Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Embun yang Berkunjung ke Matahari

30 Desember 2018   22:56 Diperbarui: 31 Desember 2018   02:39 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: pxhere.com

"Embun adalah pemilik pagi". Kata malam kepada angin laut. Kudengar jelas di tapal batas senja dan malam. Tadinya ingin kupertanyakan. Yang kutahu, pagi menghadirkan embun. Tanpa pagi, embun tak akan pernah ada.

Tapi aku bisa menahan diri. Saat itu bukan waktu berdebat. Persiapanku menuju galaksi tak ingin terusik. Sementara masih banyak harus dibenahi.  

Diperjalanan aku teringat embun. Terngiang di setiap waktu terburu. Menghabiskan separuh energi. 

Setiba rehat di awan, kutemui pangkalan hujan. Kudapatkan hamparan bulir-bulir bening tersusun rapi. Laksana pasukan perang. Siap terjun ke bumi. 

Sejak lama aku yakin, awan merupakan leluhur embun. Sedangkan bulir-bulir itu orang tuanya. Dan pagi adalah  rumah besar mereka. 

Kudengar tuturan awan. Dulu, pagi mengatur kehidupan embun. Namun kini tidak lagi sejak manusia melukai bumi dan membelah atap langit. 

Perangai iklim jadi berubah. Pada situasi itu, angin mengajak embun memberontak. Mereka abaikan pagi, siang, sore dan malam. Lalu, tanpa ada yang tahu, embun berkunjung ke matahari.  

Aku tersentak. Terdiam. Kehilangan kata. 

Aku berharap, saat membawa pesan damai bumi kepada pemilik galaksi, aku bisa singgah ke matahari. Ingin kudengar cerita kedatangan embun. Kelak semuanya akan ku kabarkan kepadamu. 

Saat ini, jangan hakimi embun dan angin. Mereka mungkin tidak tahu apa yang telah mereka perbuat. Bersabarlah, tunggu aku kembali ke bumi.

---
peb, medio akhir 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun