup, soal nasib ke depan tak ada yang tahu, bukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun