Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Diksi Tabu pada Fiksi Diantara Moral, Etika dan Estetika

14 September 2015   19:05 Diperbarui: 14 September 2015   19:33 648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagi fiksi semua itu bisa dilakukannya dalam rentang waktu yang singkat, dalam satu tulisan atau rangkaian tulisan. Kunci utamanya adalah rangkaian diksi yang dia tulis untuk menghidupkan tulisan fiksi-nya, dan tujuan-pesan yang ingin disampaikan.

[caption caption="http://4.bp.blogspot.com/-SejJqeL2de4/U3OwWkmalQI/AAAAAAAAARI/ITc02OhKQMQ/s1600/makna.jpg"]

[/caption]

Ragam frasa yang tabu di ruang non-fiksi dibawa ke ruang fiksi kemudian dijadikan Diksi untuk alat berekspresi. Sebagai alat pengungkap segala 'kagundahan' penulis fiksi atas dirinya dan lingkungannya. Sebagai alat penyampai pesan dengan cara tak lazim. Digugahnya emosi pembaca, yang bahkan sampai si Pembaca marah!

Marah pada siapa?

Sejatinya, tergugah dan marah pada diri sendiri. Pada lingkungan. Pada realitas timpang yang sebelumnya dilihat. Namun yang seringkalai terjadi pembaca marah pada si Penulis karena menganggap. Penulis tidak sopan, tidak bermoralnya, tidak beretika dan tidak tahu adat istiadat, karena ; Kata-kata tabu dari ruang Non-Fiksi telah dibawa ke ruang Fiksi kemudian dibaca lateral di Ruang Non-Fiksi, bukan di ruang Fiksi itu sendiri !

Oleh Si Pembaca secara naif memaknai Fiksi dengan cara non-fiksi. Dan celakanya, penulis tak pernah perduli hal itu.

Disinilah muncul salah satu Kontroversialitas karya Fiksi. Diperbincangkan, dihujat dan disayangkan kemunculannya.

Pemaknaan sebuah tulisan yang sejatinya berisi satu pesan masif kemudian menjadi relatif. Tapi bagi Fiksi, hal sudah lazim. Bagi Fiksi, relativitas makna menjadikannya semakin eksis, berhasil. Semua kembali kepada setting Pembaca, bukan pada Penulis.

Fenomena Pebrianov-Desol

Rangkaian puisi bersahutan Pebrianov-Desol di Kompasiana telah menjadi satu contoh Kontroversialitas, Relativitas, dan Ambiguitas sebuah karya tulisan. Mengingat bahwa Pembaca Kompasiana memiliki setting yang sangat beragam. Mereka ada yang mau membaca Pebrianov-Desol tetap di ruang Fiksi, ada yang membacanya di ruang Non-Fiksi.

Atau ada yang membacanya tepat di batas pintu Ruang Fiksi dan Non Fiksi. Mereka menikmati keliaran Pebrianov-Desol sambil mengira Kedua Mahluk Bercinta itu benar-benar ada di realitas. Pembaca seperti ini masih permisif pada sosok penulis namun dengan penuh ragu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun