Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Memburu Nyawa Kedelapan Setnov

16 November 2017   10:21 Diperbarui: 16 November 2017   12:16 4069
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Setnov saat berada di NTT dalam rangka 'tugas negara' mengunjungi masyarakat di NTT beberapa minggu lalu. Sumber gambar ; https://cdns.klimg.com/merdeka.com/i/w/news/2017/11/13/908401/670x335/bantah-mangkir-diperiksa-kpk-setnov-ngaku-sedang-laksanakan-tugas-negara.jpg

Jagat politik negeri ini kembali heboh. Setnov sang ketua DPR-RI aktif  "kabur" saat penyidik KPK datang ke rumahnya. Kehebohan ini sementara bisa mengalahkan sejumlah isu seksi yang sedang hangat muncul dalam beragam pemberitaan di negeri ini.

Setya Novanto atau biasa disebut Setnov kembali dinyatakan sebagai tersangka untuk kedua kali oleh KPK terkait kasus mega korupsi E-KTP. Belum beberapa lama waktu berlalu, dia baru "bebas" dari sematan "tersangka" kasus yang sama setelah menang di tingkat praperadilan. Hal ini meneguhkan julukan publik pada beliau sebagai 'Orang Sakti' sehingga memunculkan banyak meme di dunia maya tentang kesaktian beliau.

Sebelumnya mungkin perlu diingat kembali, Setnov sudah beberapa kali diduga terlibat kasus besar. Tercatat Setnov lolos di 7 kasus besar, yakni Cessie Bank Bali (1999), Beras Vietnam (2003), Limbah B3 (2006), Proyek PON Riau (2012), Papa Minta Saham (2015), Kode Etik DPR saat bertemu Trump (2015), dan yang sekarang kasus E-KTP (2017). Dia selalu menang di "pengadilan resmi"! sehingga publik melabelkan Setnov Sakti dan punya 7 nyawa. 

Julukan 'Sakti' pada Setnov dalam menghadapi kasus hukum memang sangat melegenda, mengingat tak semua pejabat hebat terduga korupsi bisa lolos dari begitu banyak dugaan kasus hukum yang melilitnya.

Kemenangan terakhir Setnov bulan lalu di tingkat praperadilan merupakan kemenangan ke tujuh kalinya. Dan hebatnya dia tidak kabur keluar negeri, melainkan "hanya" dirawat di rumah sakit di Jakarta--yang artinya masih berada di dalam negeri dan terjangkau publik dan aparat hukum. Yang bekerja keras membela Setnov  di pengadilan adalah tim ahli hukumnya.

Kali ini Setnov melakukan langkah yang berbeda. Dia tidak menghadapi aparat hukum (KPK) secara langsung melainkan "kabur" ketika rumahnya didatangi. Beberapa waktu sebelumnya dia tidak mengindahkan panggilan KPK untuk  memberi kesaksian dengan berbagai alasan formil pekerjaan. Dia terus aktif menjalankan tugas sebagai politikus dan ketua DPR-RI, dan beberapa hari lalu masih mengunjungi konsituennya di daerah NTT (baca beritanya di kompas.com). 

Disatu sisi, Setnov tampak "kooperatif" terhadap kasusnya karena masih menunjukkan diri dihadapan publik walau dengan "bungkus kunjungan kerja". Dalam kunjungan itu dia mengatakan tetap akan mematuhi aturan hukum sejauh hal itu sesuai dengan aturan pemanggilan dirinya sebagai pejabat negara. Polemik sah/tidaknya pejabat negara dipanggil tanpa ijin resmi Presiden inilah digunakan dirinya untuk "mengulur waktu" proses hukumnya di KPK.

Ketika KPK sampai pada suatu titik di mana bukti hukum sudah kuat dan proses ijin/tidaknya pejabat negara boleh dipanggil 'tak lagi diperlukan' maka KPK pun inisiatif mendatangi kediaman Setnov, dan kemungkinan momen itu juga untuk menangkap dan menahan Setnov atas nama hukum.

Kali ini KPK dibuat 'kecele', Setnov tidak kooperatif seperti sebelumnya. Dia "kabur" menghindar penangkapan KPK. Hal ini menjadi preseden buruk bagi Setnov, si orang sakti bahwa kasus hukumnya tak lagi mampu dia hadapi bersama tim kuasa hukumnya untuk "bertanding" di ruang pengadilan. Preseden terburuk, dengan "kabur" dari tangkapan KPK bisa menguatkan opini publik dan aparat hukum bahwa kali ini Setnov memang melakukan tindakan korupsi. Di mata hukum, "kabur dari upaya penangkapan" berarti 'buron'--apapun alasan subyektif yang melatarbelakangi si Target tangkapan. Dan kali ini Setnov telah melakukan hal tersebut---yang sama sekali bukan cara-cara elegan yang pernah tujuh kali sebelumnya dia lakukan. 

Kali ini Setnov dalam posisi sangat sulit dimata hukum. Dia teropini sebagai 'buron'. Kali ini aparat hukum dan publik akan semakin gencar memburu nyawa kedelapan Setnov. Mampukah nyawa kedelapan Setnov menyelamatkan dirinya dari "kematian karier politik" dan menempatkan dirinya bersemayam damai di balik jeruji penjara?

Kita tunggu saja. Jangan kemana-mana. Tetaplah di Kompasiana!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun