Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Posisi TNI dan Panggung Remang-remang Zaman Now

5 Oktober 2017   11:37 Diperbarui: 5 Oktober 2017   20:35 3729
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana Jokowi berfoto bersama 152 prajurit TNI Angkatan Udara di Lapangan Udara Halim Perdana Kusuma, Minggu (9/4/2017). | nasional.kompas.com

Jargon "ABRI adalah anak kandung rakyat" kini sudah jarang terdengar. Ke mana larinya? Apakah kalah riuh dengan panggung carut-marut suara politik negeri ini? Kalau pun panggung itu ada "orang ABRI-nya", tapi gambaran dominan yang muncul adalah sosok personal "elit ABRI" bukan sebagai anak kandung rakyat melainkan elit pelaku pesta di panggung riuh tersebut. Ini hanya gambaran (image), sebuah relativitas berpikir awam yang muncul tersebab sajian pertunjukan politik-demokrasi yang tak henti "menghajar" ruang publik.

Sebelum era reformasi jargon itu "milik ABRI", bukan TNI. Setelah reformasi nama ABRI kemudian berubah jadi TNI, lalu apakah faktor penamaan tersebut menjadikan TNI tak lagi "anak kandung rakyat"? Sejatinya tidak. Nama adalah labeling, sebutan/panggilan atau sebuah identitas administratif semata yang menyesuaikan zaman. Takdir sebagai anak kandung tak bisa diubah. Toh dalam hidup ini tak ada mantan ayah-ibu kandung, bukan?

Melihat TNI di ruang publik
Sejarah dari ABRI menjadi TNI merupakan reposisi peran atas tuntutan dinamika politis yang membawa sang "orang tua" hingga ke "zaman now". Anak kandung harus mengikuti dinamika "orang tua" demi terjaganya keluarga besar yang utuh. Waktu berjalan mengikuti zaman, usia orang tua semakin bertambah, adalah keniscayaan sang anak menjadi lebih dewasa dan mampu lebih hebat menjaga sang orang tua di arus dinamikanya.

Sumber gambar : https://i.ytimg.com/vi/U6ydJT3J_40/maxresdefault.jpg
Sumber gambar : https://i.ytimg.com/vi/U6ydJT3J_40/maxresdefault.jpg
Pada perjalanan panjang itu, anak dan orang tua kemudian bagai menjadi setara, berkawan, dan jadi teman hidup untuk berbagi cerita demi ikatan keluarga utuh. Di dalam perjalanan itu pula anak dan orang tua kerap bersinggah di rest area--sebuah ruang publik--tempat di mana beragam orang (keluarga) lain hadir. Di ruang publik ini seringkali terlihat--dengan cara pandang relatif--bahwa TNI tak sedang bersama orang tua kandung (rakyat). Rest area itu luas.

Di sana banyak gerai menjual produk dengan kemasan menggoda selera, ada juga panggung hiruk pikuk tempat kumpulan insan yang sedang berekspresi. Kadang kala si anak kandung berada di gerai A, sementara si orang tua ke gerai B. Kadang kala pula si anak mendadak muncul di pangggung ekspresi komunitas. Sering panggung itu bertata lampu remang-remang sebagai sebuah wujud ekspresi estetik panggung. Di sana si anak turut berjoget, sementara si orang tua hanya duduk diam di bibir panggung. Apakah hal itu berarti si anak tak lagi menjadi anak kandung sang orang tua? Tentu saja tidak.

Kemunculan image baru sebagai keniscayaan
Munculnnya image bahwa TNI tak lagi jadi anak rakyat merupakan sebuah keniscayaan ruang publik "zaman now"!. Sebuah zaman di mana setiap orang merasa menjadi bagian dari panggung. Mereka punya hak suara di bibir dan di atas pangggung. Mereka berteriak, berjoget, diam, terpana, mengacungkan tangan, dan beragam ekspresi lainnya. Di ruang publik seperti itu keluarlah beragam celoteh, dugaan, bahkan hujatan dari personal atau kelompok-kelompok ekspresif bahwa si anak kandung telah durhaka, meninggalkan sang orang tua. Anak kandung dituduh menjadi bagian dari gerai-gerai penggoda dan bahkan berniat jadi penguasa panggung. Padalah tanpa mereka sadari, si anak kandung sedang membaca wilayah dan mengeja perbagian seluruh situasi di ruang publik itu untuk menjaga orang tuanya, baik di gerai, bibir panggung dana bahkan di atas panggung.

Zaman now ini tentunya tak ada di masa lalu. Dulu penuh ketenangan, hening, tertib dalam satu satu aturan adat yang keras berikut sangsi adat yang diciptakan sekelompok elit adat demi ketertiban. Kini tak lagi seperti itu. Tanpa melupakan atau meninggalkan sama sekali adat, segala "aturan adat lama" banyak yang telah berganti dengan aturan yang diciptakan bersama yang bernama demokrasi--yang berdasarkan undang-undang. Mungkin tak pernah terbayangkan sebelumnya akan seperti ini, sebuah zaman dimana perjalanan sejarah membawa perubahan sebagai keniscayaan. Perubahan itu bukan penghilangan masa lalu, melainkan sebuah wujud transformasi, yakni terus menerus menerima hal baru sembari mempertahankan atau menyesuaikan hal lama yang relevan sebagai bagian penguatan menjalani "zaman now." Salah satunya adalah "TNI adalah tetap anak kandung rakyat".

Saat kemudian perjalanan berlanjut, anak dan orang tua berada di dalam satu moda angkutan yang sama. Di sanalah mereka berbagi cerita, saling mengisi, menguatkan dan terus berjaga. Mereka membangun perpektif baru tentang ruang publik yang "zaman now" yang mereka singgahi. Tentunya perspektif saling menguatkan keutuhan sebagai keluarga besar.

Dirgahayu ke-72 TNI. Selamat ulang tahun TNI si anak kandung rakyat sepanjang zaman. Semoga makin kuat dan jaya serta selalu amanah di samping rakyat.

------

 Peb/5okt2017

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun