Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Daerah Rawan Bencana Perlu Memiliki Banyak Bungker Air Bersih

14 Oktober 2018   23:50 Diperbarui: 15 Oktober 2018   08:59 23635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: sains.kompas.com

Tanpa makanan selama 3 hari, manusia masih bisa bertahan hidup. Tapi tanpa minum selama 3 hari, manusia akan mati karena seluruh organ tubuh terganggu dan berhenti bekerja. Inilah kenapa manusia sangat membutuhkan air untuk bertahan hidup.

Setiap terjadi bencana alam di suatu daerah, hal yang menjadi permasalahan pasca bencana adalah ketersediaan air bersih untuk keperluan minum. Masyarakat kesulitan mendapatkan sumber air minum karena instalasi atau jaringan air bersih di kota atau wilayah rusak dan tidak berfungsi lagi.

Selain memasok makanan, selimut dan pakaian ke wilayah pasca bencana, salah satu tugas darurat pihak atau lembaga  penanggulangan bencana adalah menyediakan air bersih di kantong-kantong pengungsian. Hal ini tidak mudah karena saat terjadi bencana, masyarakat umumnya terpencar di berbagai tempat dalam wilayah yang luas.

Selain itu, infrastruktur jalan rusak dan moda angkutan tangki air belum tentu siap dalam waktu singkat.

Bak air bawah tanah sederhana yang terbuat dari konstruksi beton. Sumber gambar : kelair.bppt.go.id
Bak air bawah tanah sederhana yang terbuat dari konstruksi beton. Sumber gambar : kelair.bppt.go.id
Lalu, bagaimana penyediaan air bersih secara darurat dan cepat bisa dilakukan?

Saya ingin sedikit bercerita tentang penyediaan air bersih warga kota Pontianak. Mungkin bisa dijadikan sebuah referensi dan inspirasi untuk kebijakan lebih lanjut bagi wilayah rawan bencana.

Kota Pontianak, atau wilayah Kalimantan Barat pada umumnya tidak termasuk wilayah yang terkena bencana gempa dan tsunami. Bencana yang rutin timbul adalah kabut asap pembakaran lahan, dan sulitnya mendapatkan air bersih pada musim kemarau panjang.

Walau sejumlah daerah kabupaten dan kota memiliki jaringan PDAM yang sumber air baku pengolahan air PDAM berasal dari sungai Kapuas dan anak sungainya, namun umumnya tidak layak untuk air minum. Air PDAM hanya sebatas untuk mandi dan cuci saja. 

Kalau musim kemarau panjang, pasokan air PDAM berkurang dan airnya terasa "payau" (setengah asin) karena intrusi air laut ke sungai Kapuas dan anak sungainya menyebabkan kadar garam pada sungai tinggi. Sementara instalasi pengolahan air PDAM tidak mampu sepenuhnya menghilangkan kadar garam, selain menjernih air saja.

Umumnya masyarakat Pontianak dan Kalimantan Barat mengkonsumsi air hujan untuk keperluan minum dan memasak. Air hujan tersebut ditampung ke dalam tong atau tempayan yang diletakkan di sekitar halaman atau beranda belakang rumah--yang terhubung dengan talang dari bibir atap. Bila hujan turun, air dari atap akan mengalir lewat talang ke tong-tong plastik atau tempayan dari beton yang berukuran 1 sampai 1,5 meter kubik. Rata-rata setiap rumah memiliki lebih dari satu tempayan air hujan.

Model bak penampungan air hujan di atas tanah, selain mengurangi estetika, juga
Model bak penampungan air hujan di atas tanah, selain mengurangi estetika, juga
Dalam perkembangannya, banyak orang yang membuat bungker air hujan di dalam tanah dengan konstruksi cor beton bertulang. Ukurannya variatif, sesuai kemampuan dan kebutuhan masing-masing keluarga. Bungker itu dibuat di halaman rumah atau di bawah lantai ruangan, misalnya di bawah dapur, ruang makan atau garasi.

Bungker bawah tanah bisa lebih menghemat ruang dibandingkan menggunakan tong atau tempayan yang  membutuhkan ruang relatif besar di sekitar rumah, sementara lahan untuk rumah di perkotaan cenderung semakin sempit. Selain itu  dari segi estetika lingkungan, tong dan tempayan kurang sedap dilihat. Bayangkan deretan tong air di samping dan belakang rumah atau di depan rumah terlihat kumuh.  

Pada era 70an, hampir semua bangunan kantor pemerintah memiliki bungker air hujan dalam tanah untuk keperluan sehari-hari kantor, sekaligus persediaan air bersih. Ini mungkin mengikuti bangunan peninggalan Belanda yang rata-rata memiliki bungker besar di halaman belakang atau depan bangunan.

Bila kemarau panjang, maka air di bungker jadi penyelamat. Para pegawai kantor  bisa mengambil air bersih untuk keperluan minum secara terbatas, artinya mereka mengambil secukupnya hanya untuk keperluan air minum saja. Tak heran bila masa itu banyak pegawai yang ke kantor membawa dirigen untuk mengambil air bersih untuk dibawa pulang usai pekerjaan kantor atas izin kepala kantor.

Bungker yang dibangun dihubungkan dengan pipa dari talang dibibir atap, kemudian dipasang pipa drainasi dan kontrol. Bila bungker penuh, air akan keluar lewat pipa drainasi.

Bila hujan pertama usai musim kemarau umumnya air hujan dari atap terlihat keruh karena atap masih kotor oleh debu selama musim kemarau. Di sinilah gunanya pipa kontrol tersebut bisa dibuka atau ditutup. Sampai hujan hari ke sekian membersihkan atap dan air cucuran atap terlihat bersih maka pipa kontrol baru dibuka untuk mengisi bungker.

Sekitar akhir tahun 70an, ketika orang tua saya pertama kali merehab rumah, yang pertama kali dibuat adalah bungker air hujan, dibuat di bawah garasi rumah seukuran lebar 3,5 meter, panjang 4 meter dan kedalaman 2 meter.

Begitu juga ketika saya pertama kali punya rumah sendiri di sebuah komplek perumahan. Saat merehab rumah, yang saya bangun pertama kali adalah bungker air bersih di dalam tanah berukuran lebar 3,5 meter, panjang 5 meter dan kedalaman 2,20 meter.  

Pada saat sedang membangun bungker, para tetangga berkomentar, "Mau bangun kolam renang ya, pak?" Wah, ini sih mau bikin bungker untuk perang". Hahaha!

Saya jawab "Saya mau buat bungker harta karun". Mereka katakan, bungker sudah tidak efektif karena sudah banyak air "aqua" galon. Jadi bila butuh air minum tinggal pesan. Tapi saya kan orang jadul, lebih nyaman dengan air hujan. Lagipula pengalaman hidup masa lalu membuat saya ingin lebih save soal air bersih. "Ngapain juga mesti beli air kalau bisa menampung?" heu heu heu...

Kini di Pontianak dan wilayah sekitarnya, rata-rata pengembang perumahan kelas menengah ke atas  melengkapi setiap unit rumah dengan bungker penampungan air hujan, atau air PDAM. Bungker itu dibangun di bawah lantai dapur atau ruang makan. Ketersedian bungker menjadi salah satu daya tarik para pembeli rumah tersebut.

konstruksi tabung penampungan minyak di bawah tanah. Ini bisa dijadikan model untuk bunker air bersih, sumber gambar : kontraktorspbu.com
konstruksi tabung penampungan minyak di bawah tanah. Ini bisa dijadikan model untuk bunker air bersih, sumber gambar : kontraktorspbu.com
Bungker di wilayah rawan bencana gempa

Ada baiknya pihak otoritas wilayah dan  kota (Pemda) yang rawan gempa membangun banyak bungker air bersih. Caranya, pertama,  mensyaratkan warga yang ingin mengurus IMB (Ijin Mendirikan Bangunan) wajib membuat bungker air bersih.

Kedua, mewajibkan setiap bangunan pemerintahan membangun bunker air bersih di dalam bangunan atau  bagian  lahan kantor tersebut. Bangunan pemerintahan umumnya tersebar diberbagai sudut kota dan wilayah, seperti dari kantor dinas, lembaga pendidikan, bank, pasar sampai kantor kelurahan. Bangunan pemerintah tersebut bisa mewakili sebaran penyediaan air  bersih darurat bencana pada permukiman masyarakat sekitaranya.

Ketiga, membuat bungker-bungker bawah tanah di ruang publik kota seperti taman kota, alun-alun dan bagian wilayah lainnya berdasarkan perhitungan sebaran penduduk.

Kota Pontianak dan wilayah Kalimantan Barat pada umumnya bukan termasuk wilayah rawan gempa, sehingga umumnya bungker relatif aman dibuat dari konstruksi beton tertanam dalam tanah.

Sementara untuk wilayah rawan bencana gempa dan tsunami sebaiknya bungker dibuat dari tabung baja anti karat atau anti korosif. Dasar pertimbangannya bentuk tabung dan material baja (tangki) relatif mampu menyesuaikan getaran gempa dibandingkan bentuk kotak terbuat dari cor beton. 

Tangki tersebut  mirip tangki mobil  pertamina yang biasa menyalurkan BBM ke SPBU. Bayangkan saja bagaimana tangki BBM di SPBU umumnya dibangun di dalam tanah, demikian halnya untuk bunker (tangki) air bersih di dalam tanah.

Tentunya ukuran tangki pada setiap rumah warga, bangunan pemerintah: lembaga pendidikan, kantor dinas pemda, bank, dan ruang publik dan lain-lainnya disesuaikan dengan lahan yang tersedia. Demikian juga masalah disain konstruksinya perlu dibuat regulasi tersendiri sehingga benar-benar aman dari goncangan gempa dan tsunami di masing-masing wilayah rawan gempa.

Kita semua tak pernah berharap ditimpa musibah bencana, namun bila wilayah bermukim kita memang "ditakdirkan" rawan bencana tentunya kita tak bisa menolaknya. Berbagai cara antisipasi bisa dipersiapkan. 

Dan bila kemudian bencana datang, setidaknya beberapa hal mendasar seperti ketersediaan air bersih untuk minum bisa diperhitungkan sebelumnya agar permasalahan klasik (air bersih) pasca gempa tidak menambah penderitaan masyarakat.

Dalam artikel ini, pemikiran pembuatan bungker air bersih merupakan sebuah ide dasar. Soal teknis dan regulasinya bisa ditindaklanjuti lebih rinci oleh para ahli dan lembaga di bidang terkait.

Salam NKRI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun