Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Membangun Kebersamaan dari Ritual Antar-jemput Anak Sekolah

24 November 2015   10:36 Diperbarui: 24 November 2015   21:32 1179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="sumber gambar ;http://probisnis.net/wp-content/uploads/2015/03/Usaha-Sampingan-di-Saat-Antar-Jemput-Anak-Sekolah-Small.jpg"][/caption]

Tak banyak orang tua pada masa sekarang yang sempat mengantar atau jemput anaknya pergi dan pulang sekolah. Terutama mereka yang hidup di kota metropolitan seperti Jakarta atau Surabaya. Penyebabnya, misalnya waktu kerja yang sibuk, letak sekolah jauh dan tidak sejalan dengan rute si orang tua menuju kantor, tak mau repot, jam pulang sekolah anak yang tidak pas pulang kantor dan lain sebagainya. Akhirnya urusan antar-jempur anak sekolah diserahkan kepada supir (dengan mobil keluarga), atau mobil agen khusus antar-jemput anak sekolah, atau si anak diberi kendaraan sendiri, atau si anak pergi dan pulang sekolah naik angkutan umum.

Anak usia level SMA relatif sudah 'dewasa' dan bisa menjaga diri. Mereka bisa dilepas naik angkutan umum, atau menggunakan kendaraan pribadi; motor atau mobil dari orang tuanya. Namun, bila anak masih level TK, SD, dan SMP masih riskan untuk dilepas sendiri. Sebagian orang tua masih kuatir terhadap keselamatan anak-anaknya. Sehingga untuk pergi dan pulang sekolah "ditentukan" orang tua.

[caption caption="http://id.theasianparent.com/wp-content/uploads/2013/10/1stday-of-preschool1-K.jpg"]

[/caption]

Ritual dengan Konsep Sederhana

Mengantar atau menjemput anak sekolah setiap hari menjadi aktivitas 'ritual wajib' orang tua yang memang punya slot waktu atau punya konsep 'harus' diantar/jemput orang tua.

Konsep antar/jemput anak bisa dilakukan separuh saja. Tergantung situasi kerja si orang tua. Pagi diantar sang ayah, pulang dijemput sang ibu, atau sebaliknya. Tergantung tingkat kesibukan dan jadwal kerja masing-masing pasangan. Bila sang istri adalah full berkarier di rumah tangga tentu akan lebih memudahkan lagi, terutama saat menjemput setelah urusan pekerjaan di rumah beres. Setidaknya menjemput anak menjadi bagian dari SOP Rumah Tangga.

Bila anak lebih dari satu, pada umumnya disekolahkan pada sekolah yang sama atau berdekatan untuk memudahkan antar-jempur, pengawasan, koordinasi dan lain sebagainya. Namun, bila masing-masing anak letak sekolahnya berjauhan, maka mau tidak mau pakai cara tertentu, misalnya siapa dari mereka yang lebih dulu bubaran sekolah, atau diutamakan anak paling kecil.

[caption caption="https://forumbatasa.files.wordpress.com/2014/01/hp.jpg?w=300&h=166"]

[/caption]

Sebuah Ritual Konflik

Bagi sebagian orang "ritual" mengantar atau menjemput anak dianggap hal biasa dan harus dilakukan. Lha, yang diurus kan anak sendiri! Bukan anak orang lain kok! Heuheuheu... tentu saja menjadi kewajiban orang tua.

Akan seru pada pagi hari saat persiapan. Mulai dari bangun pagi, mandi, sarapan, berpakaian dan lain-lain harus kompak waktunya. Bila ada satu anak malas-malasan akan berpengaruh ke anak yang lebih cepat siap. Karena lambat atau cepat, berangkatnya kan bareng? Di sinilah 'konflik antara anak-anak terjadi'. Suasana pagi jadi seru, belum lagi ditambah celoteh si Emak yang turut mempersiapkan semua keperluan mereka! Yang lebih cepat tak mau sia-sia sehingga terlambat masuk sekolah, makanya dia men'push' kakak/adiknya yang malas-malasan.

Bagaimana sang Ayah? Ya ikut siap-siap juga dong. Kalo udah siap sambil menunggu mereka bisa sejenak buka Kompasiana atau menulis artikel, tho? Heu heu heu..

Saya menikmati serunya hiruk-pikuk pagi hari. Menikmati konflik antara mereka. Ha ha ha! Tanpa perlu melakukan politik 'de vide et impera. Tanpa menggunakan perantara 'tukang catut', konflik bisa terjadi. Lagi pula tak perlu dibawa ke MKD yang sering masuk angin.

Ritual dan sesekali konflik di pagi hari tersebut secara tidak langsung bisa membangun kebersamaan antara anak-anak. Mereka dibentuk oleh situasi kebutuhan yang sama, tuntutan waktu yang sama. Mau tidak mau, mereka harus saling memperhatikan kesiapan masing-masing. Karena bila satu orang saja 'nyantai' maka yang terkena akibatnya adalah yang lainnya.

Ritual Edukatif yang Menyenangkan

Saat di kendaraan menuju sekolah bisa saling cerita rencana kegiatan di sekolah hari itu. Bahkan gosip tentang teman-teman dan guru-guru mereka. Bisa juga tentang konflik antara mereka ketika tadi persiapan. Sesekali mereka saling mendiamkan karena masih sebel. Ha ha ha! Di sinilah peran orang tua sebagai 'juru damai', sambil memasukkan pesan-pesan sponsor.

Demikian pula saat pulang sekolah, akan banyak cerita baru yang mereka alami selama hampir setengah hari di sekolah. Kita sebagai orang tua bisa banyak tahu informasi dan dinamika mereka. Ikut urun rembug tentang hal-hal yang mereka hadapi.

Saat pergi maupun pulang sekolah bersama-sama itu adalah momen pendek yang sangat penting dan masif yang seringkali tidak didapatkan saat sudah sampai di rumah. Ritual antar-jemput bisa menjadi ruang dan momentum membangun pertemanan antara anak-anak, antara orang tua dengan anak-anak. Tentu saja di sini, sikap orang tua harus lentur, tanpa membawa permasalahan kantor di tengah-tengah mereka karena ruang dan momen itu adalah milik mereka.

Kelak bila anak-anak sudah besar, sudah mandiri atau hidup sendiri, konon ritual antar-jemput ini jadi kenangan indah bagi orang tua. Kadang mereka rindu dan ingin memutar kembali waktu. Ah, andai bisa dilakukan....
-------

Pebrianov24/11/2015

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun