Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Efek Propaganda Rusia dan Resiliensi Masyarakat Pasca Pilpres 2019

11 Februari 2019   08:35 Diperbarui: 11 Februari 2019   10:00 1199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : kompas.com

Harapannya, rakyat akan mengalihkan kepercayaan dari pemerintahan Jokowi kepada oposisi tersebut untuk jadi pemimpin negeri ini.

sumber gambar ; kompas.com
sumber gambar ; kompas.com

Persoalan besar sekarang bukan lagi pada penjatuhan kepercayaan rakyat kepada pemerintahan Jokowi, melainkan rusaknya tradisi kebersamaan dan saling memahami antar pribadi dan elemen masyarakat yang sudah lama terbentuk di dalam kehidupan masyarakat.

Kerusakan itu sangat berat. Ibarat tubuh, yang rusak adalah bagian dalam. Butuh waktu lama untuk penyembuhan.

Siapa pun pemimpin yang terpilih tidak bisa langsung memulihkan kerusakan itu seperti sediakala. Persoalannya adalah entitas elit politik dengan rakyat awam sangat berbeda, baik dalam dinamika, maupun daya resiliensi (resilience).

sumber gambar ; kompas.com
sumber gambar ; kompas.com
Resiliensi Masyarakat dan Peran Pemenang Pilpres

Entitas elit politik--atas nama politik itu cair dan berdasarkan kepentingan kelompok--bisa kembali berteman dengan lawan politiknya usai pertarungan. Mereka bisa dengan mudah lompat pagar dan bersatu dalam satu kubu walau tadinya berbeda kubu secara ekstrim.

Sementara entitas rakyat awam terjadi sebaliknya. Unsur SARA yang sensitif--khususnya politisasi agama, dan proses cuci otak dari masifnya semburan kebohongan dan fitnah yang digunakan pihak oposisi bersama para relawan politiknya sebagai alat perang politik telah menjadikan luka dan dendam kolektif. Kerusakannya sangat dalam dan tak mudah sembuh.

Disisi lain--secara teoritis--tanpa gangguan dari luar, setiap ekosistem mempunyai kekenyalan, daya pulih untuk mengatur kembali dan memperbaharui dirinya sendiri tanpa kehilangan fungsi maupun keanekaragamannya. Proses ini disebut resiliensi.

Kehidupan rakyat awam sebagai "sebuah ekosistem" sosial-budaya-ekonomi memiliki satu kesatuan resiliensi, yang diharapkan bisa tetap hidup, tak kehilangan daya sembuhnya secara alami, walau butuh waktu yang sulit diprediksi.

Proses alami, kompetisi dan suksesi dalam komunitas "species" yang berbeda-beda dalam masyarakat membentuk dasar bagi resiliensi. 

Dalam pengelolaannya masyarakat dan pemerintah yang kelak berkuasa harus menjaga agar gangguan-gangguan yang terjadi tetap dalam ambang batas tertentu agar fondasi berbangsa dan bernegara yang solid dan dulu pernah ada tidak hancur/hilang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun