Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Heran, Tulisan Kompasiana Sering Diselewengkan

11 Agustus 2014   20:35 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:49 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14077386151220289102

[caption id="attachment_337638" align="aligncenter" width="544" caption="http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2013/07/13747050181565515453.jpg"][/caption]

Membuat tulisan untuk Kompasiana kini menjadi sebuah kebutuhan. Levelnya setingkat kebutuhan sex, setingkat dibawah kebutuhan pangan-sandang-papan, dan dua tingkat diatas kebutuhan narsis. Prosesnya pada setiap orang walau tidak sama tapi punya kemiripan.

Saat akan menulis, yang ada pertama kali di dalam benak hanyalah tema besar. Tema itu kemudian ditulis terlebih dahulu di bagian atas halaman sebagai pengarah saat menulis isi artikel. Dari tema besar itu dibuatlah beberapa pokok pikiran sebagai kerangka besar paragraf. Satu pokok pikiran akan menjadi satu paragraf. Pokok pikiran ini bisa saja berupa satu poin yang nantinya akan diuraikan kedalam bentuk kalimat utama dan anak-anak kalimat.

Membuat kalimat utama awalnya seringkali mengalami kesulitan karena bagian ini paling penting dan sensitif. Pilihan diksi-nya harus menarik dan seksi agar pembaca terjerat masuk ke dalam isi paragraf dan takingin cepat keluar. Mereka menjadi sakaw dan berpesta kenikmatan pada isi paragraf.

Pemilihan atau penciptaan diksi di dalam suatu paragraf menjadi sebuah titik kritis. Bila tak jeli akan menjadikan tulisan tersebut mati muda, atau layu sebelum berkembang. Pembaca yang tadinya menggebu-gebu tiba-tiba mengalami gagal hasrat, ‘ejakulasi’ dini dan meninggalkan gelanggang kalimat tanpa kesan sensualitas diksi yang mendalam. Padahal bagian diksi inilah kunci memainkan birahi pembaca dalam kenikmatan yang lebih lama, membiarkan mereka menjelajahi setiap kata dan makna tulisan sampai terpuaskan.

Penciptaan diksi dilandasi birahi penulis yang menggebu-gebu ingin cepat menuntaskan hasrat dalam benak. Seringkali saat birahi kata-kata sedang tinggi, penulis menjadi kesurupan pada hamparan kata menuju kalimat. Tak ada orang bisa menghalagi. Semua mengalir cepat, bertenaga dan penuh jiwa petualang. Dia sendiri baru menyadari setelah semua isi benaknya dimuntahkan di hamparan kertas putih ketikan. Dia seperti tak percaya dengan apa yang telah dilakukannya pada susunan kata.

Setiap kata dijamah menjadi kalimat yang hidup seolah dirinya adalah tuhan bagi setiap penciptaan rangkaian kalimat. Setiap kalimat diatur sedemikitan rupa seolah dia menjadi nabi bagi relasi positif antar kalimat. Dan setiap relasi antar kalimat tadi ditata dan dijaga seolah dia menjadi presiden paragaraf.

Ah, presiden juga manusia; punya rasa, hati dan ambisi. Pada konteks sebagai presiden paragrafmuncul titik kritis yang sangat sensitif. Tiba-tiba muncul ide lain yakni menyelewengkan paragraf. Pasalnya diksi-diksi seksi yang sedang diotak-atik telah membuka kemungkinan lain, yaitu ; penciptaan tulisan baru yang memiliki tema berbeda dari tema awal. Tulisan baru yang lahir diluar rencana namun bukan tulisan haram.

Satu contoh penyelewengan tersebut misalnya ; tema besar yang ingin diangkat adalah ‘Tim Prabowo dalam Sidang MK’. Fokus tulisan adalah Sikap dan Perilaku Saksi-saksi Prabowo. Awalnya bermaksud membuat tulisan serius. Tapi ketika ‘kesurupan’ saat mengolah diksi tiba-tiba muncul ide-ide liar menyelewengkan tulisan serius menjadi humor.Atau terjadi perubahan fokus tulisan ; dari Sikap Saksi Prabowo menjadi Perilaku Aneh para Hakim MK Saat Sidang. Hasil keseluruhan tulisan akan berbeda dari rencana awal.

Tulisan ini sendiri saya buat ketika sedang membuat tulisan dengan tema “Pencipta Idiom Seksi ’Terstruktur, Sistematis dan Masif“, namun kemudian terselewengkan secara tabah dan masif di tengah keasikan saya mengutak-atik diksi sehingga tercipta satu tulisan baru seperti yang sedang anda baca ini.

Jadi bila akan menulis, kita harus bersikap terbuka secara’Terstruktur, Sistematis dan Masif’ terhadap segala kemungkinan. Tidak boleh sombong atau takabur secara ’Terstruktur, Sistematis dan Masif’ saat membuat tulisan seolah-olah tema awal hanya menjadi sebuah judul tulisan. Kenyataannya seringkali berbedaTerstruktur, Sistematis dan Masif. Tapi anda tak perlu menyesalinya karena sangat menguntungkan secara terstruktur, sistematis dan masif. Seperti kata pepatah purba ;‘Sekali bergoyang dua tiga ranjang terlampaui secara Terstruktur, Sistematis dan Masif.

Celeguk !

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun