Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Agresivitas Andi Arief, Strategi Demokrat Menggembosi Sandiaga Uno?

15 Januari 2019   04:03 Diperbarui: 17 Januari 2019   05:52 772
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : jabar.tribunnews.com

Masuknya nama Andi Arief sebagai peraih "Kebohongan Award" dari PSI menjadi salah satu petanda menyatunya perjuangan Demokrat di Koalisi Adil Makmur. Pasalnya, Prabowo-Sandi juga mendapatkan award tersebut.

Di sisi lain, penghargaan "Kebohongan Award' menjadi sebuah kontroversialitas di tengah masyarakat. Dari hal tersebut, nama Andi Arief makin terkenal--yang relatif setara dengan Prabowo dan Sandiaga Uno (Sandi), khususnya soal "kebohongan" dalam politik di masa kampanye Pilpres 2019.

Secara pribadi, bagi Andi Arief, award itu menjadi bukti bahwa saat ini dia "serius" mendukung kampanye Capres/Cawapres Prabowo/Sandi, setelah beberapa waktu sebelumnya Andi Arief sempat bikin malu Prabowo/Sandi. Pasalnya, saat itu Andi Arief membocorkan pemberian uang 500 Milyar kepada PKS dan PAN oleh Sandi yang konon untuk memperlancar menjadi cawapres mendampingi Prabowo. 

Dari peristiwa itu Andi Arief menyebut istilah "Jenderal Kardus" terhadap Prabowo. Ulah Andi Arief tersebut sempat bikin heboh berbagai pemberitaan di dalam negeri. Istilah "Jenderal Kardus" kemudian jadi sangat terkenal dalam masyarakat, dan melekat pada diri Prabowo hingga kini.

Uniknya, ketiga tokoh yang terkait heboh "Jenderal Kardus" beberapa waktu lalu adalah mereka yang kini mendapatkan "Kebohongan Award". Dan mereka adalah satu tim politik di dalam Koalisi Adil Makmur.

Sandi mendapatkan kebohongan award  setelah beberapa kali melakukan blunder politik yang dikategorikan kebohongan. Menurut Sandi "tempe setipis ATM"--namun sebenarnya tidak demikian (sumber). Kata Sandi "harga nasi sepiring nasi ayam 50 ribu di Jakarta jauh lebih mahal dibanding di Singapura yang cuma 35 ribu (kurs rupiah)"--namun ketika dia makan di warung ternyata hanya seharga 20 ribu (sumber). Sandi pernah membangun jalan tol Cipali tanpa hutang (sumber), namun sebenarnya pembangunan tol tersebut didukung pendanaan sindikasi bank sebesar total 8,8 trilyun (sumber).

Sedangkan kebohongan award Prabowo setelah berbagai blunder dia lakukan. Contohnya dia membuat peryataan "yang menikmati kekayaan Indonesia hanya 1 persen, sedangkan 99 persen hidup pas-pasan" (sumber)--namun yang sebenarnya tidak demikian (sumber). Ratna Sarumpaet digebuk hingga wajahnya babak belur (sumber), namun sebenarnya Ratna Sarumpaet operasi plastik secara mandiri (sumber). 

Biaya pembangunan MRT/LRT Indonesia termahal di dunia" (sumber), namun sebenarnya tidak demikian (sumber). Satu selang cuci darah dipakai 40 orang" (sumber), namun sebenarnya tidak demikian,(sumber).

Hal yang mengherankan, tim Koalisi Adil Makmur terkena stigma pembohong dalam masa kampanye, sementara di dalam tim tersebut ada pak SBY yang berpengalaman pernah jadi pemimpin pemerintahan selama 10 tahun. Dengan pengalaman tersebut, mengapa beliau tidak membimbing Prabowo, Sandiaga Uno maupun Andi Arief sehingga tidak mengalami blunder?

Blunder mereka umumnya terjadi karena masalah interpretasi data yang keliru, cara yang tidak elegan dalam penyampaian 'kritik' terhadap petahana, membuat pernyataan yang tidak mendasar dan terkesan bombastis/provokatif--yang meresahkan, menakut-nakuti rakyat, dan pesimistis.

Lebih mengherankan lagi, Andi Arief--orang dekat SBY di Demokrat--berada di kelompok tersebut. Dia cukup eksis--mengalahkan AHY yang disiapkan Demokrat untuk Pilpres 2024. Tadinya AHY banyak diharapkan tampil di muka publik untuk ikut mengangkat citra Koalisi Adil Makmur.

sumber gambar : kompas.com
sumber gambar : kompas.com
Kalau pun SBY tidak bisa mengendalikan Prabowo secara pribadi karena faktor 'psikologis' sesama senior (ketua partai besar), dan faktor "historis" keduanya di masa lalu, namun di sisi lain SBY sejatinya membimbing Sandiaga Uno yang relatif jauh lebih muda, serta mengendalikan keliaran Andi Arief yang notabene adalah anak buahnya di Demokrat.

Pak SBY dengan bekal pengalaman tersebut bisa melakukan 'pendampingan politik yang intensif dan melekat' terhadap Sandiaga Uno yang berposisi cawapres. Misalnya dengan cara memberikan kontribusi data, pemahaman, tata cara, dan lain-lain. Begitu juga soal komunikasi politik dalam masa kampanye. 

Dengan demikian diharapkan, performance politis Sandiaga Uno menjadi lebih elegan di hadapan publik. Hal untuk mengangkat citra Koalisi Adil Makmur, dan untuk mengimbangi gaya "koboy dan urakan" Prabowo sehingga Koalisi Adil Makmur tidak terjerumus pada stigma "kebohongan".

Namun yang terjadi saat ini, Sandiaga Uno berjalan sendiri dengan caranya "mengikuti bayang-bayang Prabowo". Ketika Prabowo melakukan blunder kebohongan, Sandiaga Uno pun permisif melakukan hal yang sejenis. Kondisi itu "ditambah" dengan adanya Andi Arief yang agresif pada bayang-bayang Prabowo tersebut. Andi Arief seolah berperan "meng-endorse" berbagai blunder kebohongan Prabowo/Sandi. Dalam hal ini, masa depan politik Sandiaga Uno rentan hancur, seandainya pasangan Prabowo/Sandi gagal memenangkan Pilpres 2019.

Ada dua hal besar yang bisa dipertanyakan. Pertama, kebohongan (blunder) tersebut seolah merupakan pembiaran-- dengan endorse Andi Arief. Apakah pembiaran tersebut untuk menggembosi Sandiaga Uno yang kemungkinan akan menjadi pesaing AHY pada kontestasi pilpres 2024? Kedua, apakah tidak dominannya peran AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) di muka publik pada kampanye Koalisi Adil Makmur disengaja supaya nama baiknya tidak terkena stigma negatif dari cara kampanye Koalisi Adil Makmur?

Semoga saja dua pertanyaan tersebut tak lebih dari sebuah halusinasi atau imaginasi liar semata. Maklum saja, dinamika politik yang keras namun mudah dibentuk ke sana-ke sini karena sifatnya yang cair seringkali memunculkan beragam interpretasi, persepsi dan opini berdasarkan rangkaian fakta atau peristiwa lain yang menyertainya.

Semoga saja ke depannya semua baik-baik saja. Tidak ada saling dusta, penggembosan, atau saling menunggangi. Kalau aku yang menggembosi halusinasi sendiri, aku sih rapopo...

sumber gambar : rimanews.com
sumber gambar : rimanews.com
----

Peb 15/01/2019

Tambahan sumber referensi berita  :  1, 2, 3, 4, 5, 6

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun